Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Penilaian Dalam Kondisi “Ketidakpastian”
Esap Mundi Hartono
Selasa, 23 Juni 2020 pukul 03:51:13   |   43843 kali

Virus yang membahayakan kesehatan dan keselamatan bagi manusia teridentifikasi di kota Wuhan, China pada akhir tahun 2019. Virus yang oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) diberikan nama SARS-CoV-2 ini menyebar ke berbagai penjuru dunia baik negara berkembang maupun negara maju yang memiliki tingkat standar hidup dan produk domestik bruto (GDP) per kapita yang cukup tinggi. Penyebaran virus ini menjadi pandemi global dan memaksa negara-negara di seluruh dunia dan juga di Indonesia mengambil kebijakan untuk menghentikan penyebarannya dengan cara melakukan karantina wilayah ataupun pembatasan sosial. Kebijakan yang diambil ini menjadikan aktivitas ekonomoni terganggu dan menjadikan ketidakpastian pada kondisi perekonomian. Kondisi ketidakpastian ini juga berdampak pada para Penilai dalam melaksanakan tugasnya untuk menghasilkan opini nilai. Hal ini dikarenakan keterbatasan dalam melaksanakan survey lapangan/inspeksi serta keterbatasan pada data dan informasi mengenai kondisi pasar akibat pandemi global yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2. Meskipun saat ini beberapa negara termasuk Indonesia sedang bersiap untuk tatanan kenormalan baru (New Normal), tetapi ketidakpastian kondisi ekonomi belum dapat diprediksi sampai kapan akan recovery sebagaimana yang disampaikan oleh ekonom yang juga mantan Menteri Keuangan Republik Indonesia M. Chatib Basri dalam artikel yang dipublikasikan pada harian Kompas pada tanggal 8 Juni 2020.

Berdasarkan hal-hal tersebut, tulisan ini mencoba memaparkan apa sajakah yang dapat dilakukan oleh Penilai dalam menghadapi kondisi ketidakpastian untuk dapat menghasilkan opini nilai yang robust, dapat dipahami oleh pengguna laporan penilaian dan mencerminkan nilai yang sesuai kondisi pasar. Sistematika penulisan diawali dengan tinjauan pustaka atas teori, tulisan, dan bahan penelitian lain yang diperoleh sebagai bahan acuan untuk dijadikan landasan penulisan, dilanjutkan dengan pembahasan bagaimana praktek Penilaian dalam kondis ketidakpastian dan diakhiri dengan simpulan yang diharapkan dapat diterapkan dalam pelaksanaan Penilaian khususnya Penilai Pemerintah di lingkungan DJKN pada masa pandemi COVID-19.

Ketidakpastian
Dalam kegiatan usaha yang berkaitan dengan investasi, ketidakpastian (uncertainty) dan risiko (risk) sering diartikan dan digunakan secara bersamaan atau bergantian dengan pengertian yang sama tanpa disadari oleh para pelaku usaha. Hal ini sebenarnya tidak tepat, dari beberapa literatur ketidakpastian dan risiko tidaklah sama dan memilik pengertian yang berbeda sebagaimana Byrne dan Cadman (1984) mendefinisikan ketidakpastian sebagai segala sesuatu yang tidak diketahui atas outcome/hasil usaha pada saat pengambilan keputusan ditetapkan, sedangkan risiko diartikan sebagai pengukuran atas kerugian yang diidentifikasi sebagai kemungkinan atas hasil dari keputusan yang telah ditetapkan.

Aronsohn (2020) menyatakan bahwa ketidapastian dalam Penilaian tidak bisa disamakan dengan risiko, dimana risiko adalah sebuah kondisi/kemungkinan yang akan dihadapi oleh pemilik aset apakah berpotensi mendapatkan keuntungan atau kerugian. Risiko dapat disebabkan dari berbagai faktor baik disebabkan dari aset itu sendiri atau dari kondisi pasar dimana aset itu berada. Sementara ketidakpastian penilaian disebabkan oleh tiga faktor yaitu: ganguan pada pasar (disruption), ketersediaan data input/informasi (input avaibilty), dan pemilihan metode atau model (choice of method or model). Gangguan pada pasar yang terjadi pada saat tanggal penilaian, atau peristiwa terkini, seperti adanya pembelian/penjualan yang panik atau karena kehilangan likuiditas atas kecenderungan pelaku pasar untuk melakukan transaksi. Kurangnya input data yang relevan akan menyebabkan ketidakpastian dalam penilaian karena gangguan pasar seperti yang dijelaskan sebelumnya, tetapi mungkin juga disebabkan oleh aset menjadi unik atau karena pasar untuk aset menjadi tidak likuid. Di mana ada kekurangan data pasar yang relevan, mungkin perlu ekstrapolasi input dari harga yang dapat diamati secara langsung untuk aset serupa, atau mengandalkan input yang tidak dapat diobservasi. Untuk banyak jenis aset, lebih dari satu metode atau model dapat digunakan untuk memperkirakan nilai. Namun, metode atau model itu mungkin tidak selalu menghasilkan hasil yang sama dan karenanya pemilihan metode yang paling tepat itu sendiri menjadi sumber ketidakpastian penilaian.

Dalam kajiannya, French dan Gabrielli (2004) menerjemahkan ketidakpastian sebagai kurangnya pengetahuan/tidak baik atau ketidaksempurnaan atas informasi yang digunakan sebagai bahan masukan (input) dalam sebuah analisis. Sementara Bywater (2012) membagi ketidakpastian menjadi dua bagian yaitu ketidakpastian absolut (absolute uncertainty) dan ketidakpastian sebagian (partial uncertainty), dimana ketidakpastian absolut adalah kondisi atas tidak adanya informasi/pengetahuan yang menyebabkan tidak dapat mengukur/estimasi atas tingkat risiko. Sementara ketidakpastaian sebagian adalah kondisi dimana terdapat informasi/pengetahuan tetapi tidak mencukupi untuk dapat mengukur/estimasi atas tingkat risiko yang mungkin dihadapi.

Standar Penilaian Indonesia edisi VII-2018 tidak ditemukan definisi secara khusus tentang ketidakpastian, tetapi setidaknya 20 kali kata ketidakpastian disebutkan didalamnya. Dan jika dibaca dalam konteksnya, ketidakpastian ini adalah hal yang harus dipertimbangkan oleh Penilai dalam melakukan analisis untuk menghasilkan opini nilai. Sementara Standar Penilaian Internasional 2020 (International Valuation Standart/IVS) menyebutkan uncertainty significant di dalam IVS 103 paragraf 10.2 yang menyatakan dalam hal Laporan Penilaian menggunakan asumsi ataupun asumsi khusus, terdapat ketidakpastian yang nyata/berpengaruh atau keterbatasan informasi yang berpengaruh pada nilai, Penilai wajib mengungkapkan (disclouse) di dalam Laporan Penilaian.Sementara Red Book RICS Valuation-Global Standart 2020 menyebutnya dengan material uncertainty pada bagian VPS 4.11 yang secara pengaturan adalah sama dengan ketentuan pada IVS 2020.

Penilaian dan Ketidakpastian
Pelaksanaan Penilaian secara umum semuanya memiliki ketidakpastian meskipun dilaksanakan dalam kondis pasar wajar (perekonomian yang stabil/normal) dan tersedianya data dan informasi yang memadai sebagaimana definisi dari Penilaian itu sendiri (Ewa Kucharska, 2013). Penilaian merupakan estimasi nilai suatu objek/aset pada saat waktu tertentu ini tercantum dalam semua Standar Penilaian Baik IVS, RICS maupun SPI. Sehingga tidak menutup kemungkinan atas suatu objek/aset yang sama akan memiliki nilai yang berbeda jika dilaksanakan oleh lebih dari satu Penilai. Bahkan Damodaran (2006) dalam penelitiaannya atas tiga pendekatan dalam penilaian menyatakan, penilaian tidak mengarah ke nilai sebenarnya karena “semua penilaian bias”, Penilaian tidak memastikan estimasi nilai yang tepat karena “tidak ada penilaian yang tepat”. Penilaian adalah proses estimasi/memperkirakan harga di pasar tanpa adanya penjualan aktual (dari property yang dinilai). Keahlian Penilai adalah mengambil data/fakta/informasi pasar dari penjualan yang sebanding yang telah terjadi yang untuk dibandingkan dan diinprestasikan dengan sentiment (kecendrungan) pasar saat ini dari calon pembeli/investor potensial. Hal ini merupakan sifat sebenarnya dari Penilaian. Dalam istilah akademik, Penilaian didefinisikan sebagai serangkaian nilai yang mungkin terjadi pada distribusi normal dimana nilai yang mungkin mulai dari nilai yang rendah hingga yang tertinggi. Sebagaimana disebutkan dalam buku Apprasial Institute yang menyatakan bahwa nilai merujuk pada “harga yang paling memungkinkan”. Jadi dalam proses analisisnya nilai dalam Penilaian bukanlah angka tunggal, melainkan kisaran angka yang mungkin. Meskipun dalam praktik dan implementasinya Penilai harus merujuk pada satu angka tunggal dan bukan range angka yang disampaikan kepada Klien melalui Laporan Penilaian.Para Penilai bekerja dalam lingkungan dan kondisi yang sama sehingga ketidakpastian pasar pelaksanaan Penilaian akan dialami oleh semua Penilai di setiap titik waktu yang sama.

Pemerintah pusat dan daerah dalam mengatasi pandemi COVID-19 mengambil kebijakan pembatasan pergerakan manusia, para pekerja disarankan melaksanakan tugasnya dari rumah, para pelajar dan pendidik melaksanakan kegiatan belajar mengajar dari rumah. Pusat perdagangan, perkantoran, hiburan, industri manufaktur juga para investor bersama-sama mengurangi kegiatan dan aktivitas. Hal ini menekan tingkat dan pola konsumsi masyarakat. Pergeseran tingkat dan pola konsumsi ini menjadikan kondisi pasar secara umum bergerak tidak pada keseimbangan yang normal. Sebagai contoh, pada pasar properti berdasarkan survei yang dilaksanakan oleh Indonesia Property Watch (IPW) menyebutkan bahwa pada kuartal I 2020 terjadi penurunan nilai penjualan rumah di wilayah JABODETABEK sebesara 50,1%. Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi hingga -3,1 persen pada kuartal II/2020 dan diharapkan ekonomi Indonesia pada kuartal III dan kuartal IV akan kembali membaik.

Adanya penurunan tingkat pembelian property di kuartal I-2020 sebagaiman survey dari IPW berdampak pada terbatasnya data/fakta/informasi yang dapat digunakan oleh para Penilai untuk digunakan sebagai data masukan dalam melakukan analisis perhitungan nilai. Kebijakan pembatasan oleh pemerintah juga ikut membatasi ruang gerak Penilai dalam melaksanakan survey/inspeksi lapangan baik atas objek penilaian ataupun survei atas kondisi pasar. Keadaan ini membuat Penilai dihadapkan pada pemilihan model atau metode yang akan digunakan dalam proses Penilaian menjadi terbatas. Sebagaimana dalam kajian literatur yang dipaparkan sebelumnya, ketidakpastian dalam Penilaian disebabkan oleh tiga hal yaitu: ganguan pasar (market disruption), ketersediaan data/informasi input (input avaibilty); dan pemilihan model atau metode (choice of method or model), berkaca pada kondisi saat ini sangat mungkin dalam Penilaian ketidakpastian akan dihadapi oleh para Penilai. Kondisi ini memunculkan pertanyaan bagaimana Penilai mengatasi ketidakpastian dalam pelaksanaan Penilaian dimasa pandemi global dikarenakan COVID-19?

Merespon kondis pandemi global tersebut, komite standar penilaian internasional (IVSC) menerbitkan panduan penerapan Penilaian dalam masa covid. Hal ini diikuti oleh semua lembaga/asosiasi profesi Penilai di seluruh dunia, termasuk di Indonesia dimana MAPPI menerbitkan Petunjuk Teknis Khusus SPI Penilaian Dalam Kondisi Bencana COVID-19 (PTKS PDKBC). Tidak ketinggalan untuk para Penilai Pemerintah di lingkungan DJKN diterbitkan Peraturan Dirjen 4/2020 yang kemudian direvisi dengan Peraturan Dirjen 6/2020. Berdasarkan panduan dari Standar Penilaian yang ada dinyatakan bahwa kesehatan dan keselamatan adalah yang paling utama baik Penilai maupun pihak Klien/Pemohon/Pemberi Tugas. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan ketika melaksanakan Penilaian pada masa pandemi COVID-19 sebagaimana panduan dari Standar Penilaian (IVS,RICS,Appraisal Institute, KEPI & SPI).

Survei/Inspeksi Lapangan
Survei/Inspeksi dilakukan sebagai kegiatan yang wajib dilaksankan dalam setiap Penilaian. Dalam hal terdapat keterbatasan/hambatan untuk melaksanakan survey/inspeksi maka Penilai wajib memberitahukan kepada Klien/Pemberi Tugas/Pemohon Penilaian. Hal ini juga termasuk penggunaan alat bantu misalnya menggunakan layanan map dari internet atau penggunaan data foto/video yang dilakukan oleh pemilik asset/property. Penilaian tanpa survey/inspeksi atau dengan keterbatasan survey/inspeksi dikarenakan COVID-19 tidak secara otomatis mengakibatkan dibutuhkannya klausa ‘material uncertainty’ atau ketidakpastian yang bersifat material dalam opini nilai, dimana hal ini harus dilihat sebagai kasus individual yang diputuskan oleh Penilai (valuer’s judgement). Namun demikian, apabila Penilai tidak mencantumkan klausa ini, harus terdapat alasan yang rasional untuk menjelaskan proses pengambilan keputusan dan harus didokumentasikan sebagai referensi di masa depan. Keterbatasan/hambatan dalam survey/inspeksi dan penggunaan alat bantu dalam pelaksanaan survey/inspeksi wajib disampaikan dalam laporan penilaian (disclosure).

Pengumpulan Data Pasar
Data primer dalam pelaksanaan Penilaian sangat menentukan tingginya tingkat kepastian, sebab data primer yang didapatkan mencerminkan data pasar yang terkini data primer ini dapat diperoleh dari pelaku pasar seperti penjual dan pembeli, pejabat yang berwenang seperti Notaris/PPAT ataupun dari Agen/Broker. Dalam hal data primer terbatas ketersediaanya, penggunaan data sekunder dapat digunakan sejauh berasal dari sumber yang dapat dipercaya seperti data dari website BPS, Bank Indonesia, Lembaga Survei dll. Penggunaan data primer dan data sekunder tidak menghilangkan kewajiban Penilai untuk memverikfikasi data yang digunakan.

Analisis untuk Perhitungan Nilai

Penilai harus sangat memperhatikan karakteristik nilai pasar (...estimasi jumlah aset atau liabilitas yang dipertukarkan pada tanggal penilaian antara pembeli yang bersedia dan penjual yang rela dalam transaksi wajar setelah pemasaran yang tepat dan di mana masing-masing pihak bertindak berpengetahuan, bijaksana, dan tanpa paksaan) ketika menilai dalam keadaan kacau atau tidak stabil pasar. Cukup sering, pada saat bencana/pandemi, karakteristik ini tidak ada dari transaksi yang terjadi. Misalnya, pembeli dan penjual mungkin memilih untuk bertindak sebelum mereka memiliki informasi lengkap. Karena bencana itu, mereka mungkin termotivasi luar biasa untuk membeli atau menjual. Waktu pemaparan/pemasaran untuk properti di pasar mungkin diperpanjang, atau mungkin tiba-tiba menjadi dikontrak. Kadang-kadang, aktivitas pasar akan benar-benar berhenti sama sekali pada saat terjadi bencana, calon penjual membatalkan rencana untuk menjual, dan calon pembeli membatalkan rencana untuk membeli. Minimnya data hanya semakin memperburuk tantangan bagi penilai.

Setiap masalah Penilaian harus didekati dengan menggunakan metodologi penilaian yang sesuai dan berdasarkan prinsip dasar penilaian, terlepas dari apakah kondisi pasar yang paling kacau balau sekalipun. Menerapkan pendekatan yang tepat untuk memecahkan masalah penilaian akan membantu menyederhanakan tugas yang paling kompleks sekalipun. Penilaian pada saat bencana membutuhkan perhatian khusus pada prinsip-prinsip penilaian yang fundamental yaitu: penawaran dan permintaan, antisipasi, perubahan, substitusi, kontribusi, eksternalitas, dan keseimbangan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan analisis perhitungan Penilaian sebagai berikut:

  1. Buat cakupan penentuan kerja yang tepat untuk penugasan yang diberikan penggunaan yang dimaksudkan;
  2. Terapkan analisis pasar pada tingkat yang sesuai untuk penugasan dan konsisten dengan ruang lingkup penentuan penugasan;
  3. Memahami penyebab pasar yang berubah, kenali tanda-tanda pasar yang berubah;
  4. Komunikasikan analisis pasar dengan jelas dalam laporan penilaian;
  5. Tunjukkan dengan jelaskan dalam laporan penilaian bahwa opini nilai yang dihasilkan tersebut mungkin tidak berkelanjutan/tidak dapat digunakan di masa mendatang.

Kewajiban Penilai
Dalam beberapa situasi penilaian dimana Penilai beranggapan bahwa informasi yang dikumpulkan dan diterima tidak mencukupi untuk membuat opini nilai yang kredibel, maka Penilai harus menolak penugasan setelah memberikan penjelasan yang memadai kepada pemberi tugas. Keputusan final berada di tangan Penilai dan bukan di tangan Pemberi Tugas.

Penilai harus mempertimbangkan dengan berhati-hati kewajiban yang timbul dalam setiap penugasan, termasuk potensi dampak yang timbul karena adanya limitasi, restriksi, dan penggunaan asumsi dan asumsi khusus.

Simpulan

Mengembangkan pendapat tentang nilai pada saat bencana mungkin memerlukan kompetensi yang melampaui atau berbeda dari yang diperlukan sebelum terjadi bencana. Karakteristik definisi nilai pasar yang berlaku harus diperiksa dengan cermat ketika menilai dalam keadaan tidak menentu atau pasar yang tidak stabil. Penilaian pada saat bencana memerlukan perhatian khusus pada prinsip-prinsip dasar penilaian penawaran dan permintaan, antisipasi, perubahan, penggantian, kontribusi, eksternalitas, dan keseimbangan. Transaksi yang terjadi sebelum bencana tidak akan mencerminkan kondisi pasar yang sama dengan yang terjadi setelahnya. Idealnya, data yang sebanding harus dipilih dari area pasar yang sama dan harus tunduk pada kondisi pasar yang sama dengan properti subjek.

Semua Penilaian adalah opini dari harga yang akan paling mungkin dicapai dalam transaksi di tanggal penilaian, berdasarkan asumsi atau asumsi khusus yang dinyatakan. Seperti semua opini, tingkat subjektivitas yang terlibat akan sangat bervariasi, seperti halnya tingkat kepastian (yaitu, probabilitas bahwa pendapat Penilai akan sama dengan harga yang paling mungkin dicapai oleh penjualan aktual pada tanggal penilaian). Variasi/perbedaan ini dapat muncul karena karakteristik dari properti,serta kondisi pasar atau informasi yang tersedia untuk Penilai. Seperti kondisi saat ini dimana terjadi pandemi global yang dipicu oleh pandemic COVID-19 mengakibatkan tekankan dalam pasar yang mengharuskan Penilai memberikan pembatasan atau menambahkan asumsi dan asumsi khusus untuk mengurangi ketidakpastian. Penggunaan pembatasan dalam ketidakpastian bukanlah cerminan ketidakmampuan Penilai ataupun hanya karena semata-mata professional judgement Penilai. Secara sederhana ketidakpastian dalam Penilaian dapat dilihat sebagai berikut: semakin pasar lebih tidak pasti, semakin input tidak pasti maka nilai pasar juga akan lebih tidak pasti. Sebagaimana pernah diucapkan oleh seorang Founding Father Amerika Serikat Benjamin Franklin “In this world nothing can be said to be certain, except death and taxes."

(Esap Mundi Hartono Calon JFPP Madya)


Referensi
Aronsohn, A. (2020, March). Dealing with valuation uncertainty at times of the market unrest.
Baker, S., Bloom, N., Davis, S., & Tery, S. (2020, April 13). Columns:COVID-induced economic uncertainty and its consequences. Retrieved 06 09, 2020, from VOX CEPR Policy Portal: https://voxeu.org/article/covid-induced-economic-uncertainty-and-its-consequences
Basri, M. C. (2020, 06 08). Ekonomi Dalam Normal Baru. Kompas . Harian Kompas.

Charleson, D. (2009, March 20). Royal Institue Chartered Surveyors. Retrieved 06 09, 2020, from RICS ISURV: https://www.isurv.com/info/390/features/2263/valuation_uncertainty_and_property_risk

CNBC Berita. (n.d.). Retrieved from CNBC Indonesia: https://www.cnbcindonesia.com/news/20200517135830-4-159050/the-new-normal-bisa-selamatkan-ekonomi-ri-dari-kontraksi

Damodaran, A. (2006). Valuation Approaches and Metrics: A Survey of the Theory and Evidence. Stern School of Business.

Detik Finance. (2020). Retrieved from Detik.com: https://finance.detik.com/properti/d-4992151/harga-properti-anjlok-dihantam-corona/2

Ewa Kucharska, S. (2013). Uncertainty of Property Valuation As A Subject of Academic Resarch. Real Estate Management and Valuation , 21, 17-25.

French, N. (2020). Property valuation in the UK:Material Uncertainty and COVID 19. Journal of Property Invesment & Finance , 1.

French, N., & Gabrielli, L. (2004). The Uncertainty of Valuation. Journal of Property Investment & Finance , 22 (6), 484-500.

Guide Note 10 Development of an Opinion of Market Value in the Aftermath of Disaster. (2010). Appraisal Institute.

Guide Note 12 Analyzing Market Trends. (2018). Appraisal Institute.

International Valuation Standards. (2020). IVSC.

KEPI & SPI edisi VII. (2018). KPSPI.
Petunjuk Teknis Khusus SPI Penilaian Dalam Kondisi Bencana COVID-19. (2020). KPSPI.
RICS Valuation-Global Standards. (2020). RICS.

WHO. (2020, March). Retrieved 06 08, 2020, from WHO Web site: https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019/technical-guidance/naming-the-coronavirus-disease-(covid-2019)-and-the-virus-that-causes-it


Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini