Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Memperhitungkan Risk Management Bencana Alam dalam Pemberian Layanan yang Optimal
Aminah Nurmillah
Selasa, 09 Februari 2021 pukul 13:38:36   |   3997 kali

Awal tahun 2021 Indonesia mengalami bencana alam yang terus menerus dengan jenis bencana yang terjadi mulai dari gempa bumi, banjir, tanah longsor, puting beliung, hingga gelombang pasang dan abrasi serta dengan sebaran bencana hampir merata dialami di semua provinsi. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang 1 sampai 23 Januari 2021 telah terjadi 197 bencana di Indonesia. Akibat bencana alam ini tidak hanya menimbulkan korban jiwa namun banyak pula kerusakan tempat tinggal, gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, sarana dan fasilitas untuk kepentingan masyarakat seperti jalan baik jalan nasional maupun jalan provinsi, sekolah, rumah peribadatan, rumah sakit dan sarana umum. Dampak kerusakan yang diakibatkan bencana alam tersebut terdapat 1.902 rumah rusak dengan tingkatan yang bervariasi mulai dari tingkat ringan, sedang dan berat. Sedangkan terdapat 54 kerusakan pada fasilitas umum yang meliputi fasilitas pendidikan, peribadatan dan kesehatan. Berdasarkan catatan BNPB pula menyebutkan terdapat 4 bangunan kantor dan 25 jembatan yang mengalami kerusakan.

Berdasarkan data BNPB kantor-kantor pemerintah dan fasilitas-fasilitas milik Pemerintah Daerah seperti sekolah, rumah sakit dan rumah ibadah tidak luput dari bencana alam yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Akibat berbagai macam bencana alam yang terjadi di berbagai daerah menyebakan hancur dan rusaknya bangunan-bangunan gedung kantor tersebut. Rusak dan hancurnya gedung kantor tersebut tentunya menyebabkan kantor-kantor instansi pemerintah tersebut tidak dapat memberikan layanan kepada masyarakat. Tidak hanya gedung kantornya saja yang terkena dampak bencana alam namun juga peralatan dan perlengkapan administrasi kantor, mobil dinas operasional, serta arsip yang disimpan akan rusak dan bahkan hancur. Sehingga otomatis pemberian layanan untuk sementara waktu akan terhenti. Kehancuran dan kerusakan bangunan kantor tentunya merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan, namun bagaimana dengan layanan kepada masyarakat yang harus diberikan oleh instansi Pemerintah. Tentunya pemberian layanan kepada masyarakat harus dapat segera pulih kembali dan operasional kantor dapat segera berjalan kembali.

Antisipasi kejadian bencana alam yang tidak dapat dihindari ini tentunya perlu diperhitungkan oleh setiap instansi pemerintah pada awal tahun dalam penyusunan rencana kerjanya. Kantor instansi pemerintah baik kantor Pemerintah Pusat yang berada di seluruh wilayah Republik Indonesia maupun kantor-kantor Pemerintah Daerah yang memberikan layanan pada masyarakat tentunya tidak dapat mengenyampingkan untuk memperhitungkan risiko bencana alam ini dalam pemberian layanan tugas dan fungsinya.

Memperhitungkan segala risiko yang mungkin terjadi termasuk terjadinya bencana alam yang memungkinkan tidak tercapainya sasaran organisasi mau tidak mau setiap organisasi termasuk instansi Pemerintah harus dilakukan penyusunan mitigasi risiko atau bagaimana setiap instansi menangani risiko apabila terjadi bencana alam yang tidak terduga dalam setiap rencana kerja suatu instansi dalam satu tahun. Tindakan antisipasi yang direncanakan secara matang untuk menerima sebuah risiko dan bagaimana cara mengatasinya sehingga suatu instansi pemerintah dapat tetap berjalan memberikan layanan kepada masyarakat.

Mengutip definisi Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 577/KMK.01/2019 tentang Manajemen Risiko di Lingkungan Kementerian Keuangan yaitu proses sistematis dan terstruktur yang didukung budaya sadar risiko untuk mengelola risiko organisasi pada tingkat yang dapat diterima guna memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian sasaran organisasi yang bertujuan untuk meningkatkan kemungkinan pencapaian visi, misi, sasaran organisasi dan peningkatan kinerja serta melindungi dan meningkatkan nilai tambah organisasi. Pengertian risiko sendiri adalah terjadinya suatu peristiwa yang berdampak terhadap pencapaian sasaran suatu organisasi. Sehingga dipahami manajemen risiko merupakan suatu proses yang telah diidentifikasi risiko yang mungkin terjadi yang terintegrasi dalam pelaksanaan proses bisnis.

Proses Manajemen Risiko merupakan bagian yang terpadu dengan proses manajemen secara keseluruhan, khususnya perencanaan strategis, manajemen kinerja, penganggaran dan sistem pengendalian internal, serta menyatu dalam budaya dan proses bisnis organisasi. Begitu kompleksnya proses Manajemen Risiko ini dari mulai perencanaan apabila risiko terjadi, bagaimana pengaruh kinerjanya, bagaimana dan seberapa besar penganggaran yang dibutuhkan apabila risiko seperti terjadinya bencana alam, serta bagaimana suatu organisasi mengendalikan terjadinya risiko ini untuk tetap dapat menjalankan proses bisnisnya.

Perlunya identifikasi risiko dalam setiap proses bisnis instansi Pemerintah termasuk identifikasi risko terjadinya bencana alam pada saat pelaksanaan tugas dan fungsi harus dimasukkan dalam periode perencanaan kerja dalam satu tahun. Dengan belajar dari peristiwa terjadinya bencana yang diperkirakan setiap tahun terjadi di awal dan akhir tahun dengan kondisi cuaca yang dapat dikatakan cukup ekstrem. Penentuan identifikasi risiko dan ketegori risiko atas terjadinya bencana alam memudahkan untuk dilakukan mitigasi risko. Tentunya mitigasi risko ini tidak dapat menghindari terjadinya bencana alam tetapi dapat meminimalkan kerusakan yang terjadi dengan tempat penyimpanan berkas yang lebih memadai terhadap terjadinya gempa atau banjir, sehingga berkas dan dokumen-dokumen aktif dapat diselamatkan. Demikian pula perlunya untuk mengasuransikan gedung kantor, kendaraan dinas operasional, serta peralatan dan perlengkapan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi seperti alat-alat kedokteran di rumah sakit yang dapat kita temui yaitu USG, CT Scan, X Ray, ESMR, ESWL dan Panuramic. Risiko akibat terjadinya bencana alam ini termasuk dalam kategori Risiko Operasional yaitu risiko yang berkaitan dengan tidak berfungsinya proses bisnis organisasi, sistem informasi atau keselamatan kerja individu.

Memperhitungkan terjadinya risiko terjadinya bencana alam dengan mengasuransikan gedun kantor, peralatan dan perlengkapan kantor, kendaraan dinas operasional telah diakomodir oleh Pemerintah Pusat dengan dilaksanakan pengamanan aset negara oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang merupakan salah satu eselon 1 pada Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan sebagai Pengelola Barang Milik Negara dengan mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.06/2019 tentang Pengasuransian Barang Milik Negara yang ditetapkan pada tanggal 21 Juni 2019. Lingkup yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini objek Barang Milik Negara yang diasuransikan baru terbatas pada gedung dan bangunan. Gedung dan bangunan ini juga harus memenuhi kriteria mempunyai dampak terhadap pelayanan umum apabila rusak atau hilang dan/atau menunjang kelancaran tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan.

Pengasuransian Barang Milik Negara yang berada pada Kementerian /Lembaga secara bertahap dianggarkan dalam APBN Tahun Anggaran 2020 kepada 10 Kementerian/Lembaga berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 118/KM.6/2020 tentang Tahapan Pengasuransian pada Kementerian/Lembaga yang ditetapkan pada tanggal 10 Juni tahun lalu. Dengan tiga kriteria bangunan pada Kementerian/Lembaga yang diasuransikan yaitu Barang Milik Negara berupa gedung dan bangunan yang digunakan sebagai kantor, gedung dan bangunan yang digunakan sebagai fasilitas pendidikan dan atau/ gedung dan bangunan yang digunakan sebagai fasilitas kesehatan.

Dengan berbagai kejadian bencana alam yang terjadi, program asuransi BMN telah berhasil menutupi kerugian pemerintah sebesar Rp 1,14 milyar dari nilai klaim 18 BMN yang terdampak bencana. Terhitung sejak Tahun Anggaran 2021menurut rilis dari website resmi DJKN, program pengasuransian BMN yang dikuasai pada Kementerian/Lembaga akan semakin bertambah dengan target sebanyak 68 Kementerian/Lembaga. Dengan data tahun 2020 sebanyak 13 Kementerian/Lembaga telah terdaftar sebagai peserta asuransi BMN yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Pertahanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Sosial, Kementerian PPN/Bappenas, DPR RI, DPD RI, BMKG, LKPP, Lemhanas, BPKP, dan LPP TVRI dengan total 2.112 objek yang diasuransikan dan total nilai pertanggungan sebesar Rp 17,05 triliun.

Perlunya proses identifikasi risiko atas terjadinya bencana alam sehingga dapat dimitigasi dengan diasuransikan aset-aset negara baik aset yang dalam penguasaan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Dengan telah diasuransikannya aset negara tersebut selain tidak perlu menunggu alokasi anggaran tahun berikutnya untuk melakukan rehabilitasi atas gedung dan bangunan milik instansi Pemerintah yang rusak dan hancur karena terdampak bencana alam namun juga pemberian pelayanan kepada masyarakat pun dapat segera dilakukan dengan telah dibangunnya kembali gedung dan bangunan tersebut.


Penulis: Kristijanindyati Puspitasari

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini