Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Memperingati Hari Kartini : Penguatan Pengarusutamaan Gender (PUG) Menghadapi Era New Normal
Ali Sodikin
Jum'at, 16 April 2021 pukul 15:07:18   |   669 kali

Oleh: Rusmawati Damarsari


PUG Dari Titik Nol

"Selamat pagi, berita Covid-19 kali ini....," suara berita di Stasiun TV A, pindah channel hampir berita sama, “pemirsa, korban pandemi Covid-19 sudah hampir.....,”

"Ting, trang, tok," bunyi piring, gelas beradu manakala diburu cepat selesai. Bisa-bisa bila tidak fokus, “praaang”, bunyi yang tidak terduga dan tetiba pecah atau retak.

"Tuit tuit tuit," suara Ambulance membuat dag dig dug jantung. Mendadak lemas, adrenalin naik, stress menjadi.

Tidak terasa, setahun Pandemi Covid-19, dan hingga keadaan sekarang, fenomena pandemi Covid-19 membuat kehidupan dan pekerjaan berubah drastis, serta banyak menuntut adaptasi dengan cepat. Seakan pepatah ahli biologi, Charles Darwin, terlepas dari prokontra teori pengetahuannya yang kontraversial, “Bukanlah spesies yang paling kuat atau paling cerdas yang mampu survive, tapi mereka yang paling mampu beradaptasi terhadap perubahan”.

Tidak terkecuali Indonesia, Pandemi ini juga melanda negara-negara di seluruh dunia. Dikutip Google yang mengambil data Covid-19 dari Data Repository by the Center for Systems Science and Engineering (CSSE) at Johns Hopkins University, total per 14 April 2021 total kasus yang positif Covid-19 di Indonesia sejumlah 1.583.182 jiwa, dan yang meninggal sekitar 42.906 jiwa. Namun yang menarik, kasus baru positif Covid-19 dan meninggal mencapai rekor tertinggi pada tanggal 28 s.d. 30 Januari 2021.

Sementara itu dari data resmi https://covid19.go.id/ dimana web ini adalah web yang ditunjuk pemerintah dalam penanganan covid 19 menujukan bahwa data Positif Covid-19 adalah 1.583.182 jiwa dan yang sembuh 1.431.892 jiwa, sementara yang meninggal 42.906 jiwa sebagai update terakhir tanggal 14 April 2021.

Melihat data tersebut, ditambah analisis data statistik harian, mingguan, dan bulanan dari Data Resmi Penanganan Covid 9, menunjukan harapan besar untuk tahun 2021 pandemi ini akan berangsur menurun dan pulih ke era baru New Normal. Harapan tentu saja sah dan boleh-boleh saja, namun kewaspadaan harus tetap menjadi prioritas agar proses adaptasi yang begitu cepat mampu diikuti dengan seksama.

Ketidakpastian era, dan harapan era new normal adalah fenomena yang mesti dihadapi bersama, bukan hanya secara individu, tetapi skenario sistem yang mesti turut bekerja sama untuk saling membantu dan kolaborasi untuk keluar dari pandemik ini. Kemudian, bagaimana Peran Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Menghadapi Era New Normal nanti?

Sebuah Ujian Epistemologi PUG

Epistemologi dalam teori Posmodernisme (atau Ba’dal Haddasah dalam bahasa Arab) adalah bukan hanya bermakna teori pengetahuan saja, namun lebih kepada proses pembentukan, rekonstruksi (pembentukan), bahkan dekontruksi (pembongkaran), serta wacana yang membangun berbagai perubahan pengetahuan yang tercipta karena sebuah sistem kehidupan, atau keadaan.

PUG dalam masa pandemi ini, adalah fakta epistemologi yang benar-benar terjadi dalam keseharian, dimana sistem kehidupan sudah bukan lagi sebuah ontologi, tetapi sudah menjadi aksiologi dimana kesetaraan secara tidak sadar terbangun dengan sendirinya tanpa mekanisme trial and error atau trade off atau uji materi akademis. Apa pasal?

Sekelumit issu di atas pada artikel ini, dimana sebuah keluarga kecil sedang berjibaku menghadapi pandemi ini adalah epistemologi PUG bahkan sekaligus aksiologi ujian dan bukti PUG dimana eksistesi PUG benar-benar dibutuhkan secara informal dalam membangun kapasitas pembangunan. Peran kesetaraan menemukan momentum yang benar-benar equilibrium. Uniknya, semua orang tidak bisa membantah realitas ontologi, epistemologi dan aksiologi yang terjadi saat ini, dan tentunya utuk menjelaskan PUG, sudah tidak perlu kembali mejelaskan secara ontologi dalam bentuk teori atau idea serta konsep PUG.

Pembagian peran kerja yang seimbang, pekerjaan rumah dan pekerjaan kantor, serta pekerjaan lingkungan yang mesti menjaga sehat, bugar, tanpa stress dan sebagainya terus teruji dalam keseharian. Ruang hidup untuk anak-anak pun menjadi fokus, walaupun dalam suasana yang boleh dibilang “mencekam”.

PUG, secara tanpa sadar, tentu saja mendapatkan ujian dan lulus dalam proses aplikasinya. Namun bagaimana PUG ini dalam menghadapi era new normal? Apakah akan efektif hanya saat keadaan genting seperti pandemi Covid-19 saja?

Pengarusutamaan Gender (PUG) bukanlah suatu program atau kegiatan seremonial semata, pada dasarnya PUG merupakan suatu strategi pembangunan dalam tujuan mencapai suatu keadilan dan kesetaraan sesuai dengan Instruksi Presiden No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional.

Tentu saja, bila ditanya bagaimana peran PUG tersebut di era new normal? maka semestinya PUG mampu menjawab persoalan ke depan, karena PUG adalah strategi pembangunan yang terimplementasi ke dalam celah-celah atau ruang informal yang selama ini sulit terealisir karena sistem birokrasi yang kadang menjadi keuntungan ataupun sebaliknya.

Akan tetapi, dalam ujian PUG menghadapi bahkan bisa saja melewati era new normal tersebut, maka tujuh prasyarat PUG benar-benar mesti menjadi fundamen yang kuat.

Pertama, adalah komitmen yang tinggi para pimpinan dan seluruh pegawai. Komitmen akan implementasi PUG ini sangat penting bukan hanya sebatas simbol tatalaksana administrasi hukum Inpres semata, namun harus menjadi tatalaksana kehidupan dalam praktek sehari-hari, di rumah, di kantor, dan di lingkungan lainnya.

Hal ini berarti membuka ruang kesadaran PUG hingga level aktifitas atau dalam bahasa penulis pelaksanaan hingga level apistemologi dan aksiologis, karena komitmen bersama ini sangat penting dalam membangun kerjasama yang win win solution, high job desk sesuai kapasitas dan perannya.

Kedua, adalah kebijakan perspektif gender. Kebijakan perspektif gender dapat dituangkan dalam Rencana Kerja atau Rencana Strategis yang mengandung isu gender.

Ketiga, Adanya kelembagaan PUG yang bertanggung jawab, dan ini bermakna carry over dari poin pertama dan kedua di atas, dimana tercipta komitmen bersama mewujudkan arah gerak dan peta pelaksanaan yang satu pintu, dengan harapan membantu terbentuknya strategi pembangunan. Dalam hal Institusi ini, Kementerian Keuangan, lebih khusus Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, maka peran PUG sebagai strategi pembangunan benar-benar dibutuhkan untuk manajemen aset yang nir gender, karena asset itu butuh pengelolaan melewati lintas batas perbedaan.

Keempat, Sumber Daya Manusia (SDM), karena sangat diperlukan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) terkait pemerataan pemahaman terkait PUG. Dalam hal ini, SDM adalah semua entitas di DJKN ini, karena PUG DJKN adalah kita dan kita adalah PUG DJKN. Dengan sendirinya memahami dan mengamalkan bagaimana kesetaraan dalam bekerja dan beramal akan diperhitungkan sesuai dengan kapasitas pekerjaan dan tanggung-jawab.

Budgeting yang tentunya bersifat triger, dimana posisi budget atau anggaran dibutuhkan untuk memperdalam teori pengetahuan secara “kampanye”, agar pemahaman dan pengamalan PUG terlaksana dari hulu hingga hilir. Bila diperlukan, mekanisme pelatihan gender diadakan dalam menyokong nilai-nilai pancasila dan kewarganegaraan dalam aktifitasnya sebagai ASN. Pelatihan PUG ini bisa menjadi batu loncatan juga dalam parameter penilaian dalam tingkatan jabatan.

Kelima, adanya data terpilah sebagai informasi penguat, agar terjadi evaluasi dan aktivasi mengenai target yang sudah dicapai atau sebaliknya.

Keenam, adalah Gender Analisis, dimana data pemetaan baik yang eksisting maupun prediksi ke depan, tercantum secara dokumentatif, hal ini juga menjadi kekuatan data penelitian terkait program PUG ke depan dalam menghadapi era-era yang bisa jadi akan lebih berat dan menantang.

Ketujuh, adalah tidak terlepasnya peran masyarakat sebagai “konstruksi” awal serta “aksiologi” PUG dalam kehidupan nyata di luar institusi. Pada level ini, justru peran masyarakat di tingkat sosial menjadi sangat penting sebagai ujian PUG yang lebih luas, dimana peran PUG memperkokoh pilar Pancasila sebagai peran aksiologi kewarganegaraan dimana isu kesetaraan pemahaman dan perbedaan secara esensial menjadi titik tolak dalam hidup bermasyarakat.

Menuju Harapan Baru; Era New Normal

Ada yang menarik, Hari Kartini yang diperingati pada 21 April tahun ini sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Hari Kartini tahun ini diwarnai dengan suasana dan tantangan karena pandemi Covid-19 yang masih terjadi. Kondisi berat dan berbeda ini sekaligus memperlihatkan dan membuktikan bahwa ibu tidak saja menjadi penjaga dan pengelola kehidupan keluarga, tetapi juga berperan besar untuk menjaga kesehatan maupun ekonomi keluarganya. Tidak terkecuali sosok Bapak, peran Ibu juga membutuhkan peran kesetaraan dimana berposisi sebagai sentral keseimbangan.

Kondisi saat ini, sesungguhnya membuktikan bahwa peran kesetaraan ini menjadi sangat penting dalam kondisi pandemi ini. Karena itu, PUG menjadi tonggak ke arah Era New Normal sebagai sebuah strategi pembangunan. Tentu saja ini terkait bagaimana ketujuh Prasyarat PUG di atas akan diuji dalam Pemulihan Ekonomi Nasional yang membutuhkan sebuah kolaborasi, atau kerjasama semua unsur, serta kesetaraan dalam mengisi era ini, yaitu sebuah harapan baru new normal. Selamat Hari Kartini.

### Penulis adalah pegawai Sekretariat DJKN dan Focal Point PUG Kementerian Keuangan.


Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini