Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Mengelola Perbedaan
N/a
Kamis, 13 Oktober 2016 pukul 10:10:33   |   10204 kali

MENGELOLA PERBEDAAN

Oleh : Mohammad Chifni, Kepala Seksi Kepatuhan Internal KPKNL Banda Aceh

Beda adalah keniscayaan dan bisa menjadi beda, unik serta asli adalah energi yang menyenangkan. Sayangnya, kendati idenya sederhana namun implementasi penerimaannya jauh dari sederhana. Segudang kata bijak dan searif bahasa langit-pun  jauh dari menjadikannya untuk  sekedar dimengerti apalagi difahami. Dan ternyata memang butuh intelektual tinggi serta tingkatan pemahaman moral yang lebih untuk mencapainya dan menjadikannya untuk tidak sekedar dimengerti.

Di dalam tipologi yang dikembangkan oleh Kohlberg, tentang tingkat perkembangan moral kognitif, bahwa rasa penerimaan manusia terhadap perbedaan sebagai prinsip moral universal adalah pada tingkat postconventional. Yaitu pada level tertinggi, sementara menurut  penemu teory multiple intelligences. Howard Gardner dalam bukunya Five Minds for the Future, menyimpulkan bahwa kesadaran dan penghargaan terhadap perbedaan (respectful mind) adalah kemampuan pikir yang tidak gampang dan menjadi peran penting  untuk masa depan, selain disciplined mind, synthesizing mind,creating mind dan ethical mind.

Karena itu,  jangan suka menyensor diri sendiri, berpikir besarlah, sebesar yang anda mau dan anda bisa karena ketika kita mengembangkan kemampuan untuk menerima lebih banyak perbedaan dari yang kita inginkan, bukan saja hidup dalam harmoni yang kita capai, akan tetapi kita sekaligus mampu menyebarkan harmoni kepada lingkungan sekitar, mendukung kekayaan emosional, mental fisik dan spiritual yang benar-benar utuh.

Kemampuan menerima perbedaan sesungguhnya sangat mendukung perkembangan diri seseorang. Orang yang tak mampu menerima perbedaan cenderung menutup jalan kearah perkembangan dirinya sendiri yang lebih baik. Kebijaksanaan  dan kedewasaan hidup justru bersembunyi di balik penerimaan kita akan perbedaan. selanjutnya menerima perbedaan dan mengelola perbedaan itu sendiri adalah kekayaan batin, dan inilah esensi paling dasar dari manajemen sumber daya manusia (SDM).

Tulisan singkat ini berusaha memotret keberbedaan sekaligus menawarkan cara baru dalam mengelola perbedaan kususnya terkait Perbedaan antar generasi dan perbedaan sudut pandang antara kelompok kelompok umur yang berbeda, yang sedang dan sering kita alami dalam dunia kerja, dan berharap dapat mengilhami, membangkitkan pikiran, merangsang tindakan untuk memimpin sekaligus melayani.

Sumber Biro SDM Kemenkeu per 1 Juli 2016

 

Digital Native

Sesuai peraturan Sekretaris Jenderal Nomor 55/SJ/2008 Tentang Pelaksanaan Assessment Center Departemen Keuangan ada tiga aspek kompetensi dasar yang yang harus dimiliki para pengambil kebijakan di lingkungan Kementerian Keuangan, ketiga kompetensi dasar  itu adalah Thingking, Working dan Relating (Managing other).

Terkait Relating (Managing other) kompetensi ini memiliki unsur unsur yang berhubungan dengan kompetensi prilaku lain, diantaranya Influencing and Persuading, Managing Others, Team Leadership, Coaching and Developing Other, Motivating Others, Organizational Savvy, Relationship Management, Negotiation yang hampir kesemuanya menuntut kemampuan berhubungan dengan orang lain. Sejalan dengan sebuah premis bahwa hubungan yang baik dapat mengatasi perbedaan, maka kemampuan membangun hubungan menjadi hal pokok dalam upaya mengelola perbedaan.

Perbedaan itu mencakup semua hal yang berbeda sekaligus yang serupa, atau dengan lain kata Perbedaan itu mencakup perpaduan antara hal-hal yang serupa dan hal-hal yang berbeda, bukan hanya salah satunya. Makanya butuh energi lebih untuk mengelolanya, namun dengan pendekatan kearifan, ada suasana menyenangkan sekaligus menantang apabila dijalankan.

Realitas diruang kerja kita, bisa jadi contoh bahwa perbedaan antar generasi tidak jarang menjadi persoalan yang dapat menciptakan ketegangan, rintangan dan  perbedaan sudut pandang yang nyata antara kelompok umur yang berbeda. Terhadap kelompok umur belia sering kita menebar sikap prejudice atau prasangka buruk dan stereo type,  yakni prasangka negatif yang sering dijadikan dasar- sebagai yang tidak suka diatur, kurang loyal, tidak sabar dan suka instan bahkan dikawatirkan energi besar yang ia punya bisa merusak bahkan menghambat. Sementara kelompok umur senior diposisikan sekaligus memposisikan diri pada wilayah berpikir yang tanpa penyangkalan serta terus menggauli zona nyamannya dan tidak jarang mind nya terjebak pada asumsi-asumsi kaku sehingga kesulitan untuk menembus batas kreatifitas yang ada.

Selalu ada ruang untuk menerima lebih banyak  kekayaan yang di tawarkan oleh lingkungan sekitar, Begitu saran bijak yang bisa ditawarkan dalam memahami generasi muda yang di-stigma-kan sebagai tidak suka diatur, kurang loyal, tidak sabar dan sukanya instan.Ternyata kalau mau arif, hal ini bisa jadi daya ungkit sebuah keberhasilan organisasi.

Angkatan kerja yang berusia dibawah 30 tahunan atau generasi Y disebut juga generasi milinium (Kelahiran 80/99) memiliki ciri berpikir strategis, inspratif, inovatif, interpersonal, energik, antusias egaliter, digital native dan diprediksi menjadi pemimpin yang kuat ini secara fasih mengadopsi teknologi digital dalam beragam  aktifitasnya  sehingga Inovasi dan ide mereka menjadi nilai yang bisa menjadikan kantor instansi makin berkembang.

Teknologi digital yang dikembangkan olehnya, membuat beragam masalah bisa diselesaikan dengan lebih effisien,sehingga selayaknya memberi ruang mereka berkreasi, mengembangkan hasrat, dan berpendapat satu sama lain.Tidak sedikit berbagai proyek perubahan, perubahan inovasi yang diharapkan dapat mendorong kemajuan pada Kementerian Keuangan–salah satu agenda dari transformasi kelembagaan yang  mengacu pada perubahan organisasi, model bisnis, sumber daya manusia yang kreatif dan inovatif, yang mampu merespon perubahan yang lebih baik -  secara umum dan pada DJKN khususnya, Tim kreatifnya banyak didukung oleh pemikiran generasi digital native  seperti ini

Begitu pun dalam lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) tidak bisa dengan mudah menisbikan fenomena ini, tidak sedikit generasi produktif ini yang menurut sementara pihak sebagai kandidat pemimpin masa depan yang diharapkan mampu mengubah kultur dan cara kerja sekaligus generasi yang lebih peduli pada masalah masalah sosial. Seiring dengan bertumbuhnya kelembagaan DJKN, maka jumlah tenaga kerja produktif juga mengalami peningkatan dan kita cukup beruntung karena banyak dikelilingi oleh orang kreatif dan hebat. Besarnya jumlah Generasi ini pada ruang kerja DJKN merupakan aset berharga apabila mampu mengelolanya.

Dibutuhkan heart based of leadership dan tingkat kreatifitas manajerial yang solid, guna mengelola SDM unggulan seperti ini. Dengan kemampuan menyampaikan pesan yang efektif, serta menetapkan konteks yang tepat adalah salah satu diantaranya. Menetapkan konteks dalam kaitan ini adalah segala hal yang dilakukan pimpinan/atasan untuk menjaga SDM yang punya energi lebih, berbakat dan pilihan ini,  terus terfokus pada hal yang benar. Sementara kemampuan penyampaian yang efektif adalah memiliki pemahaman yang selaras dan mampu secara kualitas ikut terlibat dalam ruang aktifitas mereka. Selanjutnya pada tahapan inilah kreatifitas manajerial itu perlu kita munculkan, dimana  tidak terasa sulit kemudian sebuah proses manajemen SDM perubahan kita terapkan dengan melakukan upaya perubahan pola dan cara berpikir (unfreezing), ditahap berikutnya, tetap konsisten terhadap kondisi transisional (changing)  dan usaha selanjutnya adalah me refreezing, dimana merupakan usaha untuk  membekukan kembali pola pikir baru menjadi sebuah cultur baru dan sikap baru sebagai bagian hidup. Yang kesemuanya itu demi kebesaran entitas kantor.

Ciri mereka yang lain adalah gaya tidak birokratis, kreatif dan inspiratif. Pola kerja dibangun dengan ketrampilan interporsenal yang kuat, antusiame, dan kemudahan berkolaborasi.Tugas kepemimpinan kita selanjutnya adalah memberi energi dan kekuatan energi yang bisa membantu memunculkan hal terbaik dari seseorang. Dan itu adalah karakter. Karakter merupakan sekumpulan sistem nilai yang mendorong tingkah laku dan kemudian merubah menjadi kebiasaan yang membentuk semua perbuatan dan perkataan kita, dia sebuah hasil dari tanggung jawab kita terhadap sekumpulan sistem nilai dan upaya terus menerus dalam upaya menyesuaikan perkataan dan dan tindakan sesuai nilai  tersebut .

Sampai pada tingkat tertentu mungkin anda punya teori dan pengalaman yang tidak sama, namun contoh cerdas seseorang dan kepemimpinan banyak yang mandasari bahwa karakter seseorang pemimpinlah yang mampu melipat-gandakan  kemampuannya untuk menolong orang lain menjadi berhasil.  Sebab itu Karakter kita sangat ditentukan oleh apa yang kita lakukan untuk membantu orang lain. Dan apapun pengertian dan difinisnya, dapat  tersimpul bahwa setiap tindakan untuk membantu orang lain  berkontribusi besar dalam memperkuat karakter. Yang pada giliranya -dengan lain referensi - bahwa karakter pemimpin sebagai daya pendorong agar orang terus bertahan dan menampilkan kinerja yang lebih baik.

Dengan karakter geniune yang anda punya,  anda tidak hanya bertindak dan berkomunikasi lebih alami namun juga efektif, misalkan saat anda mencoba untuk ikut bersentuhan dengan kreatifitas mereka. Walaupun etika kerja tidak terlepas dari koridor fatsoen birokrasi, tidak perlu kiranya membentangkan gaps psikologi, untuk sekedar membaur dengan mereka sembari meng-explore kemampuan mereka masing-masing sekaligus menghargai kontribusi pegawai berprestasi dengan mengembangkan dan memberdayakan mereka untuk memperoleh dan membangun keahlian fungsional yang vital. Bukankah nilai seorang pemimpin diantaranya ditentukan oleh kemampuannya menarik dan membuat orang-orang berbakat tumbuh. Bahkan kalau sejenak mau reflektif,  dengan cara ini  anda bisa memicu sekaligus menemukan  hubungan pribadi dengan sumber kreatif anda.

Simulasi dr penulis, sumber.Data Kepegawaian DJKN  per- 1 Juli 2015

 

Pareto 80:20

Sumber kreatif anda adalah jalan menjadi suksesnya kepemimpinan, saat anda menunjukan grafik peningkatan kegiatan dan aktifitas diri yang menyita waktu, maka anda berpikir untuk menggunakannya secara efektif dan efisein agar seluruh aktifitas dan kegiatan anda dapat dikerjakan  secara sukses. Disinilah sumber kreatif itu muncul untuk menentukan “prioritas”. Prioritas atau pilihan pada umumnya bersifat kecenderungan dalam menentukan mana yang penting dan yang lebih penting, diantaranya dalam menentukan pencapaian kualitas, pengendalian kualitas atau peningkatan kualitas yang bermuara pada tujuan organisasi.

Dalam bingkai berpikir seperti ini pun, pengabaian terhadap SDM diluar jangkauan prioritas tidak jarang terjadi. SDM dalam generasi Baby Boomer adalah diantaranya yang terabaikan, generasi paruh baya ini sebagai pekerja yang dikesankan hanya cari selamat, dan sering memposisikan diri pada wilayah berpikir yang tanpa penyangkalan serta terus menggauli zona nyamannya dan tidak lagi aneh aneh ini, bahkan kebanyakan mind nya terjebak pada asumsi-asumsi kaku dan merasa kesulitan untuk menembus batas kreatifitas yang ada, terabaikan atas distribusi beban dan kualitas kerja. 

Maka berlakulah prinsip manajemen pareto 80/20, Prinsip pareto di kemukakan oleh pemikir manajemen Joseph M Juran. Prinsip manajemen yang mendasari kualitas ini, menyatakan bahwa kalau sebuah organisasi hanya berfokus pada 20% sumber daya,  hasilnya bisa mempengaruhi 80% lainya. Untuk itu berfokus pada 20% hal terpenting dan pasti akan menghasilkan 80% performance pekerjaan lainya. Dalam Konteks ini bisa difahami, bahwa organisasi hanya butuh memberdayakan 20 % orang-orang pilihan, dan mengabaikan 80% sisanya untuk mencapai tujuan organisasi secara keseluruhan. Dengan menggeser diksi, hal ini bisa dituliskan bahwa dalam situasi 80% kapasitas pekerjaan pada hakikatnya dikerjakan hanya oleh 20% orang yang terlibat.

Konsep ini pun masih belum bisa mengeliminir perbedaan dan pembedaan bahkan keadaan inilah yang sering terjadi di lingkungan kerja kita, atas nama kinerja dan prioritas sumber daya manusia yang termasuk generasi Baby Boomer mengalami pembedaan dan jarang mendapat tempat berapresiasi dalam kegiatan crash program maupun pekerjaan yang bersifat rutinitas. Bahkan ketidakseimbangan dan disproporsionalitas ini akan semakin ekstrem kalau pekerjaan itu membutuhkan sentuhan tehnologi dan inovasi.

Pengetahuan, kompetensi tehnis, keahlian serta perilaku seseorang memang dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan sebuah pekerjaan dan inilah yang sengaja dibenturkan untuk mencari pembenar apa yang terjadi, ditambah bahwa memang kreteria-kreteria tersebut jarang dimiliki oleh generasi paruh baya sehingga mereka tidak hanya dibedakan tapi juga ditinggalkan.

 

Memimpin adalah pilihan untuk berbeda

Manjadi bijak adalah memahami bahwa perbedaan antar generasi tidak menciptakan ketegangan atau rintangan. Justru perbedaan sudut pandang yang nyata diantara kelompok kelompok umur yang berbeda saling terungkap sedemikian rupa sehingga terwujud dalam inovasi dan hasil yang lebih baik, walaupun begitu perbedaan antar-generasi merupakan persoalan besar tenaga kerja masa kini

Berpikir besarnya adalah menerima perbedaan dan mentransformasikannya sebagai kekuatan. Berfokuslah pada pada kekuatan seseorang dan bukan perbedaan. Memahami perbedaan sebagai aset dan tidak sebagai liabilitas maka harapanya adalah kebijakan yang akan dipilih bukan aturan atau hukum dalam mengambil keputusan terkait pemberdayaan seluruh potensi SDM yang ada.  Peraturan  / hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku, sementara  kebijakan bisa sekaligus menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan, maka adalah pilihan arif kalau hal ini dikedepankan. Sebagai orang terdepan dalam organisasi, tentunya harus dapat mengelola perbedaan, membangun kepercayaan, membangun kesetiaan, memilihara orang tercakap dalam timnya serta mengembangkan kreatifitas dari semua sumber daya manusia yang dipunyai.

Untuk menuju kearah kebaikan, tidak peduli peran anda apa, karena anda punya kendali atas situasi itu, apabila anda mengingnkan orang untuk berubah, anda bisa memberikan arahan yang jelas, mendongkrak motivasi dan ketetapan hati mereka, melicinkan jalan sukses mereka, serta menghilangkan hambatan dari jalan yang akan ditempuhnya. Pemberian semangat dalam menerima dan mengelola perbedaan  tidak harus menunjukan bahwa kedudukan anda lebih tinggi dan tidak harus dikaitkan dengan dinamika kekuasaan. Akan tetapi, pemberian semangat tersebut sungguh menuntut anda memiliki gambaran yang jelas tentang tempat yang dituju. Dan itu mengharuskan anda untuk cukup berwawasan agar bisa menguatkan perilaku perilaku positif ketika hal seperti itu terjadi.

Ada ruang demokrasi yang harus kita hormati dan ada banyak perbedaan yang perlu kita maknai, menerima dan mengelola perbedaan perlu dijalani dan fahami, beri ketetapan hati bahwa tidak harus mengerti semua untuk melakukan sesuatu karena hal ini akan menarik anda menuju cara baru dalam memandang banyak hal dan mengenalkan anda pada seperangkat kemungkinan baru, pintu pintu inspiratif baru akan terbuka tanpa anda sadari.

Banyak  hal yang berbeda disekitar kita yang tidak hanya dialektika namun fakta, bahkan kita sering dipapar oleh dua pilihan menyalahkan atau menegaskan keberbedaan itu sendiri, menyalahkan hal hal yang tidak berjalan semestinya atau menegaskan yang terjadi dari situasi yang tampaknya tidak menguntungkan. Dimanapun anda berada   adalah bijak mencari jalan terbaik dari situasi pilihan itu, Berilah kebebasan tidak hanya membiarkan “yang lain” berbeda, tapi juga memberanikan untuk berbeda, bukankan menjadi pemimpin itu sendiri adalah jalan yg berbeda ?, Jika anda berada dalam suatu kelompok yang homogen, berpikir dan berperilaku seperti orang lain anda tidak akan menjadi seorang pemimpin –anda akan menjadi seorang pengikut .

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini