Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Sejarah Oeang Republik Indonesia dan Pelajaran yang Bisa Kita Petik
Anton Wibisono
Selasa, 19 Oktober 2021 pukul 11:06:43   |   37607 kali

Setiap tanggal 30 Oktober, seluruh Insan Kementerian Keuangan memperingati Hari Oeang Republik Indonesia atau HORI. Tiga puluh Oktober merujuk pada tanggal berlakunya Oeang Republik Indonesia (ORI) secara sah, yaitu mulai tanggal 30 Oktober 1946 pukul 00.00 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tanggal 29 Oktober 1946.

Sebagian dari kita pasti sudah pernah membaca sejarah mengenai ORI, namun tidak ada salahnya untuk sedikit mengulang kembali, apalagi pasti banyak juga diantara kita yang belum pernah membaca sama sekali mengenai sejarah ORI. Tulisan ini akan coba menyegarkan kembali ingatan kita akan ORI yang kita peringati setiap tahun dengan berbagai kegiatan dan kegembiraan

Bentuk Kedaulatan Ekonomi

ORI mulai berlaku pertama kali pada tanggal 30 Oktober 1946, meskipun demikian bila kita lihat pada lembaran ORI pertama, tertulis emisi bertanggal 17 Oktober 1945. Hal ini menunjukkan banyaknya kendala dalam dalam proses pembuatan, pencetakan, dan peredaran ORI. Pada saat pertama kali diterbitkan, ORI tidak dapat langsung didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia akibat adanya gangguan-gangguan dari Belanda atas peredaran ORI. Hal ini terjadi karena Belanda yang mencoba untuk kembali berkuasa masih menduduki sebagian wilayah Indonesia, bahkan NICA (Netherlands Indies Civil Administration atau Pemerintahan Sipil Hindia Belanda) mengeluarkan mata uang NICA pada tanggal 6 Maret 1946 sebagai tandingan ORI, yang pada akhirnya menambah inflasi dan melanggar kedaulatan Indonesia.

ORI diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai identitas dan bentuk kedaulatan ekonomi, serta salah satu upaya untuk menyehatkan perekonomian Indonesia yang sedang mengalami inflasi tinggi. ORI diterbitkan untuk menggantikan mata uang yang sebelumnya diterbitkan oleh Pemerintah Belanda dan Jepang, sebagai salah satu bentuk perlawanan Indonesia. ORI dibuat dalam desain dan bahan kertas yang sederhana tetapi mampu membangkitkan semangat rakyat Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan dan kedaulatan ekonomi Indonesia.

Pada kenyataannya semua hambatan tersebut tidak menyurutkan semangat rakyat untuk mendukung penggunaan ORI di wilayah Indonesia. Rakyat berjuang untuk mengedarkan ORI di wilayah Indonesia dan memasukkan ORI ke daerah yang diduduki Belanda dengan berbagai siasat. Rakyat juga tidak mau menggunakan mata uang yang diterbitkan NICA dan lebih memilih menggunakan ORI dalam bertransaksi.

ORI Djokjakarta dan ORI Daerah atau ORIDA

Dimasa awal-awal kemerdekaan yang penuh tantangan, beberapa kali Ibukota Republik berpindah tempat. Dari Jakarta ke Yogyakarta, dan ketika Yogyakarta diduduki muncul Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi. Selain dicetak di Jakarta, ORI juga sempat dicetak di Yogyakarta ketika terjadi perpindahan sementara Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogjakarta pada tahun 1946 -1948 sebagai akibat dari serbuan gencar Belanda ke Jakarta. Oleh karena itu, pada ORI nominal Rp25,- tahun 1947 tertulis kota Djokjakarta yang mengacu pada kota tempat pencetakan uang dan tanggal penerbitan uang.

Karena sulitnya mengedarkan ORI ke wilayah tertentu, beberapa Pemerintah Daerah berinisiatif meminta izin kepada Pemerintah Pusat untuk menerbitkan mata uang sendiri yang berlaku terbatas di daerah tersebut dan bersifat sementara yang disebut dengan ORI Daerah atau ORIDA. Meskipun munculnya ORIDA sebenarnya kurang pas bagi Indonesia sebagai kesatuan fiskal, namun situasi yang tidak ideal pada saat itu membuat Pemerintah Pusat menyetujui terbitnya beberapa ORIDA. ORIDA ini diharapkan mampu mengatasi kekurangan uang tunai yang beredar sekaligus mencegah penggunaan mata uang terbitan Belanda dan Jepang. ORIDA yang sempat terbit pada saat itu antara lain ORIPSU di Sumatera Utara, ORITA di Tapanuli, ORIDABS di Banten, ORIBA di Banda Aceh, dan beberapa ORIDA lain.

ORIDA pertama di Indonesia adalah ORIPS (Oeang Republik Indonesia Provinsi Sumatera) dengan emisi pertama tertanggal 11 April 1947. Adapun ORIDA pertama di pulau Jawa adalah ORIDA Banten dengan emisi tertanggal 15 Desember 1947. Saat agresi militer Belanda I melanda Sumatera, kegiatan pencetakan ORIPS dipindah dari Tapanuli ke Bukittinggi, hal ini dilakukan untuk menghindari penguasaan mesin-mesin percetakan uang oleh tentara Belanda. Dari Bukittinggi, percetakan uang ini mampu menyuplai kebutuhan ORIPS di berbagai wilayah di pulau Sumatera.

Berlakunya Uang Rupiah

Salah satu hasil dari perjanjian Konferensi Meja Bundar adalah Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Kemudian dibentuk negara federal Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri dari Republik Indonesia dan beberapa negara bagian di beberapa wilayah yang sebelumnya diduduki oleh Belanda. Sebagai upaya untuk menyeragamkan uang di wilayah Republik Indonesia Serikat, maka pada tanggal 1 Januari 1950 Menteri Keuangan Sjafruddin Prawiranegara mengumumkan bahwa alat pembayaran yang sah adalah uang federal.


Mulai 27 Maret 1950 dilakukan penukaran ORI dan ORIDA dengan uang baru yang diterbitkan dan diedarkan oleh De Javasche Bank (sekarang Bank Indonesia). Sejalan dengan masa Pemerintah RIS yang berlangsung singkat, masa edar uang kertas RIS juga tidak lama, yaitu hingga 17 Agustus 1950 ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk kembali.

Pelajaran Yang Bisa Dipetik

Dari kisah perjalanan ORI tersebut, kita dapat mengambil pelajaran bahwa perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia tidak hanya dilakukan dengan jalan perang dan diplomasi tetapi juga dengan jalan ekonomi. Kita sebagai pegawai Kementerian Keuangan mempunyai peranan penting meneruskan perjuangan bangsa dengan mengisi kemerdekaan Indonesia dalam bidang ekonomi sesuai dengan tugas dan fungsi yang kita emban.

Perjuangan mengisi kemerdekaan Indonesia dalam bidang ekonomi tidak hanya dilakukan oleh pegawai di kantor pusat. Pegawai di kantor daerah juga turut berperan dan berkontribusi dalam perjuangan tersebut. Peran Kantor Wilayah dan KPKNL sangatlah penting untuk mendistribusikan pelayanan Kementerian Keuangan ke seluruh wilayah Indonesia. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, akan selalui ditemui kendala dan masalah. Namun jangan menyerah untuk mencari solusi dan alternatif lain untuk menyelesaikan tugas yang diemban.

Semoga peringatan HORI ini menjadi pengingat kita untuk bersemangat berkontribusi bagi bangsa dan negara baik kita bertugas di kantor pusat maupun di kantor daerah dengan tujuan untuk mengisi kemerdekaan Indonesia. Bentuk kontribusi kita bisa berupa hal-hal sederhana yang kita lakukan. Tidak semua pahlawan memegang bambu runcing dan senapan, ada pula pahlawan yang memegang laptop.

-Yusuf Eko Susilo, Dit. KND dan Rachmadi, Kanwil DJKN Aceh-

Referensi
https://www.kemenkeu.go.id/single-page/sejarah-oeang/

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini