Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Birokrat Tapi Tidak Birokratis
Marina Margaretha Manurung
Selasa, 14 Juli 2020 pukul 16:04:11   |   64032 kali

Beberapa minggu lalu viral “kemarahan” Presiden RI Jokowi (Ir. Joko Widodo) pada sidang Kabinet karena kinerja kabinetnya dalam mengatasi Covid-19 dan dampaknya, belum seperti yang diharapkan. Beliau berpendapat masih terdapat menteri dan jajarannya yang bekerja biasa-biasa dalam kondisi extraordinary yang diakibatkan oleh Covid-19.

Sebenarnya, Presiden Jokowi sudah beberapa kali mengeluhkan kinerja birokrat pemerintah. Bahkan ketika menyampaikan pidato selesai pelantikan periode kedua tanggal 20 Oktober 2019, Jokowi menyampaikan untuk menyederhanakan birokrasi berupa penyederhanaan eselon di Kementerian/Lembaga (K/L). Tujuannya adalah terciptanya pelayanan yang cepat, tepat, dan tercapainya program-program pemerintah dengan baik.

Peran Penting Birokrat dalam Pembangunan Nasional

Sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), birokrat adalah pegawai yang bertindak secara birokratis, atau seorang yang menjadi bagian dari birokrasi. Dengan kata lain, birokrat adalah seseorang yang bekerja pada lembaga pemerintah, yang kita sebut juga dengan aparatur negara (penulis menggunakan istilah aparatur negara agar cakupannya lebih luas dari ASN). Dalam konteks ini, penulis juga memasukkan pejabat negara sebagai bagian dari aparatur negara yaitu menteri/pimpinan lembaga, kepala daerah, dan lain-lain.

Sesuai dengan UUD 1945, terdapat pembagian kekuasaan di Indonesia yaitu kekuasaan Konstitutif, Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, Ekseminatif/Inspektif dan Moneter. Kekuasaan tersebut terbagi namun tidak terpisah, dimungkinkan untuk kordinasi dan kerjasama untuk mencapai tujuan bernegara.

Dalam menjalankan fungsi eksekutif, Presiden membentuk K/L sesuai dengan UU No. 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Dengan pembagian kekuasaan dan pembentukan K/L di atas, fungsi-fungsi negara dalam mencapai tujuan NKRI sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, telah terdistribusi habis kepada lembaga-lembaga negara.

Dalam menjalankan tugas lembaga negara tersebut, maka diangkat/dipilih aparatur negara atau birokrat. Oleh sebab itu, kunci utama dalam pencapaian pembangunan nasional dalam mewujudkan tujuan bernegara berada pada birokrat.

Menciptakan Birokrat yang Tidak Birokratis

Salah satu pengertian birokrasi menurut KBBI adalah cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan, yang banyak liku-likunya dan sebagainya. Dari definisi tersebut, terdapat konotasi yang kurang baik terhadap birokrasi. Masyarakat sering beranggapan jika berurusan dengan birokrasi pemerintahan akan berbelit-belit, lamban dan tidak nyaman. Hal ini tidak lepas dari asal mula timbulnya birokrasi.

Kata birokrasi merupakan kata serapan dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu buerau artinya meja dan kratia artinya aturan. Jadi arti harfiah birokrasi adalah orang yang bekerja di meja dengan aturan yang ketat. Pada awalnya, birokrasi merupakan lembaga yang dibentuk untuk para pejabat, yang melayani raja atau penguasa bukan untuk melayani kepentingan rakyat. Maka karakter birokrasi terkesan feodal. Hal ini juga mempengaruhi birokrasi di Indonesia, di mana sebelum Indonesia merdeka, banyak kerajaan di Nusantara.

Namun konsep birokrasi tersebut “disingkirkan” oleh Max Weber, yang dikenal sebagai Bapak Birokrasi Modern, dengan memperkenalkan konsep Birokrasi Rasional. Max Weber memandang birokrasi rasional sebagai unsur pokok dalam rasionalisasi dunia modern. Birokrasi dibentuk karena adanya negara yang harus memberikan pelayanan yang terbaik. Oleh sebab itu, birokrat mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan sosial masyarakat.

Pada era kemajuan teknologi informasi saat ini dan tuntutan masyarakat atas layanan birokrasi negara yang cepat, tepat dan bebas dari KKN, dibutuhkan birokrat yang tidak birokratis, yaitu birokrat yang bekerja efektif, efisien, proaktif, profesional dan berintegritas. Untuk mencapai hal tersebut, 3 (tiga) hal yang perlu dilakukan yaitu:

- Mengubah mind set dan culture set birokrat, bahwa birokrat adalah pelayan masyarakat yang harus proaktif, antisipatif, bekerja cepat, tepat dan tulus. Hal ini harus dimulai dari seleksi aparatur negara yang baik tanpa KKN; pelatihan hard dan soft skill untuk menciptakan pegawai yang profesional dan berintegritas; dan pengembangan aparatur negara menggunakan merit system.

- Penyederhanaan SOP dan mempersingkat waktu layanan sehingga layanan cepat, tepat dan tidak berbelit-belit.

- Penggunaan teknologi informasi yang menciptakan pelayanan yang cepat, tepat, dan mengurangi terjadinya KKN. Penggunaan teknologi informasi juga memungkinkan stakeholders untuk memantau layanan yang disampaikan.

Untuk mewujudkan kondisi di atas, dibutuhkan reformasi birokrasi yang esensial dan substansial.

Penulis : Edward UP Nainggolan

(Kepala Kanwil DJKN Kalimantan Barat

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini