Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Institut Teknologi Sumatera (ITERA), Mempelopori Pemanfaatan BMN Untuk Mendukung Energi Baru dan Terbarukan (EBT)
Odi Renaldi
Minggu, 30 Mei 2021 pukul 08:12:37   |   2155 kali

Konsumsi energi listrik dunia yang berasal dari fosil (batu bara dan minyak bumi) saat ini semakin menjadi sorotan karena berdampak buruk bukan hanya bagi lingkungan hidup tapi juga memberi efek negatif bagi kesehatan manusia. Penggunaan solar maupun batubara untuk pembangkit tenaga listrik telah terbukti menjadi penyebab polusi, efek rumah kaca, hujan asam, pemanasan global, hingga berbagai penyakit yang mengikutinya.

Berdasarkan hasil kajian Kementerian ESDM, cadangan minyak bumi Indonesia hanya akan bertahan kurang lebih 9 tahun saja, sedangkan cadangan batubara Indonesia masih cukup hingga 50 tahun ke depan. Dengan memperhatikan cadangan yang tersisa maupun efek yang merusak dari energi fosil, maka selayaknya Indonesia harus segera memikirkan untuk beralih dari energi fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT) yang lebih ramah lingkungan.

Beruntung bagi Indonesia, Tuhan yang Maha Kuasa telah menganugerahkan potensi yang berlimpah bagi Indonesia di sektor energi baru dan terbarukan ini. Paling tidak ada 6 (enam) sektor potensi energi yang berlimpah di Indonesia. Sektor pertama adalah energi Laut, sebagai negara maritim Indonesia memiliki potensi sebesar 17,9 Gigawatt namun belum ada satupun yang memanfatkan potensi ini. Sektor kedua adalah Panas Bumi, dimana Indonesia dikenal sebagai “Arab Saudinya Panas Bumi”. Dengan berkah lokasi ring of fire, Indonesia memiliki cadangan hingga 17,5 GW namun yang saat ini terpasang hanya sebesar 0,44 persen. Pada sektor ketiga adalah bio energi yang berasal dari limbah hewan, tumbuhan maupun limbah domestik. Pada sektor keempat terdapat potensi Angin yang mulai dikembangkan di beberapa daerah Indonesia dengan kapasitas terpasang mencapai 147,1 MW. Pada sektor kelima terdapat potensi Air yang menghasilkan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) maupun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Pada sektor keenam terdapat energi surya, dimana Indonesia sebagai negara dengan kondisi geografis di khatulistiwa memiliki potensi tenaga surya yang diperkirakan mencapai 207,8 GW. Saat ini energi yang terpasang untuk PLTS hanya sebesar 0,135 Gigawatt Peak atau 0,02 persen dari potensi yang ada.

Pemanfatan BMN untuk mendukung Energi Baru dan terbarukan

Saat ini cukup banyak perusahaan yang mulai membangun PLTS. Sebagai contoh, beberapa emiten di Bursa Efek Indonesia yang mulai melirik pembangunan PLTS antara lain adalah PT Terregra Asia Energi Tbk (TGRA), PT Cikarang Listrindo Tbk (POWR), PT Radian Utama Interisco Tbk (RUIS), dan PT Mitrabara Adiperdana Tbk (MBAP). Sedangkan Ladang PLTS terbesar di Indonesia saat ini adalah PLTS Likupang yang dioperasikan oleh perusahaan multinasional, Vena Energy dengan luas 29 Hektar.

Salah satu ciri pengusahaan PLTS adalah adanya kebutuhan lahan yang cukup luas untuk menempatkan panel suryanya. Dengan penguasaan tanah negara yang membentang dari Sabang sampai Merauke, maka terdapat potensi yang besar bila tanah-tanah negara (BMN) dimanfaatkan untuk pembangunan PLTS. Dari sisi fisibilitas, skema kerja sama untuk pengusahaan PLTS telah dicontohkan oleh Vena Energy di Kawasan Likupang dengan skema Built, Operate, Own, Transfer (BOOT).

Selain permasalahan kebutuhan lahan, pengembangan PLTS tentunya memerlukan dukungan juga dari sisi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, karenanya dukungan institusi pendidikan tinggi sangat ditunggu para pelaku usaha demi semakin efisiennya industri listrik dari PLTS.

Kabar menggembirakan dari ujung selatan pulau Sumatera, terdapat satu institusi pendidikan tinggi yang menaruh concern tinggi akan pengembangan PLTS ini. Institut Teknologi Sumatera (Itera) sebagai satker yang baru didirikan pada tanggal 6 Oktober 2014 telah mengupayakan pemanfaatan BMN untuk pembangunan PLTS. Dengan dukungan penuh dari Kantor Wilayah DJKN Lampung dan Bengkulu dan KPKNL Bandar Lampung, Itera menggandeng mitra dari pihak swasta untuk mengoptimalkan lahan di lingkungan Kampus Itera untuk pembangunan PLTS di lahan seluas 1 hektar.

Skema pemanfaatan BMN yang dilakukan untuk PLTS ini adalah Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) BMN, dimana terdapat dua potensi PNBP bagi negara yaitu kontribusi tetap yang merupakan perhitungan dari penggunaan tanah negara dan Profit Sharing yang berasal dari pembagian keuntungan Mitra yang menjual listrik yang dihasilkan dari PLTS tersebut ke PLN.

Selain memberikan manfaat ekonomi yang berasal dari PNBP yang disumbang ke negara, PLTS ITERA yang dibangun dari 3.036 panel surya ini juga menyumbang manfaat sosial. PLTS ITERA yang menghasilkan energi listrik sebesar 4 Megawatt hour (MWh) peak per hari, mampu mengurangi emisi karbon hingga 5.600 ton CO2 per tahun. Karenanya sumbangan manfaat sosial dari keberadaan PLTS ini untuk Lingkungan Hidup di Provinsi Lampung cukup signifikan.

Berdasarkan perhitungan pasca terpasangnya PLTS ini, ITERA telah mampu memenuhi 50 persen kebutuhan energi listrik secara mandiri. Sehingga terdapat penghematan tagihan listrik yang dibayarkan oleh ITERA yang terbukti menurun secara signifikan.

ITERA juga mendapatkan manfaat dengan keberadaan PLTS ini di lingkungan kampus. Pemanfaatan PLTS ITERA ini juga dinikmati oleh Civitas Akademika ITERA sebagai Laboratorium dan sarana praktek kerja lapangan. Dengan luas lahan yang digunakan sebesar 1 hektar, PLTS ITERA telah menjadi laboratorium PLTS terbesar di Kampus se-Indonesia. Tambahan manfaat lain yang diperoleh ITERA adalah mahasiswa maupun dosen ITERA juga mendapatkan kesempatan untuk melakukan praktek kerja lapangan di fasilitas produksi panel tenaga surya yang dimiliki oleh Mitra KSP.

Tentunya dengan berbagai mafaat yang dihasilkan dari PLTS ini, perlu didorong PLTS-PLTS lain yang dapat dibangun, terutama di tanah-tanah BMN. Namun demikian ketika kami menawarkan kepada mitra KSP ITERA agar memanfaatkan tanah BMN lain untuk dimanfaatkan untuk pembangunan PLTS, mitra KSP menyampaikan kendala pengembangan PLTS adalah skema bisnis PLTS yang tidak bisa menjual langsung ke end user. Sedangkan untuk pembangunan PLTS skala besar juga harus menjadi bagian dari Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang disahkan oleh Kementerian ESDM.

Beberapa kendala lain dalam pengembangan PLTS adalah :

  • 1 Masih mahalnya panel maupun baterai penyimpan
  • 2. Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang masih perlu ditingkatkan
  • 3. PT PLN sebagai satu-satunya penyedia tenaga listrik di Indonesia masih lebih banyak menggunakan energi fosil di pembangkit listriknya.

Namun demikian, langkah awal masuknya institusi pendidikan tinggi (ITERA) dalam pemanfaatan BMN untuk pembangunan PLTS ini, diharapkan dapat mendorong teratasinya kendala-kendala tersebut. Diharapkan juga di masa yang akan datang akan semakin banyak Kementerian/Lembaga lainnya yang melakukan pemanfaatan BMN untuk digunakan sebagai penghasil Energi Baru dan Terbarukan.

Odi Renaldi (Kabid PKN Kanwil DJKN Lampung dan Bengkulu)



Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini