Selama masa pandemi Covid-19, DJKN
telah menerapkan pola kerja Work From Home (WFH) untuk para pegawainya selama
kurang lebih 1,5 tahun. Dalam pelaksanaannya, pola kerja WFH menimbulkan banyak
tantangan. Salah satunya adalah bagaimana cara mengukur produktivitas pegawai.
Selama ini, kita sering mendengar perdebatan mengenai tingkat produktivitas
pegawai ketika Work From Home (WFH) dan Work From Office (WFO). Beberapa pihak beranggapan
menerapkan WFO lebih produktif dari WFH atau sebaliknya. Sebelum berdebat mana
yang lebih produktif, mari kita tanyakan kepada diri kita masing-masing. Apakah
kita sudah benar-benar mengukur produktivitas kita? Bagaimana cara mengukur
kinerja kita? Apa yang menjadi dasar ukuran produktivitas kita?
Selama penerapan WFO dan WFH, banyak terjadi penyesuaian terkait komunikasi tim dan konsep work-life balance. Tantangan dalam komunikasi tim dengan pola WFO dan WFH adalah kepercayaan antar anggota tim terkadang tidak stabil. Sedangkan konsep work life balance menjadi sulit diterapkan karena batas tempat dan waktu bekerja menjadi samar. Dengan 2 faktor utama penyesuaian tersebut, membandingkan produktivitas ketika WFO dan WFH kurang tepat jika tidak berdasar. Sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK- 467/KMK.01/2014 tentang Pengelolaan Kinerja di Kementerian Keuangan, setiap pegawai yang bekerja di Kementerian Keuangan wajib mempunyai Kontrak Kinerja. Dalam kontrak kinerja, terdapat indikator kinerja utama (IKU) yang merupakan salah satu elemen strategi evaluasi organisasi. IKU memang belum dapat mengukur semua dimensi produktivitas kita, tetapi IKU merupakan penjabaran teknis dari Sasaran Strategis, Peta Strategi, sampai dengan Visi dan Misi Organisasi. Lalu, apa yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan produktivitas kita?
1. Kenali
Kontrak Kinerja
Kontrak kinerja merupakan hasil kesepakatan antara atasan langsung dengan bawahan. Kita harus dapat memahami semua IKU yang ada dalam kontrak kinerja baik dari perhitungan target, trajectory target, sampai dengan dampak IKU tersebut terhadap Sasaran Strategis Organisasi, atau paling tidak dampak terhadap IKU pemilik peta strategi.
2. Buatlah
Kertas Kerja Perhitungan Realisasi
Setelah memahami masing-masing IKU, buatlah kertas kerja perhitungan realisasi dari masing-masing IKU tersebut. Semakin detail kertas kerja perhitungan akan semakin bagus untuk mempermudah evaluasi kinerja kita. Contoh kertas kerja untuk IKU Indeks Ketepatan Waktu Penyampaian Laporan minimal harus memuat lingkup laporan, identitas sumber data, identitas produk laporan, batas waktu laporan sesuai ketentuan, dan durasi penyelesaian.
3. Buatlah
Daftar Prioritas
Setelah memahami Kontrak Kinerja dan Manual IKU, maka kita bisa membuat daftar prioritas tugas yang harus diselesaikan. Tidak bisa dipungkiri, pola kerja WFH membuat pekerjaan tidak mempunyai batas ruang dan waktu. Dengan membuat daftar prioritas, kita dapat lebih fokus dan dapat menyelesaikan tugas dengan lebih efisien. Membuat daftar prioritas dapat dilakukan dengan menggunakan struktur manajemen waktu 4D (Do, Delegate, Defer, Delete).
4. Jalinlah
Komunikasi dengan Atasan dan Rekan Kerja
Meskipun selama masa pandemi kita tidak bisa berkomunikasi langsung dengan rekan kerja, komunikasi virtual harus tetap dijaga. Dengan tetap menjaga komunikasi tim, informasi-informasi terkait pekerjaan lebih cepat tersampaikan. Kita perlu aktif mencari informasi terkini terkait pekerjaan agar dapat dijadikan pertimbangan dalam memutuskan apakah daftar prioritas dan strategi dalam mencapai target sudah sejalan dengan arah organisasi.
5. Lakukan
monitoring progres pekerjaan
Progress pekerjaan adalah hal penting yang harus bisa dimonitor. Hasil monitoring dari kertas kerja, dapat kita sampaikan kepada atasan secara berkala. Hal ini dapat digunakan sebagai Early Warning System pencapaian target kinerja kita. Dengan mengetahui lebih cepat atas kendala yang mungkin akan dihadapi, maka dapat mempermudah dalam mencari solusi.
6. Jadikan
poin 1 s.d. 5 menjadi sebuah budaya
Banyaknya tugas-tugas rutin, seringkali membuat kita abai dalam pemantauan kinerja pribadi. Hal ini membuat early warning system tidak bisa berjalan dari level jabatan paling rendah yang berakibat pada sulitnya mencari solusi apabila terjadi kendala. Dengan menjadikan kegiatan pada poin 1 s.d. 5 sebagai kebiasaan, melakukan pemantauan kinerja pribadi tidak lagi menjadi sebuah tugas tambahan di sela-sela tugas rutin yang kita jalankan.
Demikian, tips untuk meningkatkan produktivitas kinerja yang dapat dilakukan pada pola WFO maupun WFH. Jangan biarkan perdebatan mengenai pola WFH atau WFO mempengaruhi persepsi dan membatasi tindakan kita dalam pencapaian kinerja. Apapun perubahan yang akan kita alami, kita harus dapat menyesuaikan diri dan senantiasa menjaga kualitas kinerja kita.
Oleh: Rumaisha Nur Azria