Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Gugatan Perbuatan Melawan Hukum pada Pelaksanaan Lelang
Yenni Ratna Pratiwi
Selasa, 13 Oktober 2020 pukul 08:55:30   |   3071 kali

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) baru saja selesai mengadakan kegiatan Musyawarah Nasional VI Perkumpulan Pejabat Lelang Negara (PPLN) yang dilaksanakan secara virtual pada tanggal 5-6 Oktober 2020 dengan tajuk penguatan peran PPLN dalam peningkatan profesionalisme pejabat lelang. Organisasi yang sebelumnya memiliki nama Pengurus Ikatan Pejabat Lelang Indonesia (IPLI), diinisiasi oleh para pejabat lelang pada tahun 2001 dan terus disempurnakan hingga saat ini.

Saat ini Perkumpulan Pejabat Lelang Negara (PPLN) terus berbenah diri agar dapat diakui sebagai suatu organisasi profesi yang sah di Indonesia. Salah satu tantangan dalam menjalankan setiap profesi adalah adanya ketidakpuasan pihak lain terhadap hasil kerja seorang profesional, apalagi jika profesi tersebut berhubungan langsung dengan kepentingan-kepentingan hukum setiap subjek hukum.

Dalam beberapa kasus gugatan terhadap pelaksanaan lelang, yang menjadi petitum penggugat adalah Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Gugatan tersebut dilayangkan ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) karena penggugat merasa bahwa pelaksanaan lelang tidak sesuai dengan peraturan atau bertentangan dengan kepatutan dan melanggar hal milik barang serta bertentangan dengan kewajiban hukum si penjual untuk mengoptimalkan harga jual lelang.

Lelang sebagai suatu lembaga hukum, sudah ada pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan sejak zaman Hindia Belanda. Peraturan tersebut terdapat pada Vendu Reglement atau VR yang diumumkan pada Staatblad 1908 nomor 189 dan perubahannya yang masih berlaku hingga saat ini.

Pada gugatan perkara perdata, para pihak dalam berperkara umumnya terdiri dari penggugat, tergugat dan juga pihak lain yang ikut ditarik dalam suatu perkara. Dikutip dari website hukumonline.com, dalam buku berjudul Hukum Acara Perdata: Dalam Teori dan Praktek (Hal. 3) mengatakan, penggugat adalah seorang yang “merasa” bahwa haknya dilanggar dan menarik orang yang “dirasa” melanggar haknya itu sebagai tergugat dalam suatu perkara ke depan hakim. Di dalam hukum acara perdata, inisiatif, yaitu ada atau tidak adanya suatu perkara, harus diambil oleh seseorang atau beberapa orang yang merasa, bahwa haknya atau hak mereka dilanggar, yaitu oleh penggugat atau para penggugat.

Disisi lain, ketika penggugat akan mengajukan gugatannya di Pengadilan, pengadilan akan selalu menerima perkara yang diajukan oleh siapapun yang merasa kepentingan hukumnya dirugikan selama dokumen gugatannya telah lengkap sesuai peraturan yang berlaku. Hal ini ditegaskan dalam pasal 10 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, sebagai berikut :

(1) pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

(2) ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian”

Pengadilan akan memeriksa, mengadili, dan memutus semua gugatan yang masuk. Sehingga ketika KPKNL digugat ke pengadilan oleh debitur, belum tentu KPKNL melanggar peraturan yang berlaku dalam pelaksanaan lelang. KPKNL harus mengikuti proses berperkara dan membuktikan bahwa pelaksanaan lelang tidak ada yang melanggar peraturan yang berlaku.

Gugatan perdata yang biasa dilayangkan kepada pejabat lelang adalah Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Berdasarkan pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang berbunyi, “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.” Dari bunyi pasal tersebut, maka dapat ditarik unsur-unsur PMH sebagai berikut :

1. Ada perbuatan melawan hukum;

Perbuatan yang melawan hukum berarti adanya perbuatan atau tindakan dari pelaku yang melanggar/ melawan hukum.

2. Ada kesalahan;

Kesalahan ini ada 2 (dua), bisa karena kesengajaan atau karena kealpaan. Kesengajaan maksudnya ada kesadaran yang oleh orang normal pasti tahu konsekuensi dari perbuatan itu akan merugikan orang lain. Sedangkan kealpaan berarti adanya perbuatan yang mengabaikan sesuatu yang mestinya dilakukan, atau tidak berhati-hati atau teliti sehingga menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Namun demikian adakalanya suatu keadaan tertentu dapat meniadakan unsur kesalahan, misalnya dalam hal keadaan memaksa (overmacht) atau si pelaku tidak sehat pikirannya (gila).

3. Ada hubungan sebab akibat antara kerugian dan perbuatan;

Maksudnya, ada hubungan sebab akibat antara perbuatan yang dilakukan dengan akibat yang akan muncul karena kejadian tersebut. Kerugian tidak akan terjadi jika pelaku tidak melakukan perbuatan melawan hukum tersebut.

4. Ada kerugian;

Akibat perbuatan pelaku menimbulkan kerugian. Kerugian disini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu Materiil (kerugian karena tabrakan mobil, hilangnya keuntungan, ongkos barang, biaya-biaya dan lain-lain) dan Immateril (ketakutan, kekecewaan, penyesalan, kehilangan semangat hidup yang pada prakteknya akan dinilai dalam bentuk uang).

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap orang yang merasa dirugikan akan menggugat ke pengadilan dan pengadilan akan selalu menerima perkara yang diajukan kepadanya. Ketika ada pihak yang mempersoalkan pejabat lelang dalam kaitan dengan tugas profesinya, maka hal yang perlu dilihat adalah apakah pelaksanaan lelang tersebut telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kelengkapan dokumen pelaksanaan lelang mutlak harus dipenuhi, Sepanjang semua aspek telah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku yaitu yang pada saat ini masih berlaku adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, maka niat untuk menyulitkan seorang pejabat lelang karena melaksanakan tugas profesi tidak akan berhasil.

Sumber :

https://www.hukumonline.com­

M. Yahya Harahap, 2012, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika.

Penulis : Deni Atif Hidayat

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini