Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Sharing Economy dan Maraknya Aktivitas Gowes
Anton Wibisono
Senin, 05 Oktober 2020 pukul 17:30:47   |   2835 kali

Sharing Economy

Beberapa tahun lalu Rhenald Kasali, Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, memperkenalkan istilah sharing economy. Konsep ekonomi berbagi (sharing economy) dianggap sebagai terobosan yang lebih maju dibandingkan konsep owning economy (ekonomi berbasis kepemilikan). Pada saat itu sharing economy banyak dikaitkan dengan pemanfaatan kendaraan bermotor melalui aplikasi Gojek dan Grab serta properti melalui aplikasi Airbnb. Masyarakat yang ingin merasakan tinggal di suatu apartemen misalnya, tidak perlu membeli namun bisa menyewa (secara harian, mingguan, bulanan, atau tahunan) dari pemilik apartemen melalui aplikasi Airbnb. Lebih murah serta tidak perlu membayar biaya IPL, satpam, dan lain sebagainya. Seiring waktu jumlah perusahaan yang menyediakan aplikasi penyewaan properti juga semakin berkembang, saat ini selain Airbnb juga ada Oyo, Red Doorz, Travelio, dan lain-lain. Demikian juga dengan kendaraan bermotor (mobil maupun sepeda motor) masyarakat tidak perlu memiliki sendiri dan direpotkan dengan sulitnya mencari tempat parkir maupun mahalnya biaya pemeliharaan, masyarakat selaku pengguna bisa menyewa melalui aplikasi Gojek, Grab, Maxim, Deliveree, dan lain-lain.

Covid-19 dan Fenomena Gowes

Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang menyerang Indonesia sejak awal tahun 2020 membuat masyarakat menggalakkan gaya hidup sehat, hal ini dilakukan dengan tujuan utama menjaga imunitas tubuh agar tidak mudah terserang virus. Masyarakat meningkatkan konsumsi makanan dan minuman sehat, dibeberapa e-marketplace besar seperti Tokopedia atau Bukalapak, bermunculan toko ataupun perseorangan yang menjual jamu dan empon-empon. Dilihat dari jumlah barang terjual, terlihat bahwa transaksi penjualan jamu dan empon-empon selama Pandemi Covid-19 cukup besar.


Di jalanan terlihat peningkatan jumlah anggota masyarakat yang melakukan olahraga fisik seperti berjalan kaki atau berlari, penggunan Non Motorized Transportation (NMT) seperti sepeda juga meningkat pesat. Hal ini tentu menggembirakan, karena menunjukkan meningkatnya kesadaran untuk hidup sehat. Meskipun demikian, tidak semua orang mampu dan mau membeli sepeda. Sebagian orang tidak punya cukup alokasi untuk membeli sepeda, sebagian lagi mungkin tidak memiliki tempat untuk parkir sepeda, sebagian yang lain ragu untuk membeli karena hanya digunakan 2 atau 3 minggu sekali. Disinilah muncul peluang bisnis baru, yaitu penyewaan sepeda.

Penyewaan Sepeda

Di kota Banda Aceh tempat penulis bertugas, saat ini terdapat lebih dari 10 tempat penyewaan sepeda, mereka mengiklankan usahanya melalui media sosial khususnya Instagram. Pemilik usaha juga menawarkan layanan tambahan seperti sewa helm dan layanan antar jemput. Artinya pada level tertentu sepeda telah mengikuti properti dan kendaraan bermotor, bergerak dari owning economy ke sharing economy. Hal ini tentu menggembirakan bagi masyarakat yang ingin bersepeda namun tidak berminat membeli karena berbagai sebab, termasuk penulis sendiri.


Banyak alasan kenapa banyak orang memilih menyewa sepeda dibandingkan membeli, diantaranya ingin mencoba berbagai jenis sepeda (sepeda gunung, sepeda lipat). Penggunaan sepeda yang hanya 2 atau 3 minggu sekali adalah alasan lain, disamping ketiadaan tempat parkir. Beberapa orang yang sudah memiliki sepeda sendiri bahkan juga tertarik untuk menyewa, sekedar untuk mencoba jenis sepeda yang belum pernah digunakan. Penyewaan sepeda memunculkan multiplier effect secara ekonomi, salah satunya di sektor pengangkutan. Banyak penyewa secara kelompok yang meminta layanan antar jemput, yaitu sepeda diantarkan ke suatu lokasi tertentu. Hal ini merupakan berkah pemilik mobil bak terbuka, yang penghasilannya menurun karena Pandemi Covid-19, untuk bisa memperoleh penghasilan tambahan. Multiplier effect lain adalah tereksposnya tempat-tempat wisata lokal di sepanjang jalur gowes yang dilewati para pesepeda.


Pada akhirnya diharapkan bahwa fenomena maraknya aktivitas gowes di masyarakat bisa menumbuhkan banyak efek positif: badan yang sehat bagi goweser, serta efek lanjutan berupa bergeraknya sektor riil yang sedikit banyak turut berkontribusi bagi Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), tentunya dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan demi memutus mata rantai penyebaran virus corona. Semoga.


-Rachmadi, Kanwil DJKN Aceh-

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini