Panggilan Sidang Secara Patut Dalam Hukum Acara Perdata
ARIEF NUGROHO
Rabu, 08 Januari 2020 pukul 08:08:10 |
236808 kali
Arief Nugroho
*) Ajeng Hanifa Zahra Caesar Aprilia **)
*)Sie Bantuan Hukum II
Dit.Hukum Humas **)OJT di Kantor Pusat DJKN
Dalam perkara perdata,
semua hal-hal yang berkaitan dengan hukum acara telah diatur dalam Hukum Acara
Perdata (R.Bg/HIR). Mulai dari gugatan, panggilan, sampai dengan pemberitahuaan
(relaas) putusan. Ada juga peraturan-peraturan lain yang melengkapi hukum acara
tersebut, diantaranya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA).
Terkait hukum acara,
terdapat kebiasaan-kebiasaan yang seolah menjadi hukum tidak tertulis, dan
apabila tidak diluruskan akan merugikan pihak-pihak yang berperkara. Kebiasaan
tersebut di antaranya pemanggilan para pihak untuk sidang pertama. Banyak
penangan perkara yang beranggapan bahwa panggilan sidang secara patut adalah 3
(tiga) kali. Sebelum tiga kali panggilan, para pihak (dalam hal ini biasanya
tergugat) memilih untuk tidak hadir terlebih dahulu, dengan keyakinan masih ada
panggilan kedua dan ketiga yang akan disampaikan.
Dalam berbagai
kesempatan baik pada saat Diklat Beracara di Pengadilan maupun acara informal
lainnya, penulis beberapa kali mendapat pertanyaan dari peserta diklat/para penangan
perkara yang apabila hal tersebut ditanyakan kepada badan peradilan, jawabannya
berbeda-beda. Pertanyaan yang diajukan yaitu apakah pemanggilan untuk
menghadiri persidangan harus (wajib) disampaikan
sebanyak tiga kali? Bagaimana jika salah satu pihak
tidak hadir dalam pemanggilan pertama? Apakah yang dimaksud dengan
panggilan secara patut? Apakah konsekuensinya apabila kita selaku
tergugat/penggugat tidak hadir dalam persidangan pertama? Apakah dasar
hukumnya?
Atas
pertanyaan-pertanyaan tersebut, terdapat ketentuan-ketentuan dan pendapat
ahli yang mengatur tata cara pemanggilan bagi para pihak.
Ketentuan-ketentuan dan pendapat ahli yang mendasari pemanggilan para
pihak adalah sebagai berikut:
·
Pasal
148 R.Bg./124 HIR
Dalam sidang pertama
Penggugat yang tidak hadir dalam sidang, sedangkan Tergugat hadir dalam sidang,
Dalam keadaan yang demikian Hakim dapat menjatuhkan putusan dengan menyatakan
Gugatan Peggugat Gugur dan menghukum Penggugat membayar biaya perkara;
·
Pasal
149 ayat (1) R.Bg./125 ayat (1) HIR
Dalam sidang pertama
Tergugat yang tidak hadir dalam sidang, sedangkan Penggugat hadir dalam sidang,
Dalam keadaan yang demikian Hakim dapat menjatuhkan putusan dengan menyatakan
Gugatan Penggugat dapat dikabulkan dengan verstek (tanpa hadirnya Tergugat);
·
Pasal
150 R.Bg./126 HIR
Dalam kejadian
sebagaimana dalam sidang pertama apakah Penggugat atau Tergugat yang tidak
hadir Hakim dapat memerintahkan untuk memanggil sekali lagi pihak yang tidak
hadir agar datang menghadap pada hari yang ditentukan dalam sidang itu;
·
Pasal
151 R.Bg./127 HIR
Kemungkinan yang
ke-empat apabila Tergugat ada seorang atau lebih yang tidak hadir menghadap
dalam sidang maka pemeriksaan perkara ditunda sampai suatu hari yang ditetapkan
sedekat mungkin. Penundaan itu di dalam sidang diberitahukan kepada pihak-pihak
yang hadir dan pemberitahuan itu berlaku sebagai panggilan, sedangkan
Tergugat-tergugat yang tidak hadir diperintahkan agar dipanggil lagi. Kemudian
perkara diperiksa dan terhadap semua pihak diberikan keputusan dalam satu surat
putusan yang terhadapnya tidak dapat diadakan perlawanan;
·
Pasal
186 ayat (3) R.Bg./159 ayat (3) HIR
Jika di antara
pihak-pihak yang hadir pada hari pertama ada yang kemudian tidak hadir pada
hari sidang berikutnya, yang kemudian ditunda lagi, maka Ketua memerintahkan
agar pihak itu dipanggil lagi untuk hadir pada sidang berikutnya;
·
SEMA
Nomor 9 Tahun 1964
Karena ada beberapa
tafsiran mengenai putusan verstek, maka Mahkamah Agung memberi pendapatnya
sebagai berikut :
Menurut pasal 125 H.I.R. apabila tergugat, meskipun telah dipanggil secara sah,
akan tetapi tidak hadir, maka Hakim dapat
1. Menjatuhkan putusan verstek atau;
2. Menunda pemeriksaan –(berdasarkan pasal 126 H.I.R.) – dengan perintah
memanggil tergugat sekali lagi
3. Kemudian apabila dalam hal sub 2 tergugat tidak dapat lagi, maka
Hakim dapat menjatuhkan putusan verstek.
·
M.
Yahya Harahap, S.H. dalam bukunya yang
berjudul “Hukum Acara Perdata” mengatakan:
“..., berdasarkan pertimbangan prinsip fair trial sesuai dengan audi
alteram partem (dengarkan sisi lain), jika Tergugat tidak hadir memenuhi
pemeriksaan sidang pertama maka kurang layak langsung menghukumnya dengan
putusan verstek. Oleh karena itu, hakim yang bijaksana, tidak gegabah secara
emosional langsung menerapkan acara verstek, tetapi memberi kesempatan lagi
kepada Tergugat untuk hadir di persidangan dengan jalan mengundurkan
pemeriksaan.”
Pengertian pemanggilan
sidang yang sah dan patut
Di dalam buku Hukum
Acara Perdata, M. Yahya Harahap, S.H. mengatakan bahwa:
“Pengertian panggilan
dalam hukum acara perdata adalah menyampaikan secara resmi (officiaicial) dan patut
(properly) kepada pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara di pengadilan,
agar memenuhi dan melaksanakan hal-hal yang diminta dan diperintahkan
majelis hakim atau pengadilan”.
Menurut 390 ayat (1),
(2) dan (3) HIR, yang berfungsi melakukan panggilan adalah juru sita dalam
pasal berbunyi sebagai berikut:
·
Pasal 390 ayat (1)
Tiap-tiap surat jurusita, kecuali yang akan disebut di bawah ini, harus disampaikan pada orang yang bersangkutan sendiri di tempat diamnya atau tempat tinggalnya dan jika tidak dijumpai di situ, kepada kepala desanya atau lurah bangsa Tionghoa yang diwajibkan dengan segera memberitahukan surat jurusita itu pada orang itu sendiri, dalam hal terakhir ini tidak perlu pernyataan menurut hukum.
·
Pasal 390 ayat (2)
Jika orang itu sudah meninggal dunia, maka surat jurusita itu disampaikan pada ahli warisnya; jika ahli warisnya tidak dikenal maka disampaikan pada kepala desa di tempat tinggal yang terakhir dari orang yang meninggal dunia itu di Indonesia, mereka berlaku menurut aturan yang disebut pada ayat di atas ini. Jika orang yang meninggal dunia itu masuk golongan orang Asing, maka surat jurusita itu diberitahukan dengan surat tercatat pada Balai Harta Peninggalan.
·
Pasal 390 ayat (3)
Tentang orang-orang yang tidak diketahui tempat
diam atau tinggalnya dan tentang orang-orang yang tidak dikenal, maka surat
jurusita itu disampaikan pada Bupati, yang dalam daerahnya terletak tempat
tinggal penggugat dan dalam perkara pidana, yang dalam daerahnya hakim yang
berhak berkedudukan. Bupati itu memaklumkan surat jurusita itu dengan
menempelkannya pada pintu umum kamar persidangan dari hakim yang berhak.
Analisa
Dari ketentuan-ketentuan
dan pendapat ahli di atas, yang dapat dilakukan Hakim terhadap kedua belah
pihak yaitu:
· Penggugat yang sengaja tidak
hadir dalam sidang pertama, padahal ia yang mempunyai inisiatif mengajukan
gugatan, sikap Penggugat yang demikian dapat dinilai oleh Hakim bahwa Penggugat
beritikad buruk, sedangkan Tergugat telah hadir artinya Tergugat dapat dinilai
oleh Hakim ia telah beritikad baik untuk menyelesaikan perkaranya, maka
oleh Hakim dapat menyatakan gugatannya digugurkan dan
Penggugat dihukum mebayar biaya perkara;
· Tergugat yang sengaja tidak
hadir dalam sidang pertama, padahal ia telah dipanggil secara sah dan patut,
Penggugat telah mengeluarkan biaya dan hadir di persidangan, oleh Hakim
Tergugat dinilai beritikad buruk, maka oleh Hakim dapat menyatakan
gugatan Penggugat dikabulkan dengan verstek (tanpa hadirnya Tergugat);
· Dalam sidang pertama
apakah Penggugat atau Tergugat yang tidak hadir dalam persidangan, Hakim jika
perlu dapat menunda sidang dengan memerintahkan memanggil kepada pihak
yang tidak hadir, jadi jika dalam sidang pertama Penggugat yang tidak hadir
atau Tergugat yang tidak hadir Hakim masih memberi kesempatan yang sama
untuk memanggil lagi;
·
Dalam sidang pertama
Penggugat hadir Tergugat hadir, namun dalam sidang berikutnya Tergugat tidak
hadir, maka Hakim wajib memanggil Tergugat untuk hadir dalam
sidang berikutnya;
· Tujuan adanya pasal
126 HIR ini adalah untuk memberikan kelonggaran bagi para pihak dan
supaya Hakim tidak tergesa-gesa dalam memberikan putusan dikarenakan adanya
kemungkinan para pihak tidak datang karena ada halangan-halangan tertentu
(misalnya, salah satu pihak tersebut tidak mengetahui adanya panggilan
tersebut).
Namun apabila setelah dua kali persidangan dan pihak Tergugat
tidak hadir juga setelah dipanggil dengan patut, maka mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang ada, seharusnya persidangan dapat dilanjutkan.
Kesimpulan
Dari ketentuan-ketentuan
di atas, pemanggilan dalam persidangan tidak harus sampai 3 (tiga) kali jika
salah satu tidak hadir dalam pemanggilan pertama. Jika ketidakhadiran Penggugat
dalam sidang pertama hakim dapat memutuskan Penggugat gugur atau Hakim masih
dapat menunda sekali lagi untuk memanggil Penggugat untuk hadir dalam
persidangan, begitu pula sebaliknya ketidakhadiran Tergugat dalam persidangan
pertama, tidak ada keharusan bagi Hakim harus memutus perkaranya dengan
mengabulkan gugatan Penggugat dengan verstek, tetapi hakim masih dapat menunda
sekali lagi untuk memanggil Tergugat untuk hadir dalam persidangan, hal ini
tercantum dalam Pasal 150 R.Bg./126 HIR.
Kebiasaan tiga kali
dalam pemanggilan tumbuh dan berkembang dalam praktik peradilan agar Hakim
tidak tergesa-gesa dalam memberikan putusan dikarenakan adanya kemungkinan para
pihak tidak datang karena ada halangan-halangan tertentu.
Referensi:
1.
Herziene
Inlandsch Reglement (HIR)
2.
Rechtsreglement
voor de Buitengewesten (RBg)
3.
Surat Edaran Mahkamah
Agung (SEMA) Nomor 9 Tahun 1964 tertanggal 13 April 1964
4.
M. Yahya Harahap,
2012, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika.
5. Artikel Tergugat Dua Kali Dipanggil Sidang Tidak Hadir Apakah Perlu Dipanggil Lagi oleh H.Sarwohadi, S.H.,M.H., (Hakim PTA Mataram) tertanggal 25 April 2016
6. Wildan Suyuthi, Sita dan Eksekusi: Praktek Kejurusitaan Pengadilan, Jakarta: PT Tatanusa, 2004
Disclaimer |
---|
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja. |