Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Penyelesaian Piutang Negara Dengan Jaminan Surety Bond
Margono Dwi Susilo
Rabu, 20 Januari 2021 pukul 08:15:00   |   8960 kali

Oleh: Margono Dwi Susilo

Pemerintah, dalam hal ini Kominfo dan Kemenkeu, membuat terobosan penyelesaian piutang negara dengan fasilitas surety bond. Surety Bond adalah suatu bentuk perjanjian antara dua pihak, dimana pihak yang satu ialah Pemberi Jaminan (Surety) yang memberi jaminan untuk Pihak Kedua yaitu Principal (Penyedia Jasa) untuk kepentingan Oblegee (Pemilik Proyek), bahwa apabila pihak yang dijamin (Principal) yang oleh karena lalai atau gagal melaksanakan kewajibannya menyelesaikan pekerjaan yang dijanjikan kepada Oblegee, maka Pihak Surety sebagai penjamin akan menggantikan kedudukan pihak yang dijamin untuk membayar ganti rugi maksimal sampai dengan batas jumlah jaminan yang diberikan Surety.

Menurut Ricardo Simanjuntak dalam artikelnya tahun 2001 (www.hukumonline.com) yang berjudul “Surety Bond dan Kepastian Hukum Perjanjian di Indonesia” surety bond merupakan produk inovatif perusahaan asuransi sebagai upaya pengambilalihan potensi risiko kerugian yang mungkin dapat dialami oleh suatu pihak atas kepercayaan yang diberikannya kepada pihak lain dalam pelaksanaan kontrak yang telah disepakati oleh mereka. Pada prinsipnya surety bond sama dengan bank garansi, perbedaanya hanya terletak pada siapa yang memberikan jaminan, jika surety bond pemberi jaminan adalah perusahaan asuransi, maka pada bank garansi adalah perbankan.

Dalam praktek, surety bond kalah pamor dengan garansi bank. Bila dikaji lebih dalam, respons positif yang belum begitu kuat muncul dari kalangan pelaku usaha terhadap penggunaan surety bond tidak selalu disebabkan karena belum gencarnya sosialisasi ataupun pengiklanan produk penjaminan tersebut oleh kalangan asuransi di masyarakat. Akan tetapi, lebih disebabkan oleh beberapa kasus ketidakpastian penyelesaian klaim surety bond itu sendiri.

Dalam banyak kasus, pencairan surety bond tersebut sering sekali sangat bergantung kepada pernyataan bersalah dari pihak yang dijamin (principal). Padahal belum tentu pihak tersebut dapat secara gentlemen mengakui kesalahannya. Adanya beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pencairan surety bond tersebut membuat pasar tidak begitu baik menyerap inovasi produk penjaminan yang diterbitkan asuransi tersebut.


Prinsip-prinsip penjaminan dalam surety bond itu sendiri sebenarnya telah lama dikenal dalam KUH Perdata. Jaminan tertulis yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi tersebut lebih dikenal dengan lembaga jaminan perorangan (borgtocht) yang diatur dari mulai Pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUH Perdata. Dari definisi penanggungan yang diterangkan oleh Pasal 1820 ditekankan bahwa penjaminan merupakan persetujuan yang bersifat accesoir yang pelaksanaannya akan sangat bergantung kepada perjanjian pokok yang mendasari terbitnya perjanjian jaminan tersebut. Artinya, bila perjanjian pokok yang melatar belakangi terbitnya surety bond tersebut batal, maka akan mengakibatkan pula perjanjian surety bond sebagai perjanjian accesoir-nya batal (1821 KUH Perdata).


Dalam kasus pengurusan piutang negara yang diurus oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), terdapat penyerahan piutang negara macet penyerahan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika atas nama debitor salah satu perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi, sebut saja PT B.


PT B pada mulanya menjalin perjanjian investasi dengan Pemerintah dalam bentuk pemanfaatan jaringan CDMA (code division multiple access) dengan layanan operator telekomunikasi. Karena perkembangan tekonologi, jaringan CDMA kalah pamor dan memerlukan investasi tambahan yang sangat besar untuk merubah menjadi LTE/4G. Sejak itu terjadi piutang macet yang harus dibayar kepada negara. Karena tidak segera dibayar dan piutang tersebut macet maka sesuai peraturan perundang-undangan Kementerian Kominfo menyerahkan penagihan pengurusan piutang atas nama PT.B kepada PUPN DKI Jakarta.


Dalam proses penagihan oleh PUPN diketahui bahwa terhadap piutang negara atas nama PT B dijamin dengan surety bond oleh perusahaan asuransi. Kerjasama antara PUPN dan Kominfo berhasil mencairkan surety bond tersebut secara bertahap untuk menambah pundi-pundi penerimaan negara.


Saat ini, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.06/2020 tentang Pengelolaan Piutang Negara pada Kementerian Negara/Lembaga, Bendahara Umum Negara dan Pengurusan Sederhana oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PMK 163), telah diatur secara cukup jelas dan luas tugas dan wewenang Kementerian Negara/Lembaga dalam mengelola Piutang Negara. Salah satu yang patut dikutip dalam tulisan ini adalah kewenangan yang dimiliki oleh Menteri/Pimpinan Lembaga untuk meminta jaminan penyelesaian utang, termasuk jaminan penyelesaian berupa surety bond. Hal ini dituangankan dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b PMK 163, yang berbunyi, “Menteri/Pimpinan Lembaga dalam pengelolaan Piutang Negara pada Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya berwenang meminta jaminan meliputi namun tidak terbatas pada asuransi, bank garansi, surety bond, jaminan kebendaan atau perorangan kepada pihak Penanggung Utang untuk menjamin dilunasinya Piutang Negara secara menyeluruh dan tepat waktu.”

Dengan pengalaman praktik di PUPN DKI Jakarta dan regulasi di PMK 163 diharapkan Kementerian Negara/Lembaga sebagai pemilik piutang dapat lebih kreatif untuk mendapatkan jaminan penyelesaian piutangnya, termasuk dengan menggunakan surety bond.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini