Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Mendorong Konsumsi Dalam Negeri untuk Purtumbuhan Ekonomi Nasional: “Belanja Lancar, Ekonomi Berputar”
Dedy Sasongko
Kamis, 17 September 2020 pukul 15:40:21   |   51389 kali

Covid-19 yang cepat menyebar dan ‘mematikan’ menyebabkan WHO menetapkannya sebagai Pandemi Global pada tanggal 11 Maret 2020. Pandemi Covid-19 yang awalnya hanya mempengaruhi kesehatan, juga mempengaruhi perekonomian nasional dan global.

Mendorong Konsumsi untuk Pemulihan Ekonomi

Pada triwulan II tahun 2020, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) sebesar -5,3%. Kontraksi ekonomi Indonesia tersebut cukup dalam namun relatif lebih baik dibandingkan negara lain termasuk negara ASEAN misalnya Singapura. Penurunan kinerja ekonomi nasional antara lain disebabkan penurunan konsumsi rumah, belanja investasi dan realisasi belanja pemerintah.

Pertumbuhan ekonomi suatu negara ditentukan oleh 5 (lima) komponen yaitu konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pengeluaran investasi, export dan import. Dari kelima komponen tersebut, komponen yang relatif dapat didorong oleh Pemerintah dalam jangka pendek adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Sementara untuk investasi, membutuhkan waktu relatif panjang. Untuk export, membutuhkan upaya yang lebih karena dunia usaha nasional belum pulih dan kondisi ekonomi global yang masih lesu.

Menyadari hal tersebut, dalam rangka pemulihan ekonomi nasional, salah satu kebijakan yang diambil pemerintah adalah mendorong konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Konsumsi rumah tangga dilakukan oleh pemerintah, dengan mengalokasikan dana sebesar Rp203,9 triliun untuk Perlindungan Sosial. Tujuan Perlindungan Sosial tersebut adalah untuk meningkatkan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah sekaligus mendorong konsumsi masyarakat. Perlindungan Sosial tersebut diberikan antara lain melalui Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa, subsidi listrik dan Program Keluarga Harapan. Pemerintah juga memberikan BLT BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp600.000 untuk karyawan swasta yang mempunyai gaji Rp5 juta/bulan ke bawah.

Skema Perlindungan Sosial di atas diharapkan berjalan dengan baik dan tepat sasaran. Walaupun sulit untuk mencapainya namun diharapkan deviasinya tidak melebihi 5%. Demikian juga waktu penyaluran, dapat dilakukan segera, mengingat kebutuhan hidup masyarakat yang mendesak dan akhir tahun anggaran yang semakin mendekat. Realisasi penyalurannya juga diharapkan diatas 95%. Penyaluran Perlindungan Sosial yang dicantumkan dalam jenis Belanja Bansos dalam APBN relatif mudah. Prosedur pencairan harus disederhanakan tanpa menghilangkan akuntabilitasnya.

Di samping pengeluaran belanja untuk meningkatkan konsumsi masyarakat, Pemerintah juga mengalokasikan belanja yang digunakan Kementerian/Lembaga (K/L). Total belanja belanja K/L (termasuk belanja Pemulihan Ekonomi Nasional) adalah sebesar Rp1.975,2 triliun.

Belanja K/L merupakan belanja untuk konsumsi pemerintah, terdiri dari tiga jenis belanja yaitu belanja Pegawai, Barang, dan Modal. Ketiga jenis belanja tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda. Belanja Pegawai direalisasikan secara ‘otomatis’ setiap bulan dan capaiannya biasanya tinggi, tahun 2019 mencapai 98,56%. Sementara itu Belanja Barang dan Modal direalisasi berdasarkan kegiatan, sebagian membutuhkan proses pengadaan, biasanya ‘menumpuk’ di akhir tahun dan capaiannya tidak setinggi belanja pegawai (tahun 2019 realisasi belanja Barang sebesar 96,87%, belanja Modal sebesar 93,93%)

Untuk dapat menggerakkan perekonomian, kegiatan pemerintah harus dipercepat dengan tetap menjaga good governance untuk merealisasikan belanja Barang dan Modal. Pengeluaran belanja tersebut seharusnya ditujukan untuk produksi dalam negeri sehingga usaha dalam negeri bergerak sehingga memberikan multiplier effects yang besar.

Peran Pemda dalam Mendorong Konsumsi Masyarakat dan Pemerintah

Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, tahun 2020, Pemerintah Pusat (Pempus) mengalokasikan dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp 763,9 triliun. Dana tersebut dicairkan secara bertahap ke pemerintah daerah (pemda). Untuk pemda yang Pendapatan Asli Daerah kecil, APBD pemda mengandalkan TKDD.

Pemda sebagai bagian integral dari Pemerintah Indonesia mempunyai peran yang strategis dalam mendorong konsumsi masyarakat dan konsumsi pemerintah. Jumlah pemda (Provinsi, Kabupaten, dan Kota) sebanyak 542 mempunyai total APBD (pengeluaran belanja) sebesar Rp1.303,3 triliun (per 8 Juli 2020, Kemenkeu).

Pemda mempunyai otonomi dalam mengelola pemerintahannya dan APBD, mempunyai wilayah dan akses langsung dengan masyarakat. Oleh sebab itu, pemda dapat bersinergi dengan Pempus untuk meningkatkan konsumsi masyarakat. Dua hal yang dapat dilakukan oleh pemda yaitu berkordinasi untuk memberikan data yang valid dalam rangka pelaksanaan program Perlindungan Sosial dan mengalokasikan dana APBD untuk menambah program Perlindungan Sosial. Hal ini sekaligus dapat meng-cover masyarakat yang tidak mendapatkan program Perlindungan Sosial dari APBN.

Selanjutnya, pemda dapat mempercepat realiasi APBD terutama belanja Barang dan Modal. Jika seluruh pemda diasumsikan dapat merealisasikan anggarannya 95% dari total APBD sebesar Rp1.303,3 triliun maka likuiditas untuk menggerakkan perekonomian akan bertambah sebesar Rp1.238,14 triliun. Daya dorong realisasi APBD tersebut akan semakin besar jika ditambah dengan percepatan dan besaran realisasi APBN di daerah.

Demikian juga di Kalimantan Barat (Kalbar), pemda se-Kalbar harus mempercepat realisasi APBD untuk menggerakkan ekonomi Kalbar. Kalbar yang mempunyai 15 pemda (satu pemerintah provinsi dan 14 pemerintah kabupaten/kota), pada tahun 2020 memperoleh TKDD sebesar Rp18,585 triliun dengan total APBD sebesar Rp27,285 triliun. Sementara itu, total angaran belanja K/L di Kalbar sebesar Rp8,859 triliun.

Disamping mempercepat dan meningkatkan persentase realisasi anggaran, Pemda se-Kalbar diharapkan juga meningkatkan nilai tambah pengeluaran pemda dengan membeli produk lokal dan menciptakan lapangan kerja. Penciptaan lapangan kerja dapat dilakukan dengan melaksanakan program padat karya tunai baik pada proyek pembangunan yang didanai APBD maupun Dana Desa.

Penulis : Edward UP Nainggolan (Kakanwil DJKN Kalimantan Barat)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini