Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Menakar Produktivitas Sebagai Indikator Kinerja Utama (IKU)
Dedy Christanto
Selasa, 27 Februari 2018 pukul 16:12:01   |   1128 kali

Ditulis Oleh Dedy Christanto

Kasi HI KPKNL Batam

Direktorat Lelang memberikan tantangan kepada KPKNL dengan menetapkan produktivitas lelang sebagai salah satu Indikator Kinerja Utama (IKU). Target persentase produktivitas lelang tahun 2018 adalah sebesar 30%. Produktivitas lelang adalah perbandingan antara jumlah frekuensi lelang laku dengan jumlah realisasi frekuensi lelang dalam setahun. Hal ini tentu berbeda dengan IKU bidang lelang tahun - tahun sebelumnya. Pada tahun sebelumnya, target IKU frekuensi lelang adalah 100% dari yang ditargetkan tanpa membandingkan antara lelang laku dengan tidak laku. Dengan IKU seperti ini, sebagian besar KPKNL dapat mencapainya bahkan jauh melebihi dari target yang ditetapkan. Bisa jadi hal ini yang menjadi pertimbangan DJKN merubah IKU frekuensi lelang menjadi produktivitas lelang. Dengan kata lain, IKU produktivias lelang merupakan salah satu IKU yang menantang (challenging).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Produktivitas adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu; daya produksi; keproduktifan. Sedangkan menurut Herjanto, Produktivitas merupakan istilah dalam kegiatan produksi sebagai perbandingan antara luaran (output) dengan masukan (input). Produktivitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan bagaimana baiknya sumber daya diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang optimal. Jika dikaitkan pengertian di atas, produktivitas lelang sesungguhnya sangat tepat dan wajar bahkan sudah seharusnya apabila dijadikan IKU.

Produktivitas lelang menjadi IKU menantang, apabila diukur dari tingkat keterjualan lelang selama ini. Fakta menunjukan bahwa lelang eksekusi hak tanggungan berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan masih mendominasi dibanding jenis lelang lainnya. Menurut data evaluasi perkembangan lelang nasional Tahun 2015, frekuensi lelang eksekusi hak tanggungan mencapai 40.977 atau 75,14% dari total frekuensi lelang sebanyak 54.564, sedangkan pada tahun 2016 mencapai 44.139 atau 75,22% dari 58.674. Tingginya frekuensi lelang eksekusi hak tanggungan tidak diikuti dengan hasil lelang yang signifikan. Untuk tahun 2016 dari jumlah permohonan 44.139, yang laku dilelang hanya 4.899 atau 11%. Dengan asumsi jenis lelang selain hak tanggungan laku terjual 100%, maka produktivitas lelang tahun 2016 hanya sebesar 14,54%. Dengan kondisi inilah sebenarnya yang menjadi tantangan bagi KPKNL untuk dapat mencapai target 30% produktivitas lelang.

Untuk mencapai target produktivitas lelang, mau tidak mau yang perlu menjadi fokus DJKN adalah meningkatkan keterjualan lelang obyek hak tanggungan. Salah satu upaya yang telah dilakukan DJKN baru-baru ini adalah dengan mengenakan tarif permohonan lelang hak tanggungan sebesar Rp150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah) per debitor sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2018. Upaya tersebut diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lelang dari lelang hak tanggungan. Namun perlu upaya lain yakni dengan mengatur persyaratan tambahan, diantaranya obyek hak tanggungan tidak ada sengketa atau potensi sengketa, obyek hak tanggungan tidak berpenghuni alias kosong, debitur tidak hanya dinyatakan telah wanprestasi tetapi juga telah masuk kategori kredit macet sebagaimana diatur dalam kolektibitas BI. Artinya berkas permohonan lelang yang tidak memenuhi kriteria tersebut disarankan untuk dieksekusi melalui pengadilan. Selain itu, perlu adanya pembatasan lelang ulang hanya dapat dilakukan satu kali dengan nilai limit kedua besarnya sama dengan nilai likuidasi. Pembatasan permohonan lelang hak tanggungan melalui persyaratan tambahan di atas sejatinya sejalan dengan prinsip bahwa lelang agunan merupakan alternative terakhir dalam penyelesaian kredit macet setelah upaya persuasive melalui restrukturisasi telah optimal dilakukan oleh Kreditor. Upaya ini hanya dapat diimplementasikan, setelah dilakukan deregulasi melalui perubahan peraturan juklak dan juknis lelang khususnya tentang dokumen persyaratan lelang dengan memasukan kriteria tambahan tersebut dalam mengajukan permohonan lelang.

Menjelang deregulasi tersebut terwujud, selain upaya pemasaran yang efektif, tentunya perlu upaya himbauan kepada para kreditor agar mempertimbangkan tingkat keterjualan dan potensi masalah atau gugatan dalam mengajukan permohonan lelang ke KPKNL. Sehingga tercipta sinergi dan komitmen bersama bahwa lelang hak tanggungan itu harus efektif, membantu penyelesaian kredit Pemohon Lelang dan pada akhirnya IKU produktivitas lelang tidak lagi menjadi momok bagi KPKNL. Semoga !!

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini