Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Penerapan Metode Kerja Work From Home (WFH) pada Kanwil DJKN Jawa Barat
Okto Vierten  Masrel
Senin, 13 April 2020 pukul 12:37:56   |   11035 kali

Penulis: Yenni Marina, Kepala Subbagian Umum Kanwil DJKN Jawa Barat


Pada awal Maret 2020, Indonesia mulai dijangkiti Corona Virus Disease 2019 (COVID- 19). Penyebaran virus ini sangat cepat dan masif, sehingga memaksa pemerintah untuk melakukan segala hal guna membendung laju paparan virus. Salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah adalah membatasi pergerakan penduduk. Sejalan dengan arahan tersebut, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menerapkan sistem kerja baru terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN), khususnya Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang sebelumnya menggunakan metode tatap muka langsung dan datang ke kantor sesuai ketentuan jam kerja. Sistem kerja baru yang diterapkan ini disebut dengan kerja dari rumah atau Work From Home (WFH) atau istilah lainnya adalah kerja jarak jauh. Kementerian Keuangan merespon cepat ketentuan tersebut dengan menerbitkan Surat Edaran Menteri Keuangan SE-5/MK.01/2020 tentang Panduan Tindak Lanjut Terkait Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Lingkungan Kementerian Keuangan yang salah satunya mengatur tentang WFH.

Menurut Surat Edaran Menteri Keuangan SE-5/MK.01/2020 tentang Panduan Tindak Lanjut Terkait Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Lingkungan Kementerian Keuangan, Work From Home (WFH) merupakan kegiatan melaksanakan tugas kedinasan, menyelesaikan output, koordinasi, meeting, dan tugas lainnya dari tempat tinggal pegawai. Sedangkan istilah umumnya yaitu kerja jarak jauh (bahasa Inggris: telecommuting, remote working; istilah padanan lain: kerja dari rumah) merupakan model atau perjanjian kerja di mana karyawan memperoleh fleksibilitas bekerja dalam hal tempat dan waktu kerja dengan bantuan teknologi telekomunikasi, dengan kata lain, kegiatan bepergian ke kantor atau tempat ke digantikan dengan hubungan telekomunikasi. (https://id.wikipedia.org/wiki/Kerja_jarak_jauh).

Praktik WFH selama ini lebih banyak diterapkan pada perusahaan berbasis Teknologi Informasi (TI) atau start-up dan cenderung lebih disukai oleh generasi milenial hari ini. Tidak bisa dipungkiri, kemajuan teknologi telah berkontribusi besar terhadap meningkatnya popularitas kerja remote/jarak jauh yang menyebabkan semua pekerjaan menjadi lebih terasa mudah dilakukan dari sebelumnya. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa di era modern ini keseimbangan kerja yang baik adalah kunci untuk medapatkan produktivitas yang optimal. Salah satunya adalah fleksibilitas kerja. Generasi pekerja sekarang menunjukkan bahwa pilihan kerja yang lebih fleksibel lebih diprioritaskan dibandingkan dengan pekerjaan penuh waktu. Para staf ingin bekerja untuk berdasarkan hasil dan bukan lagi jumlah jam kerja atau dimana harus bekerja. Selain itu, kantor akan menjadi ruang pertemuan dan bukan lagi sebagai lokasi tetap untuk bekerja setiap harinya. Oleh karena itulah, bekerja secara remote/jarak jauh sangat diminati.

Penerapan metode kerja WFH tidak secara serta merta dapat berhasil mencapai target organisasi. Perlu manajemen yang baik dalam mengelola WFH. Berikut beberapa hal yang berperan penting dalam menentukan berhasil tidaknya metode WFH:
1. Komunikasi

Komunikasi yang efektif sangat penting bagi mereka yang menerapkan sistem kerja remote/jarak jauh. Padahal, komunikasi selama ini dianggap sebagai hambatan terbesar untuk mengembangkan kepercayaan dengan tim remote. Hal ini wajar terjadi mengingat staf jarang melakukan tatap muka dan pekerjaan menjadi cenderung lebih sulit terpantau.

Oleh karena itu, pastikan seluruh staf sering melakukan interaksi dan berkomunikasi dengan baik. Hal ini penting dilakukan untuk membangun kepercayaan satu sama lain sekaligus menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan yang dibebankan.

Pemanfaatan teknologi sangat baik diterapkan dalam hal komunikasi dengan para staf, misalnya dengan menggunakan e-mail, video converence, atau penggunaan perangkat lunak/software untuk mendukung dan memudahkan pengelolaan proyek sekaligus mengetahui sejauh mana pekerjaan telah diselesaikan oleh tim.

2. Gunakan Metode yang Sesuai
Setiap organisasi mempunyai kultur dan sistem kerja yang berbeda-beda. Sistem kerja remote membebaskan para staf untuk bisa bekerja kapanpun dan di manapun mereka inginkan selama pekerjaan selesai. Evaluasi hanya diberikan berdasarkan hasil kerja yang telah dicapai para staf, bukan seberapa sering kehadiran para staf di kantor. Hal ini dinilai mampu memberikan hasil yang optimal karena para staf tahu kapan waktu mereka yang paling produktif untuk memberikan ide-ide dan kreativitas yang brilian. Alasan lainnya mengapa metode ini disukai karena adanya keseimbangan antara tuntutan kerja dan kehidupan bersosial. Hal yang perlu diperhatian adalah menilai tanggung jawab para staf, yaitu dengan menjelaskan kriteria output dan harapan dari masing-masing beban kerja yang diberikan sehingga para staf tetap bekerja dalam arah yang tepat dan sesuai dengan tujuan organisasi.

3. Feedback yang teratur

Bekerja secara remote menuntut kita untuk berkomitmen terhadap kerja yang telah diberikan. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjalin komunikasi yang rutin dengan memberikan feedback yang teratur, misalnya memberikan masukan pada program yang sedang atau telah dilaksanakan sebagian. Dengan adanya feedback yang teratur menghindarkan kita dari permasalahan yang sering terjadi dalam pekerjaan remote seperti kesalahpahaman, asumsi implisit, hingga terjadinya konflik.

Jika unsur-unsur penting di atas tidak dapat dikelola dengan baik, maka kemungkinan kegagalan akan terjadi, yaitu:
1. Target tidak dapat tercapai
2. Penurunan kinerja unit organisasi
3. Tingkat stres pegawai meningkat.

Penelitian menunjukkan bahwa “selalu aktif” dan dapat diakses oleh teknologi saat bekerja dari jarak jauh menyebabkan kaburnya batas kerja dan non-kerja, terutama jika kita bekerja dari rumah. Salah satu alasan untuk ini bisa jadi mentalitas “out of sight, out of mind” –jika seseorang sudah lama tidak bertemu, maka mereka akan saling melupakan– yang biasa terjadi pada pekerja jarak jauh, yang mengarah pada kurangnya kepercayaan, perasaan terasing, dan kecenderungan untuk berpikir bahwa rekan kerja mereka berbicara buruk di belakang mereka.

Berdasarkan penjabaran di atas dan melihat kondisi wabah saat ini, WFH adalah pilihan utama metode bekerja pegawai Kementerian Keuangan. Pelaksanaan WFH di lingkungan Kementerian Keuangan bertujuan untuk mencegah penyebaran COVID-19 dan memberi perlindungan kepada pegawai Kementerian Keuangan. Dengan penerapan WFH, diharapkan keselamatan pegawai dapat terlindungi dan proses bisnis unit kerja tetap dapat dilaksanakan dan sesuai dengan target yang telah ditetapkan.

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Jawa Barat sebagai salah satu unit vertikal eselon I DJKN di Kementerian Keuangan telah menerapkan metode kerja WFH tersebut sejak tanggal 18 Maret 2020, seiring dengan mulai mewabahnya COVID-19.

Melihat praktik WFH yang diimplementasikan pada berbagai perusahaan, penerapan WFH di lingkungan Kemeterian Keuangan khususnya di Kantor Wilayah DJKN Jawa Barat memang mengalami beberapa kendala, mengingat bahwa penerapan WFH adalah karena kondisi kedaruratan dan belum terkonsep secara sistematis dalam suatu ketentuan yang mengatur secara keseluruhan. Beberapa hal yang menjadi kendala, antara lain:
1. Pengetahuan dan keahlian pegawai yang berbeda-beda terkait penggunaan teknologi pendukung pelaksanaan WFH. Beberapa pegawai terutama yang telah mendekati usia pensiun (ada 3 orang pegawai) adalah pegawai yang sebagian besar masa kerjanya belum bersentuhan luas dengan teknologi dan lebih banyak bekerja dengan dokumen. Sehingga mereka umumnya mengalami kesulitan beradaptasi secara cepat dengan berbagai teknologi informasi seperti penggunaan e-mail kedinasan, pengiriman dokumen melalui aplikasi WhatsApp, meeting dengan aplikasi Zoom, dan lain-lain.
2. Beberapa pegawai mengalami kendala ketersediaan sarana pendukung WFH, antara lain komputer atau laptop , jaringan internet, dan alat komunikasi yang compatible. Hal ini karena bersamaan dengan sebagian besar anak mereka adalah pelajar yang juga menjalani pembelajaran jarak jauh juga menggunakan perangkat digital.
3. Digitalisasi proses bisnis yang belum mencakup keseluruhan layanan, seperti pada tata naskah persuratan belum semua format tertampung di aplikasi administrasi persuratan NADINE, sehingga masih perlu dilakukan pencetakan dan penandatanganan serta cap basah.
4. Belum semua aplikasi proses bisnis berbasis web, masih terdapat aplikasi yang hanya dapat diakses melalui jaringan intranet, seperti dropbox lelang.
5. Dokumen output proses bisnis yang masih memerlukan tanda tangan basah, seperti cek di bagian bendahara pengeluaran dan laporan penilaian.

Untuk meminimalisir dampak penurunan kinerja dan kegagalan pencapaian output, pelaksanaan WFH di lingkungan Kanwil DJKN Jawa Barat dilaksanakan secara ketat dan sejalan dengan ketentuan SE-5/MK.1/2020. Beberapa sistem pendukung WFH yang telah dilaksanakan yaitu:
1. Rapat rutin seluruh pegawai Kanwil DJKN Jawa Barat dengan pimpinan unit untuk memonitoring keberadaan dan kondisi kesehatan setiap pegawai dengan menggunakan aplikasi Zoom;
2. Kewajiban mengisi kehadiran pada aplikasi presensi DIANAS;
3. Kewajiban mengisis logbook kegiatan setiap hari;
4. Kewajiban atasan langsung untuk memonitoring pekerjaan dan kondisi kesehatan bawahan, terutama yang memiliki keterbatasan alat komunikasi yang mendukung tatap muka;
5. Kewajiban pelaksana untuk merespon panggilan ataupun arahan dari atasan paling lama 30 menit sejak panggilan/arahan disampaikan;
6. Layanan tugas dan fungsi menggunakan saluran komunikasi selain tatap muka, seperti e-mail, aplikasi WhatsApp, aplikasi Zoom, dan mengoptimalkan aplikasi layanan yang sudah diimplementasikan di DJKN seperti e-auction.


Diharapkan dengan dilaksanakannya sistem tersebut secara tertib, WFH akan memberi hasil yang optimal, kinerja pegawai tetap berjalan baik untuk pencapaian target, dan kesehatan pegawai terlindungi. Selanjutnya diharapkan aplikasi layanan proses bisnis dapat dikembangkan ke arah berbasis web sehingga dapat diakses di mana saja dan kapan saja disertai dengan pemanfaatan Digital Signature secara lebih luas atas dokumen yang dikeluarkan oleh unit kerja. Dengan demikian saat situasi negara dihadapkan pada masalah kedaruratan, kinerja organisasi dan keselamatan pegawai dapat terjaga dengan baik.

Penulis: Yenni Marina


Referensi:

https://id.wikipedia.org/wiki/Kerja_jarak_jauh

http://www.integrasi-edukasi.org/mengenal-sistem-kerja-jarak-jauh-remote-untuk-organisasi-nirlaba

https://medium.com/@evanpurnama_49601/tentang-kerja-jarak-jauh-remote-working-6b295b6717b0

https://resources.urbanhire.com/8-tips-untuk-mengelola-karyawan-yang-bekerja-jarak-jauh-secara-efektif/

https://nationalgeographic.grid.id/read/131901118/semakin-populer-sistem-kerja-jarak-jauh-ternyata-justru-sebabkan-stres?page=all

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini