Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Semangat Teamwork dalam Sebatang Lilin
N/a
Selasa, 04 Oktober 2016 pukul 10:36:23   |   2684 kali

Penulis : Tri Wibowo, 

Pelaksana pada KPKNL Jambi

Hari sudah gelap. Matahari sudah berganti bulan. Bintang-bintang pun mulai bertebaran memancarkan sinar terbaiknya. Seperti biasa, lampu-lampu mulai menyala untuk menggantikan terang dan hangatnya sinar matahari. Suara riuh anak-anak yang berlarian tiba-tiba hilang digantikan suara serangga yang bergantian bersenandung. 

Malam telah tiba.Gelap saat itu menunjukkan pukul 8 malam. Ketika kami asyik duduk bercengkrama sambil menikmati hidangan ubi rebus didampingi teh panas dengan aroma khasnya. Tiba-tiba kenyamanan kami terusik karena listrik padam. Suasana terang kembali berganti gelap gulita.

Aku langsung berjalan perlahan menuju tempat penyimpanan lilin. Aku ambil sebatang lilin lalu kusulut sebatang korek api untuk menyalakan lilin itu. Sumbu lilin yang masih putih itu terkesan masih enggan untuk terbakar. Dengan sabar aku tempelkan api dari batang korek api pada sumbu itu hingga terbakar. Sumbu putih itu mulai terbakar dan batang lilin pun perlahan mulai terbakar dan meleleh, menetes perlahan pada sebuah cawan yang sengaja aku siapkan sebagai alas lilin. Lilin itu menyala terang, berdiri tegak pada sebuah cawan dan ruang pun kembali disinari cahaya meskipun tak sebenderang cahaya lampu apalagi cahaya matahari.

Sejenak aku pandangi lilin yang menyala itu dan sembari tersenyum aku berkata, “Untung ada lilin, sehingga ruangan bisa kembali terang. Terima kasih lilin, kamu telah rela dibakar demi menerangi kami.”
Batang pun tersenyum bangga karena merasa bahwa dialah yang paling berjasa untuk menghasilkan cahaya terang dalam ruangan itu. “Iya manusia, aku akan selalu rela kok menderita panas terbakar hingga meleleh habis demi menerangi. Bagiku ini lebih baik daripada aku hanya disudutkan di atas almari berdebu itu.” kata si batang bangga.

Baru saja si batang diam, dengan wajah bersungut-sungut si sumbu bicara kepada batang dengan suara ketus, “Enak aja kau batang. Kamu bisa terbakar juga karena ada aku. Bahkan, sebelum kamu terbakar, aku lebih dulu merasakan panasnya api dari korek api itu. Aku rela berubah dari putih bersih menjadi hitam dan tak beraturan. Ketika aku sudah hitam dan kaku, manusia mematahkan aku dan membuangku begitu saja. Saat aku merasa lelah dan ingin sedikit bersandar, manusia dengan cepat menegakkan aku kembali agar nyala api tetap sempurna. Aku harus tetap berdiri tegak di saat api mulai merubahku menjadi kerak dan aku harus memastikan kamu tetap terbakar dan meleleh.”

Batang pun terdiam. “Kenapa diam? kamu sadar ya kalau akulah yang paling berjasa kan?” imbuh si sumbu.
Mendengar perdebatan itu si api angkat bicara, “Kalian itu kenapa berdebat? Kalian sadar kan kalau ada aku di atas kalian semua? Kalian itu tidak akan bisa berarti apa-apa kalau tidak ada aku, si api!”

“Coba ingat-ingat kembali, saaat korek api itu mulai menyala. Aku sudah harus berusaha keras untuk tetap menyala dan membakar kamu sumbu. Di saat kamu sulit terbakar dan nyalaku mulai redup, aku dipaksa untuk tetap bertahan hingga kamu terbakar. Aku harus dengan cepat berpindah dari ujung batang korek api ke kamu.” kata si api pada sumbu.

Belum puas dengan ucapannya, si api melanjutkan, “Saat sumbu mulai terbakar, aku harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk bisa membakar batang hingga meleleh. Pernahkah kalian membayangkan betapa sulitnya untuk tetap menyala saat angin bertiup. Aku terhempas kesana-kemari dan aku harus bertahan menjaga nyala agar tetap dapat menerangi. Aku harus selalu berdiri tegak agar ruangan dapat diterangi dengan sempurna.”

Sesaat semua terdiam dan kembali api berucap, “Jadi, masih ada dari kalian yang merasa paling berjasa?”

Memandangi lilin sesaat membuat aku belajar. Dalam berbagai situasi, kita seringkali merasa paling hebat, paling berjasa dan paling memiliki peranan penting hingga kita lupa bahwa sesungguhnya banyak yang telah berkorban untuk pencapaian kita itu. “Habluminannas, cintailah sesamamu manusia melebihi dirimu sendiri”  itulah hukum kasih yang diajarkan oleh semua agama yang kita anut.

Secara hakiki kita diberi tugas untuk saling menyayangi sesama manusia dalam setiap peranannya. Salah satu wujud nyata menyayangi adalah dengan menghargai setiap hal yang telah dilakukan manusia terutama mereka yang berpengaruh dalam kehidupan dan diri kita. Dalam dunia profesional, hal ini dapat diterapkan dalam kerjasama tim (teamwork), dimana setiap orang yang terlibat dalam tim mempunyai keunikan masing-masing yang dapat memberikan peranan terbaiknya bagi kemajuan dan pencapaian tim tersebut.

Seperti batang lilin yang hanya dapat membiarkan dirinya terbakar hingga meleleh agar sumbu tetap terbakar sehingga api terjaga dalam nyala terbaiknya, si sumbu juga harus rela menjadi gelap berkerak hingga mudah dipatahkan dan dibuang begitu saja demi menjaga api tetap tegak menyala dan batang dapat terbakar. Begitu juga api yang harus berjuang keras menjaga nyala dengan mengoptimalkan peranan dari sumbu dan batang. Semua itu mereka lakukan demi nyala cahaya untuk menerangi ruangan.

Dalam setiap tim, kita harus memulai dengan kesadaran bahwa kita memiliki keunikan masing-masing kemudian memanfaatkan semaksimal mungkin untuk memberikan kontribusi terbaik bagi tim. Sebagai anggota tim kita juga harus menyadari bahwa sesama anggota tim kita memiliki keunikan yang lain sehingga kita bisa saling menghargai peranan itu dan bersama-sama saling menguatkan untuk meraih pencapaian tim yang lebih baik.

Hakekat manusia diciptakan untuk menjalankan peran di dunia ini. Dibekali dengan keahlian dan keunikan masing-masing untuk digunakan memuliakan nama-Nya melalui setiap karya di dunia ini. Belajar dari lilin, marilah kita belajar untuk saling menghargai, saling berkorban dan mendukung untuk kemajuan bersama demi pencapaian lebih baik. Sejatinya tidak ada manusia yang sempurna, maka bukan hak kita sebagai manusia untuk saling menghakimi.

Menjalankan peran dengan talenta yang telah diberikan kepada kita dan menyerahkan sisanya pada Tuhan. Itulah pilihan terbaik yang seharusnya kita lakukan.
Salam.

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini