Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Senyum Stakeholder: Parameter Riil Pelayanan
Mahmud Ashari
Rabu, 17 Februari 2021 pukul 10:20:40   |   924 kali

Beberapa tahun terakhir, coba kita perhatikan, di setiap kontrak kinerja pimpinan sampai dengan staf yang mendapatkan mandat cascading, selalu terdapat salah satu indikator kinerja utama bertajuk indeks kepuasan pengguna layanan (IKPL). Walaupun jika kita buka sisi historis, mungkin identitas IKU tersebut beberapa kali mengalami perubahan diksi, namun substansinya tidak berubah. Empat kata yang membentuk IKU tersebut jika diperhatikan lebih dalam, sangat menarik untuk dikupas.

Yang pertama yaitu indeks. Dalam bidang statistik, indeks merupakan metode pengukuran atas kinerja sekelompok data. Indeks tidak mengukur kinerja data individual, namun mengukur suatu set data composite. Yang kedua yaitu kepuasan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diksi kepuasan berasal dari kata puas yang berarti merasa senang karena sudah terpenuhi hasrat hatinya. Yang ketiga yaitu pengguna, yang berarti orang yang menggunakan sesuatu. Dan yang keempat yaitu layanan. Menurut Purwadarminta (1984), layanan mengandung arti menyediakan segala apa yang dibutuhkan orang lain.

Keempat kata tersebut membentuk kalimat yang kurang lebih berarti suatu ukuran dalam angka numerik yang menunjukkan kadar kepuasan dari orang yang menggunakan produk yang disediakan oleh orang lain. Dari sisi kuantitatif, deskripsi tersebut akan diterjemahkan melalui deretan angka-angka numerik. Namun jika dilihat dengan kasat mata, penulis menganalogikan, deretan angka-angka numerik itu dapat dilukiskan dengan suatu hal yang manusiawi yang melekat pada feedback spontan dari orang yang telah menerima jasa dari orang lain, yaitu senyuman yang tersungging dari wajah para pengguna jasa/layanan. Yaa betul, senyuman. Gesture yang hampir setiap hari dapat kita jumpai atau malah kita praktikkan sendiri saat menemukan sesuatu hal yang menyenangkan hati kita. Sangat lumrah dan manusiawi jika kita mendapatkan yang diinginkan, yang muncul pertama kali adalah senyuman. Mungkin dibarengi dengan ucapan kata-kata Alhamdulillah, puji Tuhan, syukurlah dan lain sebagainya. Namun raut senyuman tidak akan terlepas dari narasi-narasi ucapan syukur yang terlontar dari bibir kita, maupun pengguna jasa.

Nyaris semua orang akan berperan ganda, di satu sisi akan berperan sebagai penyedia layanan, di sisi lain akan berperan sebagai pengguna layanan. Seorang guru misalnya, di sekolah akan berperan sebagai penyedia jasa. Jasa pendidikan, menciptakan manusia-manusia agar lebih beradab dan terdidik. Namun disisi lain, pahlawan tanpa tanda jasa itu akan membutuhkan jasa orang lain, alias menjadi pengguna layanan. Misalnya saat mereka ingin melakukan transfer melalui teller perbankan, setelah mengantre, dilayani teller, dan bukti transfer telah berpindah ke tangan, raut senyuman akan membayar semua tahapan prosedural yang telah mereka lalui. Atau saat mereka melakukan pengurusan surat izin mengemudi. Setelah melalui tahapan-tahapan administrasi dan praktek, dan selanjutnya benda mungil bernama SIM sudah berpindah tangan dari petugas ke dalam dompet mereka, penulis yakin pada saat mereka keluar dari gedung otoritas penerbit SIM, senyum sumringah dan wajah cerah akan tersuar dari gesture mereka. Hal tersebut memang manusiawi. Dan dari senyuman-senyuman tersebut, niscaya secara tidak langsung citra atau branding institusi yang telah disambangi akan secara suka rela mereka ceritakan ke kawan nongkrong, tetangga sebelah rumah, klub arisan, bahkan sampai ke status di media sosial. Tanpa disadari, mereka akan menjadi “buzzer” yang menyebarkan iklan tak berbayar tentang intitusi tersebut ke lingkungan masing-masing.

Pun demikian dengan jajaran KPKNL sebagai ujung tombak penyedia jasa layanan DJKN. Sebagai produsen, semangat dan mental “smiling creator” tersebut harus ditanamkan ke dalam jiwa-jiwa garda terdepan penyedia layanan. Jika secara kuantitatif, senyum-senyum pelanggan diukur dalam numerik indeks kepuasan pengguna layanan yang akan dibukukan pada akhir kuartal IV, maka secara kualitatif senyum-senyum pelanggan akan terekam dalam ingatan, tertancap dalam sanubari, dan tersajikan pada saat itu juga tanpa menunggu penghitungan di akhir tahun sehingga menjadikan kepuasan dan motivasi tersendiri dalam melayani dan terus melayani. Dan dari senyuman pengguna jasa, kita langsung bisa mengukur diri, seberapa baikkah layanan yang telah kita berikan barusan?

Penulis: Mahmud Ashari (Kepala Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Kisaran)

Referensi:

Poerwadarminta.1984.Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta:Balai Pustaka.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini