Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
DJKN Sebagai Agen Anti Money Laundering
Sunadi
Selasa, 09 Mei 2017 pukul 13:43:48   |   3683 kali

Latar Belakang

Mendadak pagi itu saya girang bukan kepalang, betapa tidak, saya ditugaskan Pimpinan untuk mewakili DJKN memenuhi undangan PPATK atas kerjasama dengan Australian Transaction and Analysis Center (AUSTRAC) mengikuti kegiatan Regulatory Exchange Program selama 14 hari di Australia dan Selandia Baru. Kegiatan yang berlangsung dari tanggal 10 -24Sepetember 2016 diikuti juga oleh perwakilan dari Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, dan PPATK. Ya, ada enam lembaga yang terlibat dalam kegiatan tersebut untuk menggali pengalaman Australia dan Selandia Baru dalam menangani Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme. Lembaga-lembaga yang diundang tersebut merupakan Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP) atas Pihak Pelapor sesuai amanat Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Dalam artikel ini saya bukan hendak membahas tentang materi-materi yang disampaikan dalam kegiatan tersebut, namun saya ingin menyampaikan betapa Indonesia memiliki agenda yang cukup krusial yang akan dihadapi di tahun 2017. Agenda itu adalah Mutual Evaluation on Anti Money Laundering and Counter Terrorism Financing Indonesia tahun 2017.

Namun sebelum membahas Mutual Evaluation, secara ringkas perlu dilihat keterlibatan DJKN dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Salah satu tugas dan fungsi Direktorat Lelang DJKN adalah melakukan pegawasan dan pembinaan Balai Lelang. Sesuai Pasal 17 Undang-undang nomor 8 tahun 2010, disebutkan bahwa salah satu Pihak Pelapor – pihak yang wajib menyampaikan laporan kepada PPATK - adalah Balai Lelang. DJKN selaku lembaga pengawas dan pengatur Balai Lelang berwenang membuat ketentuan dan melakukan pengawasan atas pencegahan dan pemberantasan TPPU akibat transaksi lelang pada Balai Lelang. Salah satu ketentuan yang telah dikeluarkan adalah PMK Nomor 45/PMK.06/2013 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) bagi Balai Lelang.

Tabel: Lembaga Pengatur & Pengawas dan Pihak Pelapor

Kategori

Lembaga Pengatur & Pengawas (LPP)

Pihak Pelapor (Pasal 17 UU 8/2010)

Penyedia Jasa Keuangan

Otoritas Jasa keuangan

Bank, Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan Asuransi dan Pialang Asuransi, Dana Pension Lembaga Keuangan, Perusahaan Efek, Manajer Investasi, Custodian, Wali Amanat, Perposan Sbg Penyedia Jasa Giro, Pegadaian

Bank Indonesia

Pedagang Valas, Penyelenggara Alat Pembayaran Menggunakan Kartu, Penyelenggara E-Money dan/atau E-Wallet, Penyelenggara Kegiatan Usaha Pengiriman Uang

Kemenkop UKM

Koperasi yang Melakukan Kegiatan Simpan Pinjam

Bappebti Kemendag

Perusahaan yang Bergerak di Bidang Perdagangan Berjangka dan Komoditi

Penyedia barang dan/atau jasa lain

PPATK

Perusahaan Property/Agen Property, Pedagang Kendaraan Bermotor, Pedagang Permata dan Perhiasan/Logam Mulia, Pedagang Barang Seni dan Antik

DJKN Kemenkeu

balai lelang


Mutual Evaluation 2017

Mutual Evaluation (ME) merupakan program penilaian yang dilakukan secara “peer review” antar sesama anggota Asia/Pacific Group on Money Laundering (APG) guna mengukur dan menilai tingkat kepatuhan suatu negara dalam mengimplementasikan standar internasional terkait penanganan tindak pidana pencucian uang/tindak pidana pendanaan terorisme (TPPU/TPPT). Tim Evaluator berasal dari Negara-negara anggota APG yang akan mengunjungi secara langsung (on-site visit) untuk melihat, mempelajari dan mengevaluasi kemampuan Indonesia dalam menerapkan standar pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pencegahan TPPT. Saat ini anggota APG berjumlah 41 negara anggota dan menjadi organisasi regional terbesar yang menjalin kerjasama menangani TPPU dan TPPT.

Standar international yang digunakan sebagai acuan penilaian dalam Mutual Evaluation adalah Rekomendasi yang dikeluarkan oleh Financial Action Task Force (FATF). FATF adalah lembaga international antar negara yang didirikan pada tahun 1989. FATF merupakan organ yang dibentuk atas mandat negara-negara G7 (dan kemudian G20) untuk merumuskan upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan pencucian uang dan pendanaan terorisme di tingkat global, serta melakukan monitoring terhadap upaya pencegahan dan pemberantasan pencucian uang dan pendanaan terorisme, dan ancaman lainnya yang mengancam integritas dari sistem keuangan international.

Rekomendasi FATF disusun berdasarkan:

  1. Hasil telaahan atas teknik dan trend pencucian uang/pendanaan terorisme yang sangat dinamis dan berkembang dari waktu ke waktu;
  2. Hasil review atas penanganan TPPU/TPPT yang dilakukan oleh beberapa Negara;
  3. Identifikasi atas upaya yang masih perlu dilakukan untuk efektivitas penanganan TPPU/TPPT

Rekomendasi FATF yang menjadi acuan saat ini adalah yang dikeluarkan pada tahun 2012 dikenal dengan Revised 40 Recommendations dan 9 Special Recommendations (Revised 40+9) FATF.


Ada 2 (dua) metodologi pengukuran tingkat kepatuhan saat Mutual Evaluation dilakukan:

  1. Technical Complience: Tingkat kepatuhan berdasarkan kesesuaian legislasi/regulasi dan kelembagaan termasuk kewenangannya dengan Rekomendasi FATF
  2. Effectiveness Complience: Tingkat kepatuhan berdasarkan kesesuaian implementasi penanganan TPPU/TPPT dengan Rekomendasi FATF dan sejauh mana kehandalan penanganan TPPU/TPPT yang dihasilkan dari implementasi regulasi yang ditetapkan.

Terkait peran DJKN, kesesuaian peraturan yang dikeluarkan untuk para pihak pelapor dengan Rekomendasi FATF adalah sebagai berikut:

Rec

Rekomendasi FATF

Peran DJKN

#22

Penyedia Barang/Jasa dan Lembaga Profesi (Designated Non Financial Business and Professions/DNFPBs) harus menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa”

Menteri Keuangan telah mengeluarkan:

1. PMK No. 45/PMK.06/2013 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) bagi Balai Lelang

2. Perdirjen Kekayaan Negara No. 02/KN/2016 tentang Penerapan PMPJ bagi KPKNL

3. Perdirjen Kekayaan Negara No. 03/KN/2016 tentang Penerapan PMPJ bagi Pejabat Lelang Kelas II

4. Surat Edaran Dirjen KN No. 03/KN/2016 tentang Pedoman PMPJ

guna mengatur Balai Lelang, KPKNL dan Pejabat Lelang Kelas II sebagai Pihak Pelapor untuk menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa

#23

PBJ juga harus menerapkan prinsip mengenal pengguna jasa dan melaporkan transaksi keuangan mencurigakan

Ketentuan-ketentuan tersebut juga mengatur kewajiban pelaporan transaksi lelang Balai Lelang, KPKNL dan Pejabat Lelang Kelas II kepada PPATK.

#28

Regulasi serta supervisi untuk para penyedia barang dan/atau jasa dan lembaga profesi (designated non-financial businesses and professions/DNFBPs) juga harus diterapkan

Direktur Jenderal berwenang melakukan evaluasi kepatuhan atas penerapan PMPJ dan kewajiban pelaporan Balai Lelang, KPKNL dan Pejabat Lelang Kelas II

#28.5 Pengawasan terhadap Penyedia Barang dan/atau jasa harus berdasarkan sensitivitasrisiko (Risk Based Supervision)

Berdasarkan Surat Edaran No.3/KN/2016 tentang Pedoman PMPJ, Pelaksanaan Evaluasi Kepatuhan dilakukan dengan memperhatikan tingkat risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang pada Balai Lelang, KPKNL dan Pejabat Lelang Kelas II


Outcomes dari Mutual Evaluation

Hasil dari Mutual Evaluation akan berpengaruh secara signifikan pada kualitas kebijakan, peraturan perundang-undangan dan efektivitas pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT suatu negara. Lebih jauh, hasil ME berdampak pada persepsi dan peringkat investasi Negara tersebut. Terkait konsekuensi ME, 3 (tiga) kali dalam setahun FATF mengeluarkan 2 (dua) dokumen atas hasil penilaian Negara yang berisiko tinggi dan non-kooperatif,yaitu:

a. Dokumen “Improving Global AML/CFT Compliance: On-Going Process” (Grey List)

Sampai dengan February 2016, FATF telah mereviu lebih dari 80 negara dan 59 diantaranya termasuk dalam negara yang berisiko tinggi dan non-kooperatif. Dari 59 negara tersebut, 46 negara telah melakukan perubahan yang signifikan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan ML/TF, sehingga disetujui untuk dikeluarkan dari pemantauan FATF.

b. Dokumen “Public Statement” (Blacklist)

FATF Public Statement merupakan “daftar hitam” yang dikeluarkan oleh FATF mengenai negara negara yang berisiko tinggi terhadap pencucian uang dan pendanaan terorisme. Terhadap negara yang masuk ke dalam Public Statement ini, negara-negara dan institusi keuangan di seluruh dunia diminta untuk meningkatkan kewaspadaannya dalam menjalankan hubungan usaha di bidang finansial.

Pada tahun 2012, Indonesia pernah dinyatakan masuk dalam FATF Public Statement (blacklist), atas lemahnya penanganan Indonesia terhadap penanganan pendanaan terorisme. Melalui berbagai upaya antara lain penyusunan UU No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, pembekuan atas aset milik terduga teroris melalui pemberlakuan peraturan bersama antara PPATK dan penyedia jasa keuangan, maka pada tahun 2015, Indonesia akhirnya resmi keluar dari FATF Public Statement. Di tahun yang sama, melalui sinergi positif dengan Negara-negara lain dalam TP TPPU/TPPT, Indonesia juga keluar dari FATF Grey List, yang artinya bahwa kualitas integritas sistem keuangan Indonesia cukup handal sehingga sistem keuangan nasional kita tidak bisa dijadikan sarana maupun sasaran kejahatan.

Dampak positif yang dapat dirasakan dari keluarnya Indonesia dari zona Grey List FATF adalah:

  1. Indonesia menjadi sejajar dengan negara-negara lain, khususnya selaku anggota G20;
  2. Meningkatnya rating investment grade Indonesia, sehingga berperan dalam mendorong investasi, transaksi bilateral dan resiprokal; dan
  3. Memberi sinyal yang kuat tentang komitmen Indonesia terhadap upaya PP-TPPU/TPPT, baik di yurisdiksi Indonesia maupun dalam rangka kerjasama regional dan internasional.

Untuk kesinambungan negara-negara yang tergabung dalam Asia Pacific Group dalam menjaga integritas sistem keuangan dari TPPU/TPPT, secara berkala dan bergantian, dilakukan mutual evaluation. Adapun Indonesia, rencana Mutual Evaluation FATF dilaksanakan pada bulan November 2017.

Kesimpulan

Tentu kita tidak ingin menjadi batu sandungan bagi Indonesia ketika Mutual Evaluation dilakukan. Bahkan pada suatu kesempatan, Ibu Menteri Keuangan sempat mengutarakan keinginannya agar Indonesia masuk sebagai salah satu anggota FATF. Suatu keinginan yang tidak berlebihan mengingat saat ini Indonesia merupakan satu-satunya Negara anggota G-20 yang belum tergabung FATF. Keanggotaan ini penting karena dengan begitu Indonesia akan memiliki posisi tawar yang kuat dalam menentukan arah kebijakan internasional yang dibuat oleh FATF terkait penanganan TPPU/TPPT. Guna mewujudkan ini, hasil Mutual Evaluation 2017 tentu merupakan pertimbangan tersendiri bagi feasibilitas Indonesia menjadi anggota FATF.

Peran DJKN dalam mendukung persiapan Mutual Evaluation sudah terlihat melalui berbagai kebijakan atau peraturan yang telah dikeluarkan terkait Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Balai Lelang, KPKNL dan Pejabat Lelang kelas II. Ruang optimalisasi peran masih sangat luas, mengingat penerapan peraturan ini membutuhkan komitmen yang kuat, sinergi dan koordinasi yang solid baik antara berbagai lembaga, baik DJKN selaku Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP) dengan PPATK, antar LPP, maupun DJKN dengan Pihak Pelapor. Seiring dengan itu, regulasi akan terus disempurnakan sesuai dengan kebutuhan dan dinamika yang ada. Di sisi lain, secara simultan Kantor Wilayah DJKN di seluruh Indonesia yang merepresentasikan tugas dan fungsi LPP dalam kerangka pengawasan Balai Lelang, KPKNL dan Pejabat Lelang Kelas II diharapkan dapat mengambil peran aktif agar penerapan regulasi ini dapat berjalan dengan baik. Dengan demikian, momentum ini dapat dimanfaatkan DJKN dan stakeholders untuk berkontribusi meningkatkan perekonomian nasional melalui pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang melalui transaksi lelang.

Daftar Referensi:

Financial Action Task Force http://www.fatf-gafi.org/

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan http://www.ppatk.go.id/

Asian Pacific Group on Money Laundering http://www.apgml.org/

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

Undang-undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme

Peraturan Pemerintah Nomor No. 6 tahun 2012 sebagaimana telah diubah dengan PP No. 117 tahun 2016, tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

Peraturan Menteri Keuangan RI No. 45/PMK.06/2013 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) bagi Balai Lelang

Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara No. 02/KN/2016 tentang Penerapan PMPJ bagi KPKNL

Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara No. 03/KN/2016 tentang Penerapan PMPJ bagi Pejabat Lelang Kelas II

Surat Edaran Direktur Jenderal Kekayaan Negara No. 03/KN/2016 tentang Pedoman PMPJ

The FATF Recommendations, International Standards on Combating Money Laundering and The Financing of Terrorism & Proliferation, FATF, 2012

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini