Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Air, Sungai, Dan Upaya Konservasi Alam di Masa Pandemi Covid-19
Retno Nur Indah
Rabu, 28 Juli 2021 pukul 17:52:40   |   2586 kali


“Salah satu indikator kemajuan suatu negara bisa dilihat dari sungainya. Jika sungainya bersih, maka negara itu bisa dikatakan sebagai negara maju”.

Demikian pendapat seorang kawan pada suatu waktu ketika bercakap-cakap dengan penulis. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa di negara-negara maju, sungai-sungainya terpelihara dengan baik. Dan tahukah Anda bahwa tanggal 27 Juli diperingati sebagai Hari Sungai Nasional, serta 28 Juli merupakan World Nature Conservation Day atau Hari Konservasi Alam Sedunia? Sungguh suatu peringatan yang berkaitan satu dengan yang lain.

Di masa pandemi Covid-19 ini, penggunaan air semakin meningkat karena kita harus sering mencuci tangan dan membersihkan tubuh dengan air dalam rangka mencegah penularan virus penyebab penyakit Covid-19. Demikian juga dengan sampah yang semakin banyak, terutama sisa penggunaan masker sekali pakai dan limbah lainnya. Tulisan ini tentu saja tidak menganjurkan untuk tidak melakukan upaya mencuci tangan dan membersihkan tubuh dengan baik selama masa pandemi, namun penggunaan air harus dilakukan dengan bijak.

Berbicara mengenai sungai dan konservasi alam tentu berkaitan erat juga dengan air. Sebagaimana dikutip dari https://www.friendsoftheriver.org, hanya 3 persen air di bumi merupakan air tawar dan dari 3 persen tersebut, 2/3-nya merupakan gletser (glacier) dan lapisan es di kutub (polar ice caps). Ini berarti hanya 1 persen dari seluruh air tawar di bumi yang langsung dapat digunakan atau dikonsumsi.

Sungai merupakan sumber kehidupan. Namun sayangnya, di Indonesia sudah banyak sungai yang tercemar dan mengalami pendangkalan. Hal tersebut terjadi bukan hanya pada sungai yang melewati wilayah perkotaan, pun sungai pada daerah pedalaman juga mengalaminya. Berbagai tindakan dan gerakan penyelamatan sungai telah dilakukan, baik berupa gerakan sungai bersih dari masyarakat, maupun upaya penataan Daerah Aliran Sungai oleh pemerintah. Sungai yang tercemar akan mempengaruhi kehidupan di sekitarnya, bahkan dapat menimbulkan berbagai bencana seperti banjir ketika musim hujan datang.

Akan tetapi, kebersihan sungai sebagai hasil gerakan atau tindakan tersebut kadang tidak berlangsung lama, lambat laun sungai kembali kotor. Oleh karena itu, perlu dipikirkan akar permasalahan mengapa sungai yang sudah dibersihkan kembali kotor.

Apabila ditelisik lebih lanjut, akar permasalahan terletak pada pola pikir atau mindset yang berpengaruh pada kepedulian dan kesadaran manusia. Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan sungai menjadi problematika utama mengapa sungai selalu tercemar. Oleh karena itu, dalam menangani permasalahan kebersihan sungai perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat dan menyentuh akar budaya atau kultural masyarakat, termasuk religi disamping tentu saja penerapan aturan dan kebijakan yang tegas dan mendukung penuh.

Upaya edukasi perlu dilakukan kepada masyarakat dari sejak usia dini dengan mengajarkan anak-anak agar menghemat penggunaan air. Sebagai contoh sederhana, apabila mencuci tangan atau mencuci piring, maka matikan kran air sewaktu sedang meratakan sabun di tangan atau di piring. Menurut laman idea.grid.id, satu tetes air yang terbuang dapat mencapai 2.400 galon air per tahun. Oleh karena itu bayangkan air yang terbuang apabila kita tidak menggunakan air dengan bijak saat mencuci tangan atau piring dan melakukan kegiatan lainnya.

Kemudian buanglah sampah pada tempatnya. Tentu akan lebih baik lagi apabila dilakukan upaya pemilahan terhadap sampah yang kita hasilkan. Hal ini seharusnya lebih didukung oleh pemerintah dengan menyediakan sarana dan prasarana terkait pemilahan dan pengolahan sampah.

Secara kultural, sebenarnya masyarakat Indonesia sudah memiliki budaya dan kearifan lokal yang mendukung upaya konservasi tanah dan air. Hanya saja, hal tersebut makin terlupakan seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, perlu meningkatkan partisipasi masyarakat dengan memberikan penyuluhan dan pelatihan guna membangun kesadaran atas pelestarian sumber daya air dan tanah. Demikian juga pendekatan melalui religi atau agama, tentunya agama-agama di Indonesia mengajarkan agar manusia senantiasa menjaga alam dengan baik. Untuk itu, peran serta pemuka agama dan juga pemuka adat sangat besar dalam menggugah kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan.

Upaya-upaya tersebut apabila diterapkan secara konsisten tentu akan berdampak pada kebersihan sungai dan konservasi alam di sekitar kita. Berita baiknya, air merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui, tentu saja dengan catatan apabila manusia melakukan langkah-langkah yang tepat untuk melestarikannya. Oleh karena itu, upaya konservasi alam dapat dimulai dari diri sendiri dan dimulai sedikit demi sedikit dari langkah kecil terlebih dahulu untuk dapat menginspirasi orang lain. Ingatlah bahwa memberi contoh yang baik adalah dengan melakukan aksi nyata.

Penulis : Retno Nur Indah (Kasi HI KPKNL Singkawang)

Foto:

1. Danau di Batu Bintang, copyright Velient Vinandha

2. Sungai Eria di Bengkayang, copyright Arifatul Faizah.

Daftar Pustaka:

1. https://www.friendsoftheriver.org/2016/01/28/551/

2. https://media.neliti.com/media/publications/175293-ID-mengangkat-budaya-dan-kearifan-lokal-dal.pdf

3. https://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/pr-01293698/menumbuhkan-kesadaran-menjaga-sungai-harus-menyentuh-edukasi-dan-kultural

4. https://idea.grid.id/read/091833148/jangan-biarkan-1-tetes-air-terbuang-percuma-di-rumah-begini-cara-hemat-air-saat-mencuci-tangan?page=all

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini