Sharing Economy
Beberapa tahun lalu Rhenald Kasali, Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, memperkenalkan istilah sharing economy. Konsep ekonomi berbagi (sharing economy) dianggap sebagai terobosan yang lebih maju dibandingkan konsep owning economy (ekonomi berbasis kepemilikan). Pada saat itu sharing economy banyak dikaitkan dengan pemanfaatan kendaraan bermotor melalui aplikasi Gojek dan Grab serta properti melalui aplikasi Airbnb. Masyarakat yang ingin merasakan tinggal di suatu apartemen misalnya, tidak perlu membeli namun bisa menyewa (secara harian, mingguan, bulanan, atau tahunan) dari pemilik apartemen melalui aplikasi Airbnb. Lebih murah serta tidak perlu membayar biaya IPL, satpam, dan lain sebagainya. Seiring waktu jumlah perusahaan yang menyediakan aplikasi penyewaan properti juga semakin berkembang, saat ini selain Airbnb juga ada Oyo, Red Doorz, Travelio, dan lain-lain. Demikian juga dengan kendaraan bermotor (mobil maupun sepeda motor) masyarakat tidak perlu memiliki sendiri dan direpotkan dengan sulitnya mencari tempat parkir maupun mahalnya biaya pemeliharaan, masyarakat selaku pengguna bisa menyewa melalui aplikasi Gojek, Grab, Maxim, Deliveree, dan lain-lain.
Covid-19 dan Fenomena Gowes
Pandemi
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang menyerang Indonesia
sejak awal tahun 2020 membuat masyarakat menggalakkan gaya hidup sehat, hal ini
dilakukan dengan tujuan utama menjaga imunitas tubuh agar tidak mudah terserang
virus. Masyarakat meningkatkan konsumsi makanan dan minuman sehat, dibeberapa e-marketplace besar seperti Tokopedia atau
Bukalapak, bermunculan toko ataupun perseorangan yang menjual jamu dan
empon-empon. Dilihat dari jumlah barang terjual, terlihat bahwa transaksi
penjualan jamu dan empon-empon selama Pandemi Covid-19 cukup besar.
Di
jalanan terlihat peningkatan jumlah anggota masyarakat yang melakukan olahraga
fisik seperti berjalan kaki atau berlari, penggunan Non Motorized Transportation (NMT) seperti sepeda juga meningkat
pesat. Hal ini tentu menggembirakan, karena menunjukkan meningkatnya kesadaran
untuk hidup sehat. Meskipun demikian, tidak semua orang mampu dan mau membeli
sepeda. Sebagian orang tidak punya cukup alokasi untuk membeli sepeda, sebagian
lagi mungkin tidak memiliki tempat untuk parkir sepeda, sebagian yang lain ragu
untuk membeli karena hanya digunakan 2 atau 3 minggu sekali. Disinilah muncul peluang
bisnis baru, yaitu penyewaan sepeda.
Penyewaan Sepeda
Di kota Banda Aceh tempat penulis bertugas, saat ini terdapat lebih dari 10 tempat penyewaan sepeda, mereka mengiklankan usahanya melalui media sosial khususnya Instagram. Pemilik usaha juga menawarkan layanan tambahan seperti sewa helm dan layanan antar jemput. Artinya pada level tertentu sepeda telah mengikuti properti dan kendaraan bermotor, bergerak dari owning economy ke sharing economy. Hal ini tentu menggembirakan bagi masyarakat yang ingin bersepeda namun tidak berminat membeli karena berbagai sebab, termasuk penulis sendiri.
Banyak alasan kenapa banyak orang memilih menyewa sepeda dibandingkan membeli, diantaranya ingin mencoba berbagai jenis sepeda (sepeda gunung, sepeda lipat). Penggunaan sepeda yang hanya 2 atau 3 minggu sekali adalah alasan lain, disamping ketiadaan tempat parkir. Beberapa orang yang sudah memiliki sepeda sendiri bahkan juga tertarik untuk menyewa, sekedar untuk mencoba jenis sepeda yang belum pernah digunakan. Penyewaan sepeda memunculkan multiplier effect secara ekonomi, salah satunya di sektor pengangkutan. Banyak penyewa secara kelompok yang meminta layanan antar jemput, yaitu sepeda diantarkan ke suatu lokasi tertentu. Hal ini merupakan berkah pemilik mobil bak terbuka, yang penghasilannya menurun karena Pandemi Covid-19, untuk bisa memperoleh penghasilan tambahan. Multiplier effect lain adalah tereksposnya tempat-tempat wisata lokal di sepanjang jalur gowes yang dilewati para pesepeda.
Pada
akhirnya diharapkan bahwa fenomena maraknya aktivitas gowes di masyarakat bisa
menumbuhkan banyak efek positif: badan yang sehat bagi goweser, serta efek
lanjutan berupa bergeraknya sektor riil yang sedikit banyak turut berkontribusi
bagi Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), tentunya dengan tetap memperhatikan
protokol kesehatan demi memutus mata rantai penyebaran virus corona. Semoga.
-Rachmadi, Kanwil DJKN Aceh-