Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Numismatik. Hobi Sekaligus Belajar Sejarah dan Berinvestasi
Yusuf Eko Susilo
Minggu, 23 Mei 2021 pukul 20:13:37   |   22391 kali

Meskipun kurang begitu populer dibandingkan hobi mengumpulkan perangko (filateli), sebenarnya sudah banyak orang yang memiliki hobi mengumpulkan uang kuno. Uang kuno berupa uang kertas dan uang koin tersebut disimpan karena dirasa berharga dan memiliki kenangan tertentu. Ada pula uang kuno yang dikumpulkan untuk tujuan investasi. Hobi mengumpulkan uang kuno ini disebut numismatik.

Numismatik adalah suatu kegiatan mengumpulkan benda-benda terkait uang, seperti uang kertas, uang koin, token, dan benda-benda terkait lainnya yang pernah beredar dan digunakan oleh masyarakat. Numismatik mempelajari antara lain, sejarah mata uang, cara pembuatannya, ciri-cirinya, variasi yang ditemukan, pemalsuannya, sejarah politik terbentuknya mata uang tersebut, dsb. Koleksi numismatik tidak terbatas pada uang lama atau kuno tetapi termasuk uang yang sedang berlaku saat ini. Meskipun kebanyakan koleksinya memang berupa uang lama atau kuno. Koleksi numismatik bisa berasal dari berbagai negara dan masa peredaran. Masyarakat umum mengenal numismatik sebagai hobi mengoleksi uang kuno. Orang yang berkecimpung dalam dunia numismatik disebut numismatis.

Para numismatis menjadikan numismatik sebagai hobi yang mengasyikkan biasanya karena tiga hal, yaitu: kekaguman atas desain uang (kertas maupun koin) yang beredar, nostalgia masa lalu, dan ketertarikan pada cerita di balik uang tersebut. Para numismatis menemukan kesenangan atau kepuasan pribadi saat bisa memiliki dan mencermati gambar koleksi uang mereka. Uang kertas dan uang koin ibarat karya seni yang tak pernah bosan untuk dinikmati. Koleksi uang lama bisa membangkitkan kenangan masa lalu, misalnya terkenang suasana masa kecil saat melihat uang koin Rp50,- karena masa kecil dulu uang jajannya sebesar Rp50,-. Bisa juga terkenang guyonan masa kecil dengan uang kertas Rp500,- yang bergambar rumah adat Kalimantan Timur dan di baliknya bergambar orang utan. Bahkan terkenang saat menerima gaji pertama kali. Besar gaji pertama kali berapa, uangnya gambar apa, digunakan untuk apa saja, dan kenangan lain yang terlintas.

Numismatik bisa menjadi sarana edukasi sejarah dengan mengulik cerita di balik terbitnya uang kertas dan uang koin. Contohnya, Pemerintah Hindia Belanda saat masih menjajah Indonesia, melalui De Javasche Bank pernah mengeluarkan uang kertas bergambar wayang dengan tujuan untuk mendekati dan mengambil simpati penduduk Indonesia terutama di Pulau Jawa agar mau bekerja sama. Pada tahun 1942, Jepang menginvasi Hindia Belanda. Dalam masa pendudukannya, Pemerintah Jepang mengeluarkan dua jenis mata uang kertas untuk diedarkan di wilayah Hindia Belanda, yaitu: De Japansche Regeering dan Dai Nippon Teikoku Seihu. Pada awal peredaran ORI (Oeang Republik Indonesia) tahun 1946, terdapat kendala dalam pendistribusian ORI ke daerah-daerah. Sehingga beberapa daerah membuat ORI-nya sendiri dengan persetujuan pemerintah pusat sebagai alat tukar sementara yang dikenal dengan istilah ORIDA (Oeang Republik Indonesia Daerah). Pada saat konfrontasi Indonesia-Malaysia yang melahirkan Operasi Dwikora tahun 1964, pemerintah menerbitkan uang kertas seri Sukarelawan untuk mengkampanyekan dan menggelorakan semangat Dwikora.

Saat ini, uang kertas Republik Indonesia selain digunakan sebagai alat tukar, digunakan pula sebagai sarana edukasi nasionalisme Indonesia. Uang kertas saat ini umumnya bergambar para pahlawan nasional, program pemerintah, kekayaan alam, dan kebudayaan nusantara Indonesia. Jika Anda tidak percaya, Anda dapat membuktikannya dengan melihat uang kertas yang ada di dompet ataupun saku Anda. Siapa pahlawan nasional dan kebudayaan apa yang tergambar dalam uang tersebut.

Selain sebagai hobi, numismatik bisa dijadikan sebagai instrumen investasi. Seiring berjalannya waktu dan prinsip kelangkaan, uang kuno dapat dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi. Ada dua hal yang mempengaruhi harga uang kuno. Pertama, tingkat kelangkaan. Semakin langka uang kuno, semakin tinggi pula harganya. Kedua, kondisi fisik uang kuno. Semakin bagus kondisi fisiknya, semakin tinggi pula harganya. Selain itu ada uang dengan kondisi misprint atau miscut, yaitu uang yang mengalami salah cetak atau salah potong dalam pembuatannya. Kecacatan uang ini menjadi hal unik yang menarik bagi sebagian numismatis. Ada pula numismatis yang tertarik pada nomor seri uang kertas yang unik, misalnya nomor seri yang urut atau kombinasi angka tertentu yang dianggap cantik. Keunikan-keunikan tersebut bisa menaikkan harga uang kuno. Uang kuno bisa dijual secara offline dan online di dalam dan luar negeri.

Sebagai gambaran, penulis pernah membeli selembar uang kuno dan menjualnya kembali dengan harga 20% lebih tinggi dalam kurun waktu dua minggu. Koleksi uang koin tahun 1991 milik penulis terjual kembali dengan harga 40% lebih tinggi. Bahkan salah satu koleksi uang kertas milik penulis saat ini telah berharga 400% lebih tinggi dari harga waktu penulis beli di tahun 2015.

Bila tertarik untuk menggeluti atau hanya sekedar mengenal tentang numismatik, bisa mempelajarinya dengan membaca buku-buku dan berbagai literatur numismatik, salah satu buku yang dapat menjadi referensi adalah KUKI (Katalog Uang Kertas Indonesia) yang berisi informasi karakteristik dan perkiraan harga uang kertas yang pernah beredar di Indonesia hingga saat ini. Bisa juga dengan mengunjungi Museum Bank Mandiri untuk melihat berbagai koleksi uang kuno Indonesia secara lengkap dan uang dari berbagai belahan dunia. Biasanya di Museum Bank Mandiri setiap tahun rutin diadakan pameran dan lelang numismatik. Untuk memperbarui informasi dan berdiskusi dapat dilakukan dengan cara bergabung dalam berbagai grup dan komunitas numismatik di seluruh Indonesia.

Mengoleksi uang kuno selain untuk kesenangan dan belajar sejarah, ternyata bisa juga untuk investasi. Tertarik untuk mulai mengoleksi uang kuno?

-Yusuf Eko Susilo, Direktorat Kekayaan Negara Dipisahkan-

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini