Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Fenomena Maraknya Pembangunan ZI WBK-WBBM, Berlebihan atau Malah Kewajiban
Rahmat Ibnu Wibowo
Rabu, 23 Juni 2021 pukul 09:41:38   |   13277 kali

Dewasa ini, jika kita berkunjung ke kantor-kantor pemerintahan, baik instansi Kementerian/Lembaga di level pusat maupun vertikal, tidak terkecuali unit-unit pelayanan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintahan Daerah, jangan heran bila kita sering menjumpai spanduk-spanduk atau banner bertuliskan “Pembangunan Zona Integritas menuju WBK/WBBM” dengan ukuran yang cukup besar, warna yang mencolok, serta terpasang di tempat-tempat yang cukup strategis, mulai dari Area Pelayanan Terpadu (APT), ruang tunggu pengguna layanan, gerbang pintu masuk, hingga terpasang di beberapa sudut area parkir. Tidak ketinggalan juga pada akun resmi media sosial kantor-kantor pemerintah, berlomba-lomba untuk menampilkan atribut-atribut pembangunan ZI WBK/WBBM.

Bagi masyarakat awam sebagai pengguna layanan, tentu kondisi ini memancing reaksi yang beragam. Ada yang mungkin penasaran, ada yang biasa saja, atau bahkan ada juga yang tidak peduli, yang penting kebutuhan dia untuk mendapatkan pelayanan pada unit kantor pemerintah terkait, dapat terpenuhi dengan proses yang cepat, dan tanpa mengeluarkan biaya tambahan. Namun apabila kita mencoba bertanya kepada pegawai di kantor-kantor layanan yang sedang marak mengkampanyekan ZI WBK/WBBM tersebut, mulai dari security, cleaning service, pegawai pelaksana, hingga mungkin para pejabatnya, misalnya pertanyaan berikut “mengapa di kantor Bapak/Ibu/Saudara, memasang spanduk/banner dan mengkampanyekan ZI WBK/WBBM”, besar kemungkinan jawaban yang akan kita jumpaii adalah bahwa karena kantor tersebut sedang mengikuti seleksi untuk mendapatkan predikat WBK/WBBM.

Sebagai pengetahuan kita bersama, bahwa pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang dimulai sejak tahun 2009, terus diupayakan pemerintah untuk dapat dijalankan secara berkelanjutan. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, saat ini pelaksanaan Reformasi Birokrasi telah memasuki periode kedua, dan akan menuju periode ketiga, atau periode terakhir masa berlaku Road Map. Birokrasi sebagai pelaksana tugas pemerintah, terus melakukan perubahan dalam mencapai sasaran Reformasi Birokrasi dengan meningkatkan kualitas pelayanan publik, serta memudahkan dan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Agar masyarakat merasakan hasil percepatan Reformasi Birokrasi yang telah dilakukan pemerintah terutama pada unit kerja, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN-RB) telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah.

Peraturan Menteri tersebut merupakan acuan bagi instansi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam membangun Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM). Selain itu, Peraturan Menteri tersebut merupakan rujukan untuk memberikan keseragaman pemahaman dan tindakan dalam membangun Zona Integritas Menuju WBK/WBBM. Selain itu, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Perpres Stranas PK), terdapat tiga sektor prioritas pencegahan korupsi yaitu, perizinan dan tata niaga, keuangan negara, serta penegakan hukum dan Reformasi Birokrasi.

Salah satu sub aksi pada sektor penegakan hukum dan Reformasi Birokrasi adalah tentang pembangunan Zona Integritas. Pembangunan Zona Integritas dianggap sebagai role model Reformasi Birokrasi dalam penegakan integritas dan pelayanan berkualitas. Dengan demikian, pembangunan Zona Integritas menjadi aspek penting dalam hal pencegahan korupsi di pemerintahan. Terbaru, telah diterbitkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah, yang harapannya dapat meningkatkan kualitas pembangunan dan pengelolaan unit kerja yang telah membangun Zona Integritas karena mengatur lebih detail tentang mekanisme pelaksanaan pembangunan unit kerja yang telah membangun Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)/Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2019 dimaksud, diberikan beberapa definisi sebagai berikut:

1. Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan kepada instansi pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk mewujudkan WBK/WBBM melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.

2. Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi yang selanjutnya disingkat Menuju WBK adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja/kawasan yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan akuntabilitas kinerja.

3. Menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani yang selanjutnya disingkat Menuju WBBM adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja/kawasan yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan penguatan kualitas pelayanan publik.

Tahap-tahap pembangunan zona integritas sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2019, sebagai berikut:

A. Pencanangan Pembangunan Zona Integritas

1. Pencanangan Pembangunan Zona Integritas adalah deklarasi/pernyataan dari pimpinan suatu instansi pemerintah bahwa instansinya telah siap membangun Zona Integritas.

2. Pencanangan Pembangunan Zona Integritas dilakukan oleh instansi pemerintah yang pimpinan dan seluruh atau sebagian besar pegawainya telah menandatangani Dokumen Pakta Integritas. Penandatanganan dokumen Pakta Integritas dapat dilakukan secara massal/serentak pada saat pelantikan, baik sebagai CPNS, PNS, maupun pelantikan dalam rangka mutasi kepegawaian horizontal atau vertikal. Bagi instansi pemerintah yang belum seluruh pegawainya menandatangani Dokumen Pakta Integritas, dapat melanjutkan/melengkapi setelah pencanangan pembangunan Zona Integritas.

3. Pencanangan Pembangunan Zona Integritas beberapa instansi pusat yang berada di bawah koordinasi Kementerian dapat dilakukan bersama-bersama. Sedangkan Pencanangan Pembangunan Zona Integritas di instansi daerah dapat dilakukan oleh kabupaten/kota bersama-bersama dalam satu provinsi.

4. Pencanangan pembangunan Zona Integritas dilaksanakan secara terbuka dan dipublikasikan secara luas dengan maksud agar semua pihak termasuk masyarakat dapat memantau, mengawal, mengawasi dan berperan serta dalam program kegiatan reformasi birokrasi khususnya di bidang pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik.

5. Penandatanganan Piagam Pencanangan Pembangunan Zona Integritas untuk instansi pusat dilaksanakan oleh pimpinan instansi pemerintah.

6. Penandatanganan Piagam Pencanangan Pembangunan Zona Integritas untuk instansi daerah dilaksanakan oleh pimpinan instansi pemerintah daerah.

7. KPK, ORI, unsur masyarakat lainnya (perguruan tinggi, tokoh masyarakat/LSM, dunia usaha) dapat juga menjadi saksi pada saat pencanangan ZI untuk instansi pusat dan instansi daerah.

B. Proses Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK/WBBM.

Proses pembangunan Zona Integritas merupakan tindak lanjut pencanangan yang telah dilakukan oleh pimpinan instansi pemerintah. Proses pembangunan Zona Integritas difokuskan pada penerapan program Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik yang bersifat konkrit. Dalam membangun Zona Integritas, pimpinan instansi pemerintah menetapkan satu atau beberapa unit kerja yang diusulkan sebagai WBK/WBBM. Pemilihan unit kerja yang diusulkan sebagai WBK/WBBM memperhatikan beberapa syarat yang telah ditetapkan, diantaranya:

1. Dianggap sebagai unit yang penting/strategis dalam melakukan pelayanan publik.

2. Mengelola sumber daya yang cukup besar.

3. Memiliki tingkat keberhasilan Reformasi Birokrasi yang cukup tinggi di unit tersebut.

Proses pemilihan unit kerja yang berpotensi sebagai Zona Integritas dilakukan dengan membentuk kelompok kerja/tim untuk melakukan identifikasi terhadap unit kerja yang berpotensi sebagai unit kerja berpredikat menuju WBK/WBBM oleh pimpinan instansi.

Setelah melakukan identifikasi, kelompok kerja/tim mengusulkan unit kerja kepada pimpinan instansi untuk ditetapkan sebagai calon unit kerja berpredikat Zona Integritas menuju WBK/WBBM. Selanjutnya dilakukan penilaian mandiri (self assessment) oleh Tim Penilai Internal (TPI). Setelah melakukan penilaian, TPI melaporkan kepada Pimpinan instansi tentang unit yang akan di usulkan ke Kementerian sebagai unit kerja berpredikat Menuju WBK/WBBM. Apabila unit kerja yang diusulkan memenuhi syarat sebagai Zona Integritas Menuju WBK/WBBM, maka langkah selanjutnya adalah penetapan. Setelah unit kerja yang diusulkan sebagai Zona Integritas menuju WBK/WBBM ditetapkan, maka hal yang selanjutnya dilakukan adalah menentukan komponen-komponen yang harus dibangun. Terdapat dua jenis komponen yang harus dibangun dalam unit kerja terpilih, yaitu komponen pengungkit dan komponen hasil dengan pembobotan nilai untuk komponen pengungkit sebesar 60% (enam puluh persen) dan komponen hasil 40% (empat puluh persen). Penilaian terhadap setiap program dalam komponen pengungkit dan komponen hasil diukur melalui indikator-indikator yang dipandang mewakili program tersebut, sehingga dengan menilai indikator tersebut, diharapkan dapat memberikan gambaran pencapaian upaya yang berdampak pada pencapaian sasaran.

Dengan metode penilaian yang tidak sederhana, ternyata dari tahun ke tahun, jumlah unit instansi pemerintah yang mendapat predikat WBK/WBBM terus meningkat. Untuk tahun 2020 saja, sebanyak 763 (tujuh ratus enam puluh tiga) unit kerja, mendapatkan predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) serta Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), dengan rincian sebanyak 681 (enam ratus delapan puluh satu) unit ditetapkan sebagai WBK, dan 82 (delapan puluh dua) unit ditetapkan sebagai WBBM. Penghargaan ini diberikan oleh Menteri PANRB Tjahjo Kumolo pada hari Senin, tanggal 21 Desember 2020, sebagai rangkaian dari peringatan Hari Anti-Korupsi Sedunia.

Kendati demikian, meningkatnya jumlah unit instansi pemerintah yang mendapat predikat WBK/WBBM dari waktu ke waktu, ternyata berbanding lurus dengan maraknya jumlah kasus korupsi yang terjadi, setidaknya bila dilihat dari indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia tahun 2020 yang mengalami penurunan dibandingkan tahun 2019. Sebagaimana diberitakan oleh nasional.kompas.com bahwa Transparency International Indonesia (TII) merilis indeks persepsi korupsi (IPK) atau corruption perception index (CPI) Indonesia tahun 2020. Skor indeks persepsi korupsi Indonesia tahun 2020, berada di angka 37 pada skala 0-100, dengan penjelasan skor 0 sangat korup dan skor 100 sangat bersih. Skor ini turun 3 poin dari tahun 2019 lalu. Turunnya angka IPK tersebut juga membuat posisi Indonesia melorot menjadi peringkat 102 dari 180 negara yang dinilai IPK-nya. Sebelumnya, Indonesia berada di peringkat 85. Jika tahun 2019 lalu, Indonesia memiliki skor 40 dan peringkat 85, maka pada tahun 2020 Indonesia memiliki skor 37 dan peringkat 102. Sebagai informasi tambahan, negara yang mempunyai skor dan peringkat sama dengan Indonesia untuk tahun 2020 adalah Gambia. Jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara, IPK Indonesia berada di peringkat lima, di bawah Singapura (peringkat 85), Brunei Darussalam (peringkat 60), Malaysia (peringkat 51), dan Timor Leste (peringkat 40).

Fenomena anomali ini cukup beralasan, apabila kita merujuk pada kondisi sebagaimana disebutkan di awal pembahasan, misalnya ketika kita bertanya kepada pegawai di kantor-kantor yang sedang marak mengkampanyekan ZI WBK/WBBM, pertanyaan mengenai mengapa di kantor Bapak/Ibu/Saudara dipasang spanduk dan banner yang bertuliskan zona integritas, tolak pungli dan lain sebagainya, dan kita akan sering menjumpai jawaban bahwa hanya karena kantor tersebut sedang mengikuti seleksi untuk mendapatkan predikat WBK/WBBM, bukan karena secara sadar dan sukarela, para pejabat/pegawai kantor tersebut, memang ingin menciptakan suasana/kondisi tempat kerja yang sarat akan nilai-nilai integritas.

Pada sisi yang lain, sebagai seorang Aparatur Sipil Negara (ASN), mungkin tidak banyak yang memahami bahwa nilai-nilai integritas hakikatnya sudah diamanatkan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik/Good Governance, yaitu salah satunya sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dalam Undang-Undang tersebut, kita akan menjumpai istilah Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik.

Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan mengatur diantaranya hal-hal berikut:

1. Pasal 2 : Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan merupakan salah satu dasar hukum bagi Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan, Warga Masyarakat, dan pihak-pihak lain yang terkait dengan Administrasi Pemerintahan dalam upaya meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan.

2. Pasal 5 : Penyelenggaraan Adminstrasi Pemerintahan berdasarkan:

  1. Asas Legalitas
  2. Asas Perlindungan terhadap HAM
  3. AUPB (Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik)

3. Pasal 7 : Pejabat Pemerintahan berkewajiban untuk menyelenggarakan Administrasi Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintahan, dan AUPB.

Apa saja yang termasuk dalam Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik, sesuai Pasal 10 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014, dijelaskan asas-asas berikut:

  1. kepastian hukum;
  2. kemanfaatan;
  3. ketidakberpihakan;
  4. kecermatan;
  5. tidak menyalahgunakan kewenangan;
  6. keterbukaan;
  7. kepentingan umum; dan
  8. pelayanan yang baik

Bagaimana dengan definisi masing-masing asas tersebut, penjelasannya sebagai berikut:

1. Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.

2. Asas Kemanfaatan adalah manfaat yang harus diperhatikan secara seimbang antara:

a. Kepentingan individu yang satu dengan kepentingan individu yang lain;

b. Kepentingan individu dengan masyarakat;

c. Kepentingan warga masyarakat dan masyarakat asing;

d. Kepentingan kelompok masyarakat yang satu dan kepentingan kelompok masyarakat yang lain;

e. Kepentingan pemerintah dengan warga masyarakat;

f. Kepentingan generasi yang sekarang dan kepentingan generasi mendatang;

g. Kepentingan manusia dan ekosistemnya;

h. Kepentingan pria dan wanita

3. Asas Ketidak berpihakan adalah asas yang mewajibkan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dengan mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif.

4. Asas Kecermatan adalah asas yang mengandung arti bahwa suatu Keputusan dan/atau Tindakan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan Keputusan dan/atau Tindakan sehingga Keputusan dan/atau Tindakan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan dan/atau dilakukan.

5. Asas Tidak Menyalahgunakan Kewenangan adalah asas yang mewajibkan setiap Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut, tidak melampaui, tidak menyalahgunakan, dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan.

6. Asas Keterbukaan adalah asas yang melayani masyarakat untuk mendapatkan akses dan memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.

7. Asas Kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan dan kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif, dan tidak diskriminatif.

8. Asas Pelayanan Yang Baik adalah asas yang memberikan pelayanan yang tepat waktu, prosedur dan biaya yang jelas, sesuai dengan standar pelayanan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat kita simpulkan bahwa merujuk pada amanat yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014, sejatinya membangun zona integritas berlandaskan asas-asas umum pemerintahan yang baik, dalam konteks pelayanan kepada masyarakat, merupakan suatu kewajiban yang melekat pada masing-masing individu ASN, bukan hanya bersifat himbauan.

Adapun terkait predikat WBK/WBBM itu sendiri, seyogiayanya dimaknai semata-mata hanya sebagai sarana atau tools, untuk mengukur sejauh mana penerapan asas-asas umum pemerintahan yang baik itu, telah dilaksanakan oleh kantor-kantor pemerintahan. Penyematan predikat WBK/WBBM pada kantor-kantor pemerintahan itu dapat ditafsirkan sebagai reward atau pengakuan, khususnya dalam hal ini oleh Kementerian PANRB selaku pembina, terhadap unit-unit instansi pemerintah yang telah berhasil mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik/Good Governance, dengan menghadirkan dan mengejawantahkan asas-asas umum pemerintahan yang baik, dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.

Harapannya nanti, predikat WBK/WBBM pada unit-unit instansi pemerintah, bukan lagi menjadi sesuatu yang mewah dan luar biasa, tetapi menjadi sebuah standar minimal yang harus dipenuhi, layaknya label “Pasti Pas” yang sering kita jumpai pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) milik PT Pertamina (Persero). Bukan pula sebagai sesuatu yang mengawang-awang, yang hanya menjadi jargon tanpa ada manfaat yang dirasakan langsung oleh masyarakat pengguna layanan. Untuk itulah peran serta seluruh elemen dibutuhkan, mulai dari komitmen dan teladan dari para pimpinan, kesadaran dari seluruh pegawai, hingga masyarakat yang paham dan peduli akan hak dan kewajibannya. Apabila kondisi tersebut dapat dihadirkan, maka cita-cita Negara untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur, kiranya bukan hal yang mustahil untuk dicapai.

Penulis: Rahmat Ibnu Wibowo (Kepala Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Palopo)

Referensi:

Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah

https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/menteri-tjahjo-akan-berikan-penghargaan-bagi-unit-kerja-peraih-wbk-wbbm

https://nasional.kompas.com/read/2021/01/28/14120521/indeks-persepsi-korupsi-indonesia-pada-2020-turun-jadi-37-peringkat-102-dia

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini