Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Ada Kopi Ada Cerita, Lain Kopi Lain Cerita. Mari Ngopi Kita Bercerita
Anton Wibisono
Senin, 10 Mei 2021 pukul 14:11:32   |   4168 kali

Masyarakat Aceh tidak bisa dipisahkan dari kopi. Kopi adalah sebuah gaya hidup dalam keseharian di provinsi paling barat Indonesia ini. Pria dan wanita, tua maupun muda, miskin ataupun kaya, hampir semua kalangan menyukai kopi. Kedai-kedai kopi bertebaran di penjuru Provinsi Aceh, bahkan juga hingga provinsi tetangga yaitu Sumatera Utara. Konon masalah sosial kemasyarakatan yang sulit diselesaikan dengan rapat formal di kantor bisa diselesaikan dengan pembicaraan informal sambil minum kopi.

Perkebunan Kopi

Salah satu kopi yang memiliki banyak penggemar adalah Kopi Gayo, merupakan varietas kopi arabika yang menjadi salah satu komoditi unggulan yang berasal dari Dataran Tinggi Gayo. Perkebunan Kopi Gayo rata-rata berada pada ketinggian 1.000 hingga 1.200 Meter Di atas Permukaan Laut (MDPL). Lokasinya berada di sekitar Kota Takengon dan dekat dengan Danau Laut Tawar meliputi Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah, dan Kabupaten Gayo Lues. Pusat perkebunan kopi terletak di tengah Provinsi Aceh, sekitar 8 jam perjalanan darat dari ibukota Banda Aceh.


Berdasarkan cerita Pegiat Kopi di Kota Takengon, tanaman kopi dapat hidup hingga usia 40-50 tahun. Meskipun demikian usia produktifnya adalah 15 tahun, artinya setelah memasuki tahun ke-16 produktivitasnya akan mulai menurun dan sangat direkomendasikan untuk dilakukan peremajaan tanaman. Tanaman kopi yang sudah cukup umur akan dipanen bijinya, dan selanjutnya dikeringkan atau dijemur. Setelah kering, biji kopi yang masih berupa green bean akan dipanggang (di-roasting) sebelum bisa dinikmati oleh para pecinta kopi. Di penjuru Kota Takengon khususnya dan Provinsi Aceh umumnya banyak ditemui usaha yang menawarkan jasa roasting kopi, ditujukan khususnya kepada petani kopi yang memiliki kebun kopi namun tidak memiliki mesin roasting sendiri. Selain biji kopi yang sudah di-roasting, biji kopi juga dapat dijual dalam kondisi yang masih berupa green bean, disesuaikan dengan permintaan konsumen.


Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh Sekda Kabupaten Aceh Tengah, perkebunan Kopi Gayo di Kabupaten Aceh Tengah menggunakan sistem Perkebunan Inti Rakyat (PIR) dimana perusahaan tidak diizinkan untuk memiliki lahan perkebunan sendiri, perusahaan yang ingin terjun kedalam bisnis Kopi Gayo dipersilahkan untuk bermitra dengan Petani Kopi. Hal ini dilakukan dengan tujuan memberdayakan Petani Kopi sebagai pemilik lahan, dan tidak semata-mata hanya sebagai buruh perkebunan.


Untuk menyiasati potensi jatuhnya harga kopi dimasa panen, beberapa perusahaan diberikan izin menyelenggarakan sistem Resi Gudang oleh Badan Pengawas Perdagangan Sektor Komoditi Berjangka (Bappebti) Kementerian Perdagangan. Dengan sistem resi gudang surplus dimasa panen raya bisa disimpan sehingga harga kopi dapat lebih stabil dan tidak terlalu fluktuatif.

Sanger

Salah satu minuman berbahan dasar kopi yang sangat terkenal di Aceh adalah Sanger, yaitu kopi yang dicampur dengan susu dengan takaran tertentu. Konon katanya Sanger bermula dari sejumlah mahasiswa pada 1996 yang hendak minum kopi susu. Karena saat itu kondisi ekonomi memburuk, mahasiswa memutar otak agar tetap bisa minum kopi dicampur susu. Lalu lahirlah ide dengan sebutan "sama-sama ngerti" atau disingkat dengan Sanger. Agar mahasiswa tetap bisa menikmati kopi susu yang terjangkau, sejumlah mahasiswa ini meminta peracik kopi untuk membuat kopi, campur sedikit susu, dan ditambah gula agar terasa manis.

Belum ke Aceh kalau belum ngopi Sanger. Seperti judul artikel ini bahwa ada kopi ada cerita, lain kopi lain cerita. Mari ngopi, kita bercerita.

-Rachmadi, Kanwil DJKN Aceh-

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini