Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Keringanan Utang, Untuk Siapa?
Ali Sodikin
Selasa, 06 April 2021 pukul 09:31:21   |   2624 kali

Sejak diluncurkan pada awal Maret 2021, Program Keringanan Utang mulai memancing rasa penasaran masyarakat. Hal ini tak lepas dari gencarnya publikasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Kementerian Keuangan, selaku pelaksana program. Rasa penasaran muncul karena pemerintah melalui DJKN menawarkan sesuatu yang sayang dilewatkan oleh mereka yang mungkin saat ini memiliki beban utang. Bayangkan, utang bunga, denda, dan utang ongkos/biaya lainnya (BDO) diberi keringanan sebesar 100%, belum lagi keringanan utang pokok juga bisa dinikmati oleh debitur.

Rasa penasaran ini ternyata tidak semua terjawab manis. Program keringanan utang ini tidak menyasar kepada semua yang memiliki utang. Ada batasannya, yaitu hanya kepada mereka yang memiliki utang kepada negara dan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Kecewa? Tidak sedikit yang berharap agar kebijakan keringanan utang ini bisa juga dinikmati oleh selain debitur yang berutang kepada negara. Mungkin timbul pertanyaan, untuk apa pemerintah mengeluarkan kebijakan seperti ini jika tidak semua bisa menikmatinya?

Keringanan Utang dan Pemulihan Ekonomi Nasional

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui akun instagramnya pada tanggal 6 Februari 2021 menegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanjar Negara (APBN) adalah instrumen penting dan strategis menghadapi pandemi Covid-19 dan dampaknya. APBN 2020 dan 2021, menurutnya menjadi instrumen counter cylical melawan Covid-19, melindungi rakyat, serta memuhlihkannya.

APBN bekerja keras untuk mengatasi pandemi ini. Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dilanjutkan dalam APBN 2021 yang berfokus pada bidang kesehatan, perlindungan sosial, dan penyediaan lapangan pekerjaan. Salah satu tujuan dari Program PEN adalah membantu masyarakat miskin dan rentan lewat perlindungan sosial dan memberikan dukungan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) agar dapat bertahan dan menjaga kelangsungan usahanya.

Dari sedikit gambaran di atas, melalui APBN 2021 yang fleksibel dengan berbagai program dan kebijakan yang ada di dalamnya, diharapkan dapat menjadi survival and recovery kit. Hal ini mungkin bisa menjawab pertanyaan di atas, mengapa keringanan utang tidak dapat dinikmati oleh banyak masyarakat, namun terbatas bagi debitur yang berutang kepada Negara? Perlu diketahui, bahwa program Keringanan Utang bukanlah satu-satunya kebijakan pemerintah terkait utang yang menjadi beban masyarakat. Beberapa bentuk dukungan UMKM dalam program PEN juga menyasar para debitur-debitur UMKM. Namun perlu diketahui juga, program keringanan utang tidak termasuk program PEN.

Program Keringanan Utang merupakan salah satu kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional. Program ini merupakan amanat Undang-Undang (UU) APBN Tahun 2021 Pasal 39. Beleid ini mengatur penyelesaian piutang instansi pemerintah, jenis piutangnya, hingga besaran keringanan yang dapat diberikan.

Lantas, siapa saja yang dapat memanfaatkan program keringanan ini?

Keringanan Utang Untuk Debitur Kecil

Dalam UU APBN 2021, pemerintah telah menetapkan piutang instansi pemerintah yang dapat diselesaikan dengan pemberian keringanan, yaitu piutang terhadap UMKM, piutang yang berasal dari KPR RS/RSS, dan piutang yang jumlahnya sampai dengan Rp1 miliar. Tiga kelompok ini kemudian dijelaskan dalam aturan turunannya yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 15/PMK.06/2021 tentang Penyelesaian Piutang Instansi Pemerintah yang Diurus/Dikelola oleh Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dengan Mekanisme Crash Program Tahun Anggaran 2021.

Tiga kelompok dimaksud di atas terdiri dari, pertama, debitur perorangan atau badan hukum/badan usaha skala UMKM dengan pagu kredit paling banyak Rp5 miliar. Kedua, debitur perorangan penerima KPR RS/RSS dengan pagu kredit paling banyak Rp100 juta. Dan yang terakhir, debitur perorangan atau badan hukum/badan usaha dengan sisa kewajiban sampai sebesar Rp1 miliar. Prasyarat yang perlu diperhatikan adalah, pengurusan piutang terhadap ketiga kelompok debitur ini sudah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan telah diterbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) paling lambat 31 Desember 2020.

Penetapan sasaran program kepada kelompok debitur kecil ini tidak lepas dari salah satu tujuan program PEN sebagaimana telah disebutkan di atas, yaitu perlindungan bagi masyarakat miskin dan rentan miskin termasuk pelaku UMKM. Hal ini menjadi penting, karena pandemi Covid-19 merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perubahan perilaku, aktivitas ekonomi, dan pendapatan penduduk yang mengakibatkan adanya penambahan jumlah kemiskinan sebagaimana rilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada website-nya tanggal 21 Februari 2021. Dalam rilisnya, BPS mengungkap bahwa persentase penduduk miskin pada September 2020 sebesar 10,19 persen, meningkat 0,41 persen poin terhadap Maret 2020 dan meningkat 0,97 persen poin terhadap September 2019.

Efektivitas program keringanan diharapkan dapat membantu menekan angka kemiskinan. Harapan ini tentulah bukan hal yang muluk. Rendahnya kemampuan debitur melunasi utang akibat pandemi Covid-19 setidaknya dapat terungkit dengan program ini. Debitur yang melunasi utangnya akan mendapatkan keuntungan finansial dalam bentuk pengurangan nominal utang. Selain itu, utang yang telah lunas dapat berpengaruh terhadap psike debitur yang lebih tenang dan fokus dalam menjalani aktivitas kehidupannya. Seperti tag line program ini, “lunas hari ini, lega sampai nanti”.

Meskipun keringanan utang ini sangat menarik bagi para debitur yang memenuhi syarat secara administrasi, bisa saja ada di antara mereka yang belum mampu membayar atau melunasi sisa utangnya sebagaimana mestinya. Mereka yang berada dalam kondisi tersebut, tetap mendapatkan keringanan dalam bentuk lain. Penyelesaian piutang negara melalui mekanisme crash program dapat diberikan dalam bentuk moratorium tindakan hukum atas piutang negara. Dengan moratorium, tindakan hukum penagihan piutang negara dapat dihentikan untuk sementara. Kebijakan ini terbatas bagi debitur yang diserahkan pengurusannya kepada PUPN karena terkena dampak Covid-19 setelah ditetapkan status sebagai bencana nasional.

Dampak Keringanan Utang Bagi Negara

Selain memberi manfaat bagi debitur dan mendukung pemulihan ekonomi, Program Keringanan Utang juga berdampak positif bagi penyelenggaraan pemerintahan. DJKN sebagai penyelenggara perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang piutang negara bertanggung jawab untuk meningkatkan kualitas tata kelola piutang negara.

Beberapa peraturan telah diterbitkan untuk mendukung pelaksanaan pengelolaan piutang negara yang lebih baik. Percepatan penyelesaian piutang negara melalui mekanisme crash program adalah salah satunya. Diperoleh data, terdapat 36.283 debitur dengan nilai piutang sebesar Rp1,17 triliun yang berpotensi dapat diselesaikan dengan mekanisme crash program khusunya dalam bentuk keringanan utang. Dengan program ini, diharapkan banyak kasus piutang yang sudah lama dapat diselesaikan.

Jika digambarkan 36 ribu lebih debitur yang disebutkan di atas memanfaatkan keringanan utang, nilai piutang sebesar Rp1,17 itu belum tentu seluruhnya masuk ke Kas Negara. Karena, nilai itu akan berkurang jika keringanan diberikan. Apakah negara rugi? Tentu tidak, karena setiap piutang negara tersebut telah disisihkan dengan prinsip kehati-hatian sesuai ketentuan, Penyisihan piutang negara tidak berarti piutang tersebut dihapuskan. Penyisihan piutang bertujuan untuk menjaga agar nilai piutang yang ada di neraca menunjukkan nilai yang dapat ditagih. Dan piutang yang diurus oleh PUPN juga masih disajikan di neraca dan diungkapkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK).

Penulis : Nanang Ansari





Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini