Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Analisis Dampak Covid-19 Terhadap Nilai Sewa Kantin di Kota Pekanbaru
Eva Resia
Jum'at, 11 Desember 2020 pukul 09:07:26   |   3569 kali

Rofiq Khamdani Yusuf, Iqbal Yasir Siregar, Wira Okta Levi, Wahyu Lestari, dan Gloria Kartika Simbolon

(KPKNL Pekanbaru)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis dampak pendemi Covid-19 terhadap nilai sewa kantin di Kota Pekanbaru. Data diperoleh melalui wawancara dan observasi lapangan. Penghasilan para pelaku usaha kantin di wilayah perkantoran pemerintahan mengalami penurunan yang signifikan sebesar 58% dibandingkan dengan penghasilan sebelum adanya pandemi. Perubahan pendapatan ini menjadi alasan untuk meminta adanya relaksasi terhadap sewa kantin. Hasil perhitungan menunjukkan rata-rata willingness to pay adalah sebesar Rp863.137,50 sedangkan rata-rata ability to pay sebesar Rp1.513.200,00 dan rata-rata sewa sebelum pandemi adalah sebesar Rp1.467.428,03. Hasil pengujian hipotesis untuk willingness to pay menunjukkan bahwa ability to pay berpengaruh positif dan signifikan terhadap willingness to pay.

Kata kunci: Pendapatan, Sewa, Willingness to Pay (WTP ), Ability to Pay (ATP)

1. PENDAHULUAN

Pandemi Corona atau dikenal dengan Covid-19 yang menerpa Indonesia sejak kasus pertama kali diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 Maret 2020, memerlukan adanya adaptasi dengan tatanan kehidupan baru di masyarakat. Dampak dari adanya Covid-19 tidak hanya berpengaruh pada kesehatan, namun juga berdampak pada kehidupan sosial dan perekonomian masyarakat. Beberapa kebijakan dan aturan baru dibuat untuk mencegah penyebaran virus corona, diantaranya dengan menerapkan 3 (tiga) M yaitu menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun, dan menghindari kerumunan. Bahkan dalam pelaksanaan aktivitas pendidikan, jika sebelumnya dilakukan dengan kegiatan belajar mengajar tatap muka, diubah untuk sementara waktu secara daring. Demikian juga dalam aktivitas perkantoran, jika sebelumnya dilaksanakan dengan work from office, akibat adanya pandemi disesuaikan menjadi work from home (wfh).

Dampak Covid-19 sangat berpengaruh pada ekonomi global, termasuk juga Indonesia yang merasakan penurunan pertumbuhan ekonomi sampai dengan triwulan III tahun 2020. Laporan Badan Pusat Statistik, sampai dengan Triwulan III Tahun 2020 Indonesia mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 3,49% (y-on-y), meskipun dibandingkan dengan triwulan II telah mengalami peningkatan sebesar 5,05% (q-to-q). (BPS-2020). Mengutip pernyataan Ibu Menteri Keuangan, pandemi Covid-19 berdampak pada perekonomian Indonesia terutama pada penurunan daya beli masyarakat dan penurunan hasil ekspor Indonesia. Seluruh sendi kehidupan masyarakat mendapatkan tekanan ekonomi. (Kontan,2020)

Dampak pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak di level nasional namun juga berdampak di daerah. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau pada triwulan III Tahun 2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,67% (y-on-y), namun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan sebesar 5,78% (q-to-q). Besaran kontraksi pertumbuhan di Riau relatif lebih rendah dibandingkan dengan kontraksi pertumbuhan ekonomi nasional. Meskipun Provinsi Riau berkontribusi sebesar 4,70% terhadap perekonomian nasional dan terbesar kedua provinsi di luar Jawa dengan PDRB sebesar Rp187,48 triliun, namun dampak pandemi terhadap perekonomian sangat nyata terlihat dari adanya kontraksi dalam pertumbuhannya.

Tingkat inflasi (umum) nasional pada bulan November 2020 sebesar 0,28 persen atau lebih tinggi dibandingkan bulan Oktober 2020 sebesar 0,07 persen. Untuk Provinsi Riau, tingkat inflasi bulan November 2020 sebesar 0,33 persen atau lebih kecil dibandingkan dengan bulan Oktober sebesar 0,56 persen, sedangkan tingkat inflasi di Kota Pekanbaru pada bulan November 2020 sebesar 0,31 persen atau lebih kecil dibandingkan dengan bulan Oktober sebesar 0,59 persen. (BPS, 2020). Rendahnya tingkat inflasi merupakan indikator adanya pertumbuhan ekonomi yang rendah.

Adanya kebiasaan baru masyarakat dengan mengurangi aktivitas di luar ruangan menjadi pemicu terpuruknya sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Tatanan kehidupan baru berupa penerapan wfh, sekolah daring, pembatasan sosial berskala besar maupun pembatasan sosial berskala regional atau mikro sangat berdampak pada UMKM. Rendahnya daya beli dan konsumsi masyarakat sebagai akibat dari adanya pandemi akan mengganggu proses produksi dan perdagangan. Sektor UMKM yang tidak mengalami dampak yang signifikan pada saat terjadi krisis moneter tahun 1997, saat ini malah menjadi salah satu pelaku ekonomi yang sangat terdampak.

Sebagaimana tersebut dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008, kriteria UMKM adalah memiliki kekayaan bersih maksimal Rp10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp50 miliar. Sampai dengan bulan Juni 2020 terdapat 2.322 koperasi dan 185.184 pelaku usaha UMKM terdampak pandemik Covid-19, utamanya yang bergerak di bidang kebutuhan sehari-hari, makanan, dan minuman. Jumlah UMKM di Indonesia menopang sebesar 97% dari total keseluruhan usaha dan menyediakan lapangan kerja sebesar 50% dari total jumlah tenaga kerja. Sedangkan jumlah UMKM di Kota Pekanbaru, sampai dengan bulan November 2020 terdapat 15.126 pelaku usaha mikro kecil dan menengah.

Salah satu UMKM yang terdampak di lingkungan perkantoran maupun sekolah adalah kantin atau warung makan baik yang dikelola oleh koperasi maupun yang dikelola oleh perorangan. Selain perubahan perilaku masyarakat yang cenderung menahan untuk keluar rumah, kebijakan wfh dan juga PSBB menjadi penyebab utama penurunan pendapatan para pelaku usaha kantin. Akibat menurunnya pendapatan kotor menjadi salah satu alasan untuk pelaku usaha kantin meminta pengurangan harga sewa, bahkan dalam hal pendapatan kotor tidak dapat menutup biaya operasional, pihak pelaku usaha kantin lebih memilih untuk menghentikan operasional kantinnya. Akibatnya banyak tempat atau lokasi yang sebelumnya digunakan untuk usaha kantin menjadi kosong, sehingga akan berdampak pada nilai sewa tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk usaha. Salah satu faktor yang dampaknya sangat luas dan mempengaruhi nilai properti adalah faktor permintaan dan penawaran. Jika penawaran tetap, sedangkan permintaan semakin menurun maka nilai properti akan turun. Nilai Properti selain dipengaruhi oleh karakteristik fisik properti dimaksud juga akan dipengaruhi oleh faktor eksternal.

Harga sewa atas kantin atau warung makan bagi para pelaku usaha seharusnya masih mempertimbangkan tingkat kemampuan bayar (Ability to Pay/ATP) dan tingkat kemauan bayar (Willingness to Pay/WTP). Kemampuan bayar sewa merupakan besaran harga sewa yang dapat dibayarkan oleh calon penyewa/penyewa dengan mempertimbangkan pendapatan dan fasilitas yang didapatkan, sedangkan kemauan bayar sewa merupakan harga sewa yang bersedia dibayarkan oleh calon penyewa/penyewa untuk menempati tempat usaha dan memperoleh manfaat serta menikmati fasilitas-fasilitas yang disediakan.

Penelitian akan nilai sewa kantin menarik dilakukan mengingat sebagian besar pemanfaatan BMN di Kota Pekanbaru adalah kantin, dan saat ini sangat terdampak oleh pandemi Covid-19. Selain itu, keberadaan kantin baik di lingkungan kerja maupun sekolah secara langsung memberikan manfaat bagi pegawai/murid, dan secara tidak langsung berpengaruh kepada kinerja pegawai.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kantin merupakan ruang tempat menjual minuman dan makanan (di sekolah, di kantor, di asrama dan sebagainya). Warung makan atau kantin merupakan tempat makan yang sederhana. Sedangkan menurut Wojowasito dan Poerwodarminto (Marsyangm, 1999:71), kantin merupakan restoran yang berhubungan dengan kantor, pabrik dan sekolah, tempat dimana para pekerja atau pelajar biasa mendapatkan makan siang atau coffee break, yaitu acara minum kopi disertai makanan kecil atau selingan jam kerja, jam belajar atau dalam acara rapat-rapat atau seminar.

Menurut Supardi, Rudianto, Mukminin (Mitra Wacana Media, 2010:10-11), faktor-faktor yang mempengaruhi nilai suatu properti dibedakan dalam empat faktor yaitu, faktor permintaan dan penawaran, faktor fisik properti, faktor perletakan dan lokasi properti, dan faktor kenegaraan. Faktor permintaan dan penawaran dianggap sebagai faktor yang sangat luas dan menyeluruh dampaknya, sedangkan faktor fisik properti terkait dengan jenis, kegunaan, ukuran, bentuk, desain dan kontruksi bangunan. Faktor lokasi dianggap sebagai faktor terkuat dalam menentukan nilai properti, sedangkan faktor kenegaraan terkait dengan faktor ekonomi, sosial dan politik negara.

Menurut Putri, Iqbal, Juliantina (Cantilever, 2018:2), zona keleluasaan dalam menentukan harga terhadap ATP dan WTP adalah:

a. Harga sewa lebih kecil dari nilai ATP dan WTP

Harga sewa lebih kecil dari nilai daya beli pelaku usaha kantin. Para pelaku usaha akan memilih untuk tetap menjalankan usahanya.

b. Harga sewa sama dengan nilai ATP dan WTP

Harga sewa berlaku hampir sama dengan daya beli pelaku usaha kantin, sehingga tidak semua pelaku usaha dapat menyewa lokasi tersebut, sehingga para pelaku usaha yang tidak mampu akan mempertimbangkan untuk mencari alternatif lokasi lainnya.

c. Harga sewa lebih besar dari nilai ATP dan WTP

Harga sewa yang berlaku melebihi daya beli pelaku usaha kantin, sehingga para pelaku usaha akan mencari lokasi lain untuk keberlangsungan usahanya.

Dalam penentuan harga sewa kantin sering terjadi ketidaksesuaian antara ATP dengan WTP, sehingga akan muncul beberapa kondisi sebagai berikut:

a. ATP>WTP

Kondisi ini menunjukkan kemampuan membayar lebih besar dari keinginan membayar. Hal ini terjadi bila pelaku usaha mempunyai pendapatan relatif tinggi, sehingga pelaku usaha bebas memilih lokasi usaha.

b. ATP=WTP

Kondisi ini menunjukkan kemampuan membayar sama dengan keinginan membayar. Pada kondisi ini telah terjadi keseimbangan antara kemampuan dan keinginan dari pelaku usaha.

c. ATPMETODE PENELITIAN

Obyek yang dijadikan sampel penelitian adalah kantin yang berada di instansi pemerintah maupun sekolah yang berada di Kota Pekanbaru dan telah melaksanakan survei atas 30 (tiga puluh) kantin. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membayar Putri, Iqbal, Juliantina menggunakan metoda sebagai berikut:

a. Penentuan kemampuan bayar dengan analisis ability to pay

Untuk mengetahui kemampuan para pelaku usaha kantin dalam membayar sewa, ditetapkan nilai ATP maksimal 30% dari pendapatan.


b. Penentuan harga sewa dengan analisis willingness to pay

Untuk mengetahui besarnya kemauan bayar pelaku usaha dengan menggunakan Contingent Valuation Method (CVM) yaitu melakukan perhitungan secara langsung dengan langsung menanyakan kesediaan untuk membayar kepada pelaku usaha.

c. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan membayar

Variabel yang digunakan adalah luas tanah, luas bangunan, pendapatan, dan fasilitas (listrik dan air). Luas tanah merupakan luasan tanah yang disewa dan digunakan untuk usaha kantin. Luas bangunan merupakan luasan bangunan yang disewa dan digunakan untuk kantin. Pendapatan merupakan kemampuan untuk membayar sewa (ATP), dan fasilitas merupakan fasilitas air dan listrik yang dinyatakan dalam variabel dummy, yaitu nilai 0 untuk yang terdapat fasilitas dan nilai 1 untuk yang tidak ada fasilitas.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Responden merupakan pelaku usaha kantin yang ada di Kota Pekanbaru dan melakukan usaha di lingkungan perkantoran dan sekolah. Sebanyak 12 (dua belas) responden atau 40% berada di lingkungan perkantoran Pemerintah Daerah, 12 (dua belas) responden atau 40% berada di lingkungan perkantoran Pemerintah Pusat, dan 6 (enam) responden atau 20% berada di lingkungan Pemerintah Daerah dan Pusat.

Rata-rata besaran pendapatan para responden per bulan sebelum pandemi Covid-19 adalah sebesar Rp11.950.000,00, sedangkan rata-rata pendapatan responden pada masa pandemi adalah sebesar Rp5.044.000,00 atau mengalami penurunan sebesar 58% atau sebesar Rp6.906.000,00 per bulan. Rata-rata para responden telah membuka usaha kantin selama 4,4 tahun dengan rata-rata biaya sewa per bulan sebelum pandemi Covid-19 adalah sebesar Rp1.467.428,03. Tidak terdapat perbedaan biaya sewa sebelum pandemi Covid-19 dan saat pandemi Covid-19.

Rata-rata WTP para responden adalah sebesar Rp863.137,50. Dengan mengasumsikan bahwa WTP sebelum pandemi adalah harga sewa yang telah dibayarkan, maka WTP mengalami penurunan sebesar 41,18%.

A. Analisis Ability to Pay

Untuk melakukan analisa kemampuan membayar para responden dalam hal ini adalah para pelaku usaha kantin dengan melalukan analisis ability to pay. Kemampuan bayar sewa untuk kantin maksimal 30% dari penghasilan termasuk didalamnya pembayaran untuk fasilitas. Berdasarkan hasil survei, rata-rata ATP yang mampu dibayarkan oleh para responden adalah Rp1.513.200,00 per bulan.


B. Analisis Willingness to Pay

Untuk melakukan analisa kemauan bayar responden maka dilakukan dengan melakukan perhitungan hasil wawancara langsung kesediaan membayar sewa kantin. Berdasarkan hasil survei, rata-rata harga sewa yang bersedia untuk dibayarkan oleh para responden saat pandemi Covid-19 adalah sebesar Rp863.137,50 per bulan.

C. Hubungan Variabel yang Mempengaruhi WTP

Terdapat beberapa variabel yang dianggap mempengaruhi WTP, diantaranya adalah luas tanah, luas bangunan, pendapatan, dan fasilitas (listrik dan air). Berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil:

Dependent Variable: WTP

Method: Least Squares

Sample: 1 30

Included observations: 30

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C

-420447.0

370244.8

-1.135592

0.2669

LUASTANAH

-628.4378

9647.771

-0.065138

0.9486

LUASBANGUNAN

8583.461

9076.709

0.945658

0.3534

ATP

0.379905

0.161050

2.358926

0.0265

FASILITAS

344339.3

274211.7

1.255743

0.2208

R-squared

0.353666

Mean dependent var

704137.3

Adjusted R-squared

0.250252

S.D. dependent var

776993.8

S.E. of regression

672783.2

Akaike info criterion

29.82725

Sum squared resid

1.13E+13

Schwarz criterion

30.06078

Log likelihood

-442.4087

Hannan-Quinn criter.

29.90195

F-statistic

3.419920

Durbin-Watson stat

2.656367

Prob(F-statistic)

0.023162

Dari data di atas diketahui bahwa WTP dipengaruhi secara bersama-sama variabel luas tanah, luas bangunan, pendapatan dan fasilitas. Hal ini ditunjukkan oleh nilai F hitung 3,41 > F Tabel 2,53. Dari hasil regresi diketahui R² sebesar 35,36% mengandung arti bahwa 35,36% variabel WTP dapat dijelaskan oleh variabel luas tanah, luas bangunan, ATP (ability to pay) dan fasilitas, sedangkan 64,64% dijelaskan oleh variabel lain.

Dari 4 (empat) variabel bebas, nilai prob. t statistik variabel ATP sebesar 0.0265 < α (0,05), sehingga secara parsial variable ATP secara signifikan mempengaruhi WTP, dan variabel ATP berpengaruh positif terhadap WTP sebesar 0,227943 sehingga jika terjadi kenaikan ATP sebesar Rp1,- maka akan terjadi kenaikan WTP sebesar 0,23 begitu juga sebaliknya, jika terjadi penurunan ATP sebesar Rp1,- maka akan terjadi penurunan WTP sebesar 0,23. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara ATP dan WTP.

Sedangkan untuk variabel luas tanah, luas bangunan dan fasilitas, secara parsial tidak berpengaruh singnifikan terhadap WTP karena nilai prob. t statistik > α (0,05), yaitu untuk luas tanah sebesar 0.9486, luas bangunan 0,3534, dan fasilitas sebesar 0,2208. Dari keempat variabel bebas, luas tanah memiliki hubungan negatif dengan WTP, artinya ketika terjadi pertambahan luas tanah yang disewakan maka akan mengurangi WTP.

D. Hubungan Willingness To Pay dan Ability To Pay

Penurunan pendapatan para responden sebagai pelaku usaha kantin menunjukkan adanya pengaruh pandemi Covid-19 terhadap usaha responden. Tingginya penurunan pendapatan lebih dari 50% menjadi salah satu alasan para responden untuk meminta kepada pemilik properti untuk menurunkan harga sewa.

Dari hasil survei diketahui bahwa rata-rata nilai ATP sebesar Rp1.513.200,00 lebih besar dibandingkan nilai WTP yaitu sebesar Rp863.137,50 maupun nilai sewa sebelum pandemi sebesar Rp1.467.428,03. Hal ini menunjukkan bahwa para pelaku usaha kantin masih memiliki kemampuan untuk tetap melanjutkan sewa dan menjalankan usahanya, meskipun secara persentase, besaran penurunan pendapatan sebesar 58% lebih besar dibandingkan dengan persentase WTP dibandingkan dengan nilai sewa sebelum pandemi sebesar 41,18%.

Jarak antara ATP maksimal dengan biaya sewa sebelum atau saat pandemi Covid-19 sangat tipis atau ATP hanya lebih tinggi Rp45.771,97 dari biaya sewa. Hal ini akan mengakibatkan beberapa pelaku usaha mulai berpikir mencari solusi usaha lain atau mencari lokasi lain. Untuk itu, perlu adanya sebuah kebijakan untuk dapat mengatasi hal ini. Kebijakan dapat berupa meningkatkan ATP atau menurunkan biaya sewa.

5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dampak pandemi Covid-19 terhadap sewa kantin di Kota Pekanbaru dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pandemi Covid-19 memiliki dampak pada pendapatan pelaku usaha kantin di sekitar kantor pemerintahan yang menurun sebesar 58%. Penurunan pendapatan ini menjadi alasan para pelaku usaha untuk meminta adanya relaksasi sewa dengan penurunan harga sewa.

2. Rata-rata nilai ability to pay para pelaku usaha kantin sebesar Rp1.513.200,00 lebih besar dibandingkan willingness to pay sebesar Rp863.137,50 atau sedikit lebih tinggi dari nilai sewa sebelum dan saat pandemi sebesar Rp1.467.428,03. Hal ini mengindikasikan bahwa para pelaku usaha kantin akan tetap melanjutkan usahanya dan melanjutkan sewa, meskipun beberapa pelaku usaha sudah mulai mencari solusi usaha lain atau lokasi usaha lain.

3. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi willingness to pay, diketahui bahwa faktor ability to pay merupakan faktor yang secara signifikan mempengaruhi WTP dimasa pandemi Covid-19, semakin bertambah ATP akan meningkatkan WTP, demikian juga ketika ATP menurun maka WTP juga menurun.


DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (2020). Badan Pusat Statistik. Diambil kembali dari www.bps.go.id/subject/3/inflasi.html

Kementerian Keuangan (2020). Kementerian Keuangan. Diambil kembali dari www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/menkeu-triwulan -iii-2020

Untung Supardi ADV.DEM, Msi, Heri Basuki Rudianto, S.H., M.T., Mohammad Luthfi Amirul Mukminin (2010). Mitra Wacana Media. Penilaian dan Properti

KKBI (2020). Diambil dari https://kbbi.web.id/kantin

Andi Amri (2020). Jurnal Brand. Dampak Covid-19 Terhadap UMKM di Indonesia

Imam Basuki dan Steven Chuadinata (2019). Jurnal Ekonomi dan Keuangan. Diambil dari https://www.neliti.com/id/publications/14784/analisis-ability-to-pay-dan-willingness-to-pay-pengguna-jasa-kereta-api-bandara. Analisis Ability to Pay dan Willingness to Pay Pengguna Jasa Kereta Api Bandara Kualanamu

Faradiyah Hildy Putri, Maulid M. Iqbal, Ika Juliantina (2018). Cantilever_Jurnal Penelitian dan Kajian Teknil Sipil. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kemauan Bayar Penghuni Rusunawa

Muhammad Hafiz Ramadhan (2011). Jurnal Ekonomi dan Kebijakan. Diambil dari https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jejak/article/view/4634. Analisis Tingkat Kapitalisasi Properti Perkantoran Sewa di Kawasan Central Business Development

Drs. S. Wojowasito dan W.J.S. Poerwardaminta (1999). Marsyangm. Diambil dari http://pariwisatadanteknologi.blogspot.com/2010/06/pengertian-dan-klasifikasi-rumah-makan.html

Kontan (2020). Kontan.co.id. Diambil dari www.nasional.kontan.co.id/news/-ini-penyebab-tingkat-konsumsi-rumah-tanggal-melemah-di-kuartal-kedua-2020
http://www.depkop.go.id/read/sektor-umkm-jadi-kunci-pemulihan-ekonomi-di-tengah-pandemi

https://www.beritasatu.com/iman-rahman-cahyadi/ekonomi/642537/2322-koperasi-dan-185184-umkm-terdampak-covid19

Pemerintah Kota Pekanbaru (2020). Pemko Pekanbaru. Diambil kembali dari https://pekanbaru.go.id/p/news/diskop-data-15-126-pelaku-umkm-di-pekanbaru

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini