Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Dua Sisi Pandemi : Sebuah Sudut Pandang
Rakhmayani Ardhanti
Kamis, 25 Juni 2020 pukul 08:57:45   |   3626 kali

Pandemi Covid-19 telah merevolusi sebagian besar sistem yang telah terbangun bertahun-tahun lamanya di berbagai aspek kehidupan mulai dari kesehatan, sosial, ekonomi, pendidikan hingga budaya. Pelayanan publik pun tidak bebas dari pengaruh Covid-19. Besarnya dampak yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 membuat keadaan pada fase pemulihan hampir dipastikan tidak dapat kembali seperti sebelum Covid-19 mewabah.

Memprediksi secara akurat apa yang akan terjadi di masa depan memang tidak mungkin. Tetapi paling tidak kita dapat mulai memikirkan langkah-langkah konstruktif dalam memasuki tatanan normal baru dengan mempertimbangkan pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa yang terjadi sejak kasus Covid-19 pertama kali dilaporkan di Indonesia serta perubahan perilaku yang terjadi pada pengguna jasa maupun pegawai DJKN.

Perubahan Signifikan karena Covid-19

Dalam pengamatan penulis, beberapa perubahan mendasar sebagai respon atas pandemi Covid-19 dalam konteks birokrasi secara umum dan pelayanan publik yang diselenggarakan DJKN adalah sebagai berikut:

1. Sistem kerja fleksibel

Konsep bekerja fleksibel (flexible working arrangement) di lingkungan birokrasi sejatinya sudah dirumuskan sejak tahun 2019, jauh sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Kementerian Keuangan sendiri sudah merumuskan konsep flexible working arrangement sebagai bagian dari program Transformasi Digital Kementerian Keuangan.

Badan Kepegawaian Negara dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang memiliki fungsi perumusan kebijakan serta koordinasi dan pelaksanaan kebijakan di bidang reformasi birokrasi juga telah mewacanakan flexible working arrangement sejak bulan Agustus tahun 2019[1]. Dan pada awal Januari 2020, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menjadi Kementerian pertama yang mengujicoba konsep bekerja fleksibel dengan konsep yang disebut dengan Integrated Digital Workplace[2].

Seakan menjadi akselerator implementasi flexible working arrangement, pandemi Covid-19 “memaksa” Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk ASN Kementerian Keuangan, untuk menerapkan sistem bekerja dari rumah (work from home/WFH) hanya dalam kurun waktu 14 hari sejak kasus Covid-19 pertama diumumkan di Indonesia. Melihat dari upaya yang telah dibangun sejak tahun 2019, ditambah lagi dengan tingginya tingkat persepsi pegawai Kementerian Keuangan atas efektivitas WFH (sebesar 73%[3]), WFH maupun flexible working arrangement menjadi keniscayaan untuk terus diterapkan dimasa yang akan datang.

2. Intensitas komunikasi dan penggunaan teknologi

Komunikasi merupakan kunci keberhasilan organisasi dalam menghasilkan produk dan layanan yang baik. Ketika dihadapkan dengan penerapan physical distancing dan WFH, para pegawai memiliki metode masing-masing untuk menjaga kualitas komunikasi meskipun terkendala jarak. Teknologi informasi komunikasi telah menjadi bagian utama dari solusi dalam mengatasi keterbatasan jarak dan waktu selama penerapan physical distancing dan implementasi bekerja dari rumah. Hal ini terlihat dari pergeseran perilaku masyarakat selama masa pandemi Covid-19.

Berdasarkan laporan yang dirilis oleh Google pada tanggal 29 Mei 2020, terjadi penurunan tren pergerakan/mobilitas masyarakat menuju tempat kerja sebesar 35%[4]. Namun di sisi lain, salah satu operator telekomunikasi di Indonesia mencatat kenaikan trafik jaringan dan layanan komunikasi berbasis broadband sebesar 16% yang didominasi oleh penggunaan aplikasi e-learning dan meeting conference[5]. Kondisi ini menunjukan adanya kemampuan masyarakat untuk beradaptasi dengan kondisi pandemi Covid-19 sekaligus berupaya untuk tetap produktif dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Perlu digarisbawahi bahwa perubahan di atas tidak sekedar berubahnya tempat dan jam kerja tetapi lebih mendasar lagi, pandemi Covid-19 mengubah jenis pekerjaan apa yang dapat dilakukan dan bagaimana pekerjaan dilakukan. Dengan demikian, tantangan utama yang perlu dikelola bukan terletak pada aspek teknologi maupun konektivitas melainkan culture shock[6] sebagai akibat dari cepatnya perubahan itu terjadi.

Organisasi yang Agile dan Adaptif

Untuk menyesuaikan diri dengan sistem kerja dalam tatanan normal baru produktif dan aman Covid-19, Kementerian Keuangan telah mengimplementasikan sistem kerja pada masa transisi tatanan normal baru berdasarkan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor 22/MK.1/2020 tentang Sistem Kerja Kementerian Keuangan pada Masa Transisi dalam Tatanan Normal Baru.

Kementerian Keuangan telah membuktikan bahwa organisasi ini merupakan organisasi yang lincah (agile) dan adaptif yang salah satunya ditunjukan dengan respon cepat dari jajaran pegawai terhadap perubahan yang terjadi selama pandemi dan keberlangsungan layanan di lingkungan Kementerian Keuangan. Namun untuk mempertahankan kelincahan ini perlu tenaga yang ekstra. Studi yang dilakukan McKinsey terhadap perilaku dari beberapa organisasi pemerintahan di Amerika Serikat dalam masa krisis menunjukan adanya pola bahwa kelincahan (agility) organisasi-organisasi tersebut melesat segera setelah krisis terjadi namun cenderung berkurang seiring berjalannya waktu[7]. Masih menurut studi tersebut, untuk dapat bertahan dan berkembang, organisasi perlu memiliki karakter dinamis sekaligus stabil. Dan untuk memperoleh karakter itu, ada 4 area yang perlu diperkuat yaitu strategi, struktur, proses, dan sumber daya manusia. Tanpa bermaksud mengecilkan 3 area lain, artikel ini hanya akan membahas area sumber daya manusia. Karena pada akhirnya, manusialah yang menyelesaikan misi terlepas dari strategi, struktur, dan proses yang ditetapkan.

Kompetensi dalam Tatanan Normal Baru : Sebuah Opini

Untuk dapat menjadi sebuah organisasi yang terus lincah dalam merespon perubahan, DJKN perlu mendorong jajaran pegawainya untuk menyesuaikan kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan situasi yang sedang berlangsung. Dengan mempertimbangkan perubahan yang terjadi sebagaimana telah dibahas di atas, kompetensi minimal yang dibutuhkan untuk tetap produktif dalam tatanan normal baru yaitu:

1. Literasi data

Literasi data adalah kemampuan untuk membaca, mengerti, membuat dan berkomunikasi menggunakan data sebagai informasi[8]. Pola kerja dimana para pegawai bekerja di tempat berbeda dan tidak saling bertatap muka secara langsung, memerlukan kecakapan komunikasi dan pendelegasian pekerjaan yang terstruktur dengan baik. Sedapat mungkin para pegawai mengurangi subjektivitas dalam menyampaikan maupun memahami ide dan gagasan, terutama dalam aktifitas krusial seperti pembuatan keputusan[9]. Hal itu dapat dicapai jika seluruh pegawai memiliki literasi data. Literasi data memungkinkan komunikasi yang terjadi selalu didukung dengan data sehingga terjadi kesamaan persepsi diantara pegawai.

2. Kompetensi yang terkait dengan keterlibatan dengan pengguna layanan (engagement skills)

Pandemi Covid-19 menambah kompleksitas dalam pemberian layanan kepada para pengguna layanan sehingga komunikasi kepada pengguna layanan harus dilakukan lebih intensif dan interaktif dibanding sebelumnya. Di satu sisi birokrasi diuntungkan dengan pesatnya perkembangan teknologi digital karena memudahkan komunikasi antara masyarakat dan pegawai pemerintah. Di sisi lain, kemudahan komunikasi meningkatkan harapan publik untuk mendapatkan respon yang maksimal dari pemerintah. Kondisi ini meningkatkan urgensi penguatan kompetensi pegawai pemerintah, selaku duta pemerintah yang berhadapan secara langsung dengan masyarakat, dalam memberikan informasi dan layanan sehingga akan berkontribusi positif pada persepsi masyarakat terhadap institusi maupun layanan pemerintah.

Termasuk dalam kompetensi ini adalah komunikasi (secara langsung maupun tidak langsung), kompetensi digital (pengoperasian teknologi, pengelolaan saluran komunikasi, pembuatan konten digital), serta kecerdasan emosional.

3. Kemampuan berinovasi (innovativeness)

Kemampuan berinovasi merupakan kemampuan dalam menangkap dan menerapkan ide-ide baru. Dalam sebuah studi, Hurley dan Hult mengungkap bahwa sebuah organisasi yang memiliki kemampuan dalam berinovasi cenderung berhasil dalam merespon kondisi lingkungannya serta memiliki daya saing dan performa yang baik. Studi tersebut juga menyebutkan bahwa tingginya tingkat inovasi berhubungan dengan seberapa kuat pendidikan dan pengembangan SDM serta partisipasi pegawai dalam pembuatan keputusan, teraktualisasi dalam budaya organisasi [10].

Kisah Isaac Newton barangkali relevan dengan kondisi saat ini. Tahun 1665 -1666 dikenal sebagai periode produktif dalam karir Isaac Newton. Dalam kurun waktu tersebut Newton menemukan dan mengembangkan teori kalkulus, optik dan hukum gravitasi. Seluruh terobosan besar itu diciptakan Newton di rumahnya. Mirip dengan physical distancing dalam menyikapi situasi pandemi yang terjadi saat ini, pada waktu itu Universitas tempat Newton menempuh pendidikan juga ditutup dan seluruh mahasiswanya diminta kembali ke rumah untuk mencegah penularan wabah pes yang sedang terjadi di kota London[11].

Melihat kisah di atas, pandemi Covid-19 selayaknya dilihat sebagai kesempatan untuk memperkuat pondasi yang diperlukan dalam menghasilkan inovasi dalam pelayanan publik. Langkah awal yang bisa dilakukan untuk mengasah keinovatifan adalah dengan mempelajari teknologi dan literatur terbaru serta aktif berdiskusi dengan rekan kerja terkait permasalahan seputar pekerjaan.

Menjaga Momentum

Momentum perubahan yang dibawa oleh pandemi Covid-19 perlu dikelola dengan bijak. Akselarasi implementasi flexible working arrangement dan peningkatan penggunaan e-learning di Kementerian Keuangan menjadi contoh baik bagaimana jika suatu peristiwa dilihat dari sudut pandang positif. Bisa dibayangkan berapa efisiensi biaya yang dihasilkan dari penggunaan e-learning dibandingkan metode belajar konvensional. Belum lagi penghematan energi akibat implementasi work from home.

Berkaca dari pandemi ini, seluruh pegawai DJKN perlu jeli melihat peluang-peluang yang dapat dimaksimalkan untuk tetap produktif di tengah pandemi Covid-19 maupun dari krisis lainnya yang mungkin saja terjadi esok hari. Adaptasi mutlak diperlukan. Langkah kecil yang bisa dimulai di level individu adalah dengan menyesuaikan kompetensi yang dibutuhkan pada situasi saat ini. Sebagai pegawai Kementerian Keuangan, kesempatan untuk terus meningkatkan kompetensi terbuka lebar. Kementerian Keuangan melalui BPPK telah menyiapkan berbagai modul e-learning yang lebih beragam dan aspiratif yang dapat diakses kapan saja dan dimana saja. Berbagai platform pembelajaran daring pun juga tersedia dengan materi yang lebih beragam. Krisis bisa datang kapan saja dan pada akhirnya kesiapan kitalah yang menentukan mampu tidaknya organisasi kita bangkit dari krisis. Pandemi bisa dilihat dari dua sisi. Kalau kita bisa belajar darinya, akan selalu ada manfaat yang bisa kita petik di dalamnya.

(Penulis : Samson Gumilang Manalu / Pegawai KPKNL Yogyakarta)


[1] Badan Kepegawaian Negara, “Beberapa Hal Perlu Dipersiapkan sebelum Terapkan Flexible Working Arrangement pada PNS”, diakses dari https://www.bkn.go.id/berita/beberapa-hal-perlu-dipersiapkan-sebelum-terapkan-flexible-working-arrangement-pada-pns, pada tanggal 4 Juni 2020

[2] Bappenas, “Presiden Jokowi Apresiasi Implementasi Integrated Digital Workplace Di Bappenas”, diakses dari https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/presiden-jokowi-apresiasi-implementasi-integrated-digital-workplace-di-bappenas/, pada tanggal 4 Juni 2020

[3] Sudarto, “The New Normal to Accelerate Digital Future” (Bincang Transformasi, Jakarta, 18 Mei 2020).

[4] Google, “Laporan Mobilitas Masyarakat Selama Pandemi COVID-19”, Google, diakses dari https://www.google.com/covid19/mobility/, pada tanggal 8 Juni 2020

[5] Telkomsel, “Trafik Jaringan dan Layanan Komunikasi Berbasis Broadband Pelanggan Telkomsel Meningkat Hingga 16%”, Telkomsel, diakses dari https://www.telkomsel.com/about-us/news/trafik-jaringan-dan-layanan-komunikasi-berbasis-broadband-pelanggan-telkomsel, pada tanggal 3 Juni 2020

[6] Mike Walsh, “The Key to Building a Successful Remote Organization? Data”, Harvard Business Review , diakses dari https://hbr.org/2020/05/the-key-to-building-a-successful-remote-organization-data pada tanggal 8 Juni 2020

[7] John Dowdy, Kirk Rieckhoff, and J. R. Maxwell, “How the public sector can remain agile beyond times of crisis”, McKinsey & Company, diakses dari https://www.mckinsey.com/industries/public-sector/our-insights/how-the-public-sector-can-remain-agile-beyond-times-of-crisis pada tanggal 8 Juni 2020.

[8] IYKRA, “Ask The Expert: Data Literacy”, Medium, diakses dari https://medium.com/@iykra/ask-the-expert-data-literacy-b4afc5c23763, pada tanggal 4 Juni 2020.

[9] Mike Walsh, op. cit.

[10] Hurley, R.F. & Hult, G.T.M. (1998). “Innovation, Market Orientation, and Organizational Learning: An Integration and Empirical Examination”, Journal of Marketing, 62 (3): 42-54.

[11] Shierine Wangsa Wibawa, "Penemuan yang Mengubah Dunia: Teori Gravitasi, Muncul Saat Newton Kerja dari Rumah", Kompas, diakses dari https://www.kompas.com/sains/read/2020/03/24/130400023/ penemuan-yang-mengubah-dunia--teori-gravitasi-muncul-saat-newton-kerja?page=all#page2, pada tanggal 11 Juni 2020.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini