Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Lean Management Dalam Proses Bisnis Pelayanan Lelang di KPKNL
N/a
Selasa, 23 Agustus 2016 pukul 11:56:24   |   5930 kali

Ditulis oleh Guntur Priadi

Pegawai Sekretariat DJKN

Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang  dalam meningkatkan performance nya  dituntut selalu memperbaiki tingkat pelayanannya. Salah satu core business yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang  adalah pelayanan penjualan barang melalui lelang yang sesuai arahan Menteri Keuangan bahwa Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) harus mengambil peran sebagai revenue center sehingga perbaikan proses bisnis sudahlah menjadi suatu keharusan. Proses pelayanan penjualan barang melalui lelang ini dimulai dari permohonan lelang, diikuti oleh proses-proses lain sampai dengan pelaksanaan lelang dan pasca lelang. Beberapa keluhan masih sering muncul pada tiap tahapan proses nya. Panjangnya prosedur administrasi mengakibatkan proses pelayanan terkesan kurang efisien. Melihat kondisi dan kenyataan tersebut, maka perlu dilakukan perbaikan sistem pelayanan.
Salah satu metode dalam perbaikan pelayanan untuk meningkatkan kinerja adalah pengaplikasian konsep lean pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang . Konsep lean melakukan pendekatan secara sistemik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) dan aktivitas-aktivitas yang tidak benilai tambah (non value added activities). Diawali dengan pembuatan big picture mapping, konsep lean akan mengidentifikasi semua aktivitas pada organisasi. Setelah teridentifikasi maka diharapkan waste dan non value added activities yang ada dapat diminimalkan. Sistem produksi yang mengaplikasikan lean dikatakan ramping, karena sistem ini menggunakan sumber daya manusia, area produksi, yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan mass production, serta menghemat waktu pengembangan produk sehingga menekan jumlah defect dan sebaliknya mampu menghasilkan variasi dan pertumbuhan produk yang semakin meningkat (Taylor dan Brunt, 2001).
Prinsip lean juga sudah diaplikasikan secara lebih luas di perusahaan-perusahaan jasa untuk meningkatkan pelayanan terhadap konsumen dengan mengeliminasi waste seperti yang terdapat pada penelitian Bowen dan Youngdahl (1998). Selain itu, penelitian di bidang jasa yang menerapkan konsep lean juga mencakup bidang manajemen informasi (Hicks, 2007), kesehatan (Radnor, 2011) dan call service centre (Piercy, 2008). Lean service digunakan sebagai pendekatan untuk membuat suatu sistem service internal yang efektif sehingga  bisa dipastikan informasi-informasi penting bisa sampai ke konsumen dengan cepat dan dengan pelayanan yang efektif. Dalam konsep lean, standardisasi prosedur dan continous improvement menjadi hal yang mendasar dalam kelangsungan proses jasa untuk meningkatkan kinerja suatu perusahaan/organisasi.

Lean accounting merupakan suatu pendekatan yang dirancang untuk mendukung dan mendorong penerapan lean manufacturing. Lean manufacturing meliputi semua konsep dan teknik yang bertujuan untuk menyederhanakan bisnis sampai pada kegiatan-kegiatan yang esensial saja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dengan cara lebih efektif dan menguntungkan (Brosnahan, 2008). Selanjutnya Guan (2009) menyatakan bahwa terdapat dua tujuan utama lean manufacturing, yaitu mengeliminasi item-item yang tidak bernilai tambah dan menciptakan nilai bagi pelanggan. Fokus lean manufacturing meliputi nilai pelanggan, value stream, aliran produksi, demand-pull, dan kesempurnaan.
Value stream meliputi semua kegiatan, baik yang bernilai tambah maupun tidak, yang diperlukan sejak produk mulai dipesan pelanggan atau produk mulai dirancang hingga produk sampai ke tangan pelanggan. Analisis value stream memungkinkan pemborosan dapat diidentifikasi dan dihapus. Dengan demikian lean manufacturing dapat waktu tunggu dan waktu perpindahan secara. dramatis serta memungkinkan dilakukannya produksi dalam jumlah sedikit dengan berbagai variasi produk.
Menurut Maskell dan Baggaley (2006), dalam mendukung lean manufacturing, lean accounting mempunyai visi sebagai berikut. Pertama, lean accounting menyediakan informasi yang akurat, tepat waktu, dan mudah dipahami untuk memotivasi transfomasi falsafah lean ke seluruh bagian organisasi, dan dalam rangka pengambilan keputusan yang bertujuan meningkatkan nilai bagi pelanggan, pertumbuhan, profitabilitas, dan arus kas. Visi kedua lean accounting adalah mengeliminasi kegiatan-kegiatan yang tidak bernilai tambah dengan tetap mempertahankan pengendalian finansial menyeluruh. Ketiga, lean accounting patuh pada prinsip-prinsip akuntansi berterima umum, regulasi pelaporan ekstern, dan persyaratan pelaporan intern. Terakhir, lean accounting mendukung lean culture dengan mendorong investasi pada sumberdaya manusia, menyediakan informasi yang relevan dan actionable, serta memberdayakan continuous improvement (CI) pada setiap tingkatan dalam organisasi.
Tujuh Pemborosan (7 waste) adalah jenis-jenis pemborosan yang terjadi di dalam  proses manufaktur ataupun jasa, yakni Transportasi, Persediaan, Gerakan, Menunggu, Proses yang berlebihan, Produksi yang berlebihan, dan Barang rusak. Di dalam Bahasa Inggris, dikenal dengan istilah TIMWOOD (Transportation, Inventory, Motion, Waiting, Over-processing, Over-production, Defect). Tujuh pemborosan ini diperkenalkan oleh Taiichi Ono dari Jepang yang bekerja untuk Toyota dan diperkenalkan dalam sistem produksi yangdikenal dengan Toyota Production System. Berikut penjelasan terkait 7 Waste tersebut

1. Transportasi
Transportasi barang, baik itu bahan mentah, produk setengah jadi, ataupun produk jadi  baik yang dilakukan di dalam areal pabrik ataupun dari penyalur merupakan pemborosan. Setiap pergerakan, menambah risiko barang itu rusak, hilang, atau terlambat terkirim. Selain itu, transportasi tidak mengubah bentuk benda dan tidak menambah nilai barang, sehingga pelanggan tidak mau membayar biaya transportasi ini. Di dalam konsep lean manufacturing, segala jenis Transportasi ini harus diminimasi melalui tata letak yang sebaik mungkin.

2. Inventori
Inventori adalah salah satu pemborosan terbesar karena inventori memakan modal, menjadi usang dan mengkonsumsi ruang dan tenaga kerja, sementara hanya duduk.  Inventori juga bisa menyembunyikan masalah-masalah lainnya. Hampir setiap ketidaksempurnaan dalam sebuah sistim atau masalah menciptakan suatu kebutuhan untuk meningkatkan inventori.

3. Gerakan

Gerakan yang tidak perlu juga dikategorikan sebagai pemborosan, baik itu pergerakan pekerja untuk melakukan sesuatu yang tidak perlu, ataupun pergerakan material yang tidak perlu.

4. Menunggu
Pada saat sebuah barang tidak bergerak atau tidak di proses, barang tersebut berstatus menunggu (idle). Menunggu bisa disebapkan oleh banyak hal. Menunggu bisa dikarenakan oleh inventori terlalu banyak, menunggu karena apa mesin atau peralatan rusak, menunggu untuk dikirim, menunggu karena sistem pengerjaan borongan dan lain-lain.

5. Proses Yang Berlebihan
Proses yang berlebihan bisa terjadi bila proses pengerjaan sebuah produk melebihi apa yang diinginkan oleh pelanggan. Termasuk di dalamnya penggunaan peralatan yang lebih presisi atau lebih canggih dari yang dibutuhkan.

6. Produksi Yang Berlebihan
Produksi yang berlebihan bisa diartikan bahwa sebuah produk dibuat dalam jumlah yang melebihi apa yang dibutuhkan pelanggan. Dapat juga diartikan sebuah produk dibuat terlalu cepat dibandingkan dengan tanggal yang diinginkan pelanggan. Hal ini sering terjadi pada saat proses produksi menggunakan sistim borongan dengan jumlah besar. Produksi yang berlebihan membawa pemborosan-pemborosan yang lain seperti inventori yang berlebihan, yang akhirnya membutuhkan sumber daya untuk penyimpanan, transportasi untuk menyimpan produk yang belum dikirim ke pelanggan.

7. Barang Rusak
Barang rusak, adalah pemborosan yang paling mudah dikenali. Barang rusak dimanapun terjadinya pelanggan tidak mau membayarnya, sehingga menimbulkan biaya lebih untuk melakukan perbaikan, atau memproduksi ulang, dan lain-lain. Walaupun ada beberapa barang rusak yang bisa diperbaiki, namut proses perbaikan itu sendiri membutuhkan sumber daya yang seharusnya tidak perlu ada.

Ketujuh bentuk waste di atas pada awalnya ditujukan untuk perusahan-perusahaan yang bergerak di dalam bidang manufaktur. Namun saat ini dalam perkembangannya waste juga dapat diidentifikasi dalam perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang jasa dan bahkan juga di instansi pemerintah yang kegiatan utamanya adalah pemberian jasa public kepada masyarakat luas. Berikut adalah contoh pemborosan atau waste yang dapat terjadi dalam kegiatan adminsitratif pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintah kepada masyarakat.

Bentuk Waste Contoh Kegiatan Yang Dikategorikan Sebagai Waste
Inventory tumpukan pekerjaan yang belum dikerjakan
(permit, plan approval) bahan atau info yang
berlebihan database/file/folder yang usang
Barang Rusak (Defects) Data yang eror, informasi yang hilang, kesalahan dalam dokumen, instruksi atau persyaratan yang membingungkan, kesalahan pengetikan
Produksi Yang Berlebihan (Over Production) Laporan dan salinan yang tidak dibutuhkan,
pesan elektronik yang berlebihan, melakukan pekerjaan administratif yang tidak dibutuhkan
Complexity Langkah-langkah proses yang tidak dibutuhkan, terlalu banyak tingkatan autorisasi dalam bentuk tanda tangan, job description yang tidak jelas
Waiting Waktu yang diperlukan dalam kaitannya
dengan siklus approval, menunggu informasi
atau keputusan, menunggu orang yang
sedang dalam meeting
Excess Motion Perjalanan ke mesin printer dan mesin fotokopi, kegiatan yang tidak dibutuhkan untuk mencari file atau suplai
Moving Item Penyaluran laporan, perjalanan/pergerakan dokumen, penyimpanan dokumen

Pelayanan lelang secara keseluruhan terdiri dari beberapa kegiatan di dalamnya. Kegiatan-kegiatan tersebut terbagi menjadi tiga, yaitu kegiatan pralelang, pelaksanaan lelang, dan kegiatan pascalelang. Setiap tahapan kegiatan pelaksanaan lelang tersebut memiliki prosedur tersendiri sebagaimana diatur dalam Perdirjen KN Nomor 06/2013 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang.

Berdasarkan SOP yang terdapat dalam Perdirjen tersebut, berikut sedikit ulasan penulis terkait SOP tersebut serta analisis berdasarkan Lean Accounting

Bentuk Waste Proses Pada SOP Yang Tergolong Waste
Inventory • Pada proses pralelang terdapat dokumen-dokumen fisik yang menjadi waste dikarenakan dokumen tersebut menumpuk dan menjadi antrian dalam proses verifikasi. Proses verifikasi juga memerlukan dokumen fisik berupa checklist kelengkapan yang menjadi waste karena terlampau banyak.
• Pada proses pelaksanaan lelang, penandatanganan bagian kaki risalah lelang dikategorikan sebagai waste karena pada satu kali pelaksanaan lelang seringkali terdapat puluhan bahkan ratusan barang yang otomatis membutuhkan puluhan atau ratusan kertas yang harus ditandatangani.
• Pada proses pengembalian uang jaminan lelang, bendahara harus memverifikasi banyak sekali slip setoran yang dijadikan bukti oleh peserta lelang dalam pengembalian uang jaminan. Bendahara juga harus menerbitkan cek/bilyet giro yang sangat rentan akan penyalahgunaan.
Barang Rusak (Defect) • Pada proses pralelang seringkali petugas melakukan kesalahan dalam proses verifikasi yang menyebabkan terjadi banyak sekali kertas verifikasi yang terbuang. Instruksi Pejabat Lelang juga seringkali membuat confused petugas sehingga terjadi perbedaan standar verifikasi
• Pada proses pasca lelang seringkali terjadi kesalahan redaksional pembuatan risalah lelang yang mengakibatkan kutipan risalah lelang yang dicetak dengan security paper rusak.
• Pada proses pasca lelang juga tidak menutup kemungkinan Bendahara Penerimaan membuat kesalahan pada penulisan cek/bilyet giro
Over Production Produksi kertas terutama security paper untuk kutipan risalah lelang seringkali diproduksi berlebihan. Padahal security paper berbeda dengan kertas biasa dimana security paper cost per lembar nya sangat mahal
Complexity • Proses penetapan jadwal lelang yang cukup berbelit-belit dimana mulai dari proses verifikasi berkas kemudian ditandatangani oleh Kepala Seksi Pelayanan Lelang, kemudian konsep surat ke Kepala KPKNL, dan kemudian diberikan kepada Pejabat Lelang.
• Proses pelaksanaan lelang yang mayoritas masih dilaksanakan secara konvensional membuat alur pelaksanaan terkesan lamban dan kuno.
• Pengembalian uang jaminan lelang yang membutuhkan tanda tangan dari beberapa pihak membuat waktu pelayanan menjadi cukup memakan waktu.
Waiting Pada proses verifikasi tidak ditetapkan norma waktu sehingga tidak ada batasan dalam proses verifikasi, SOP baru berjalan ketika berkas dinyatakan lengkap maka KPKNL diwajibkan menerbitkan Surat Penetapan Jadwal.
Excess Motion Pelaksanaan lelang konvensional menuntut pelaksanaan lelang harus berada di lokasi barang tersebut berada (untuk barang bergerak). Hal ini menyebabkan Pejabat Lelang dan Asisten Pejabat Lelang harus melakukan perjalanan dinas dengan waktu tempuh yang lama untuk pelaksanaan lelang.
Moving Item Pemenang lelang diperbolehkan mengambil kutipan Risalah Lelang di KPKNL guna proses balik nama. Acapkali pemenang lelang bukanlah warga sekitar kota dimana lelang tersebut dilaksanakan sehingga diperlukan pengiriman dokumen yang cukup berisiko dimana KPKNL harus mengirim kutipan Risalah Lelang security paper menggunakan jasa pengiriman khusus karena kutipan risalah lelang fungsi nya sama seperti akta jual beli sehingga diperlukan perhatian khusus dalam pengirimannya.

Berdasarkan prinsip Lean Accounting, maka setelah dilakukan identifikasi atas macam-macam waste dalam value stream Pelayanan Lelang, maka dilakukan penghapusan atas waste tersebut sebagai berikut :
1. Inventori (Inventory)
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya untuk meminimalisasi waste dalam proses verifikasi pada pelayanan pralelang, perlu adanya penambahan pegawai yang melakukan proses verifikasi agar proses verifikasi berkas dapat dilaksanakan dengan cepat. Sedangkan untuk proses pascalelang dimana Bendahara Penerimaan harus membuat cek/bilyet giro yang sangat rentan atas kerusakan maka langkah terbaik adalah menggunakan layanan internet banking untuk corporate  sehingga dapat diminimalisasi kerusakan/waste yang disebabkan oleh cek/bilyet giro yang rusak

2. Kompleksitas (Complexity)
Untuk meminimalisasi waste dalam kegiatan pralelang dimana proses nya berbelit-belit dan butuh approval dari beberapa pihak maka langkah terbaik adalah dengan mengembangkan aplikasi proses verifikasi sehingga tiap layer verifikator dapat segera melakukan approval cukup dengan mengakses aplikasi yang berfungsi sebagai pengganti tanda tangan approval. Dari proses pelaksanaan lelang, kompleksitas lelang konvensional sudah mulai harus dipangkas dengan lebih seringnya KPKNL melakukan lelang dengan media internet yang sebenarnya telah difasilitasi yaitu e-auction namun pada penerapannya baru sebanyak 20% dari total pelaksanaan lelang yang ada.

3. Menunggu (Waiting)
Untuk meminimalisasi waste pada proses verifikasi seharusnya dibuat aturan lebih lanjut terkait standar waktu verifikasi sehingga terdapat kepastian bagi stakeholder dalam proses pralelang sampai dengan ditetapkannya jadwal lelang.

4. Gerakan Berlebihan (Excess Motion)
Kegiatan lelang di luar kota yang membutuhkan waktu tempuh yang lama dapat dipangkas dengan pelaksanaan lelang melalui e-auction. Hal tersebut memungkinkan pelaksanaan lelang dilaksanakan tanpa harus dilakukan di tempat barang tersebut berada. Hal ini memangkas jauh dari segi biaya yang ditimbulkan maupun kecepatan dalam proses pelayanan.

Lean Manufacturing merupakan salah satu strategi manajemen yang bisa juga diterapkan tidak hanya di dalam sektor swasta atau komersial, tetapi bisa juga diterapkan di dalam sektor publik (pemerintahan). Lean manufacturing yang diterapkan di sektor pemerintahan lebih memfokuskan bagaimana menghapus waste guna meningkatkan waktu pelayanan. Lean Manufacturing di sini lebih bertujuan pada peningkatan pelayanan guna peningkatan kepuasan pelanggan (masyarakat itu sendiri). Dalam alur proses pelayanan lelang dapat diidentifikasi beberapa pemborosan (waste) Kemudian atas waste tersebut dilakukan penghapusan (waste elimination), yang akan berdampak semakin singkatnya waktu pelayanan. Solusi-solusi yang diterapkan untuk penghapusan waste tersebut diharapkan akan meningkatkan pelayanan dan meningkatkan kepuasan pelanggan (masyarakat itu sendiri). Karena sektor publik harus selalu berfokus pada pemberian layanan publik semaksimal mungkin. Yang terpenting dari solusi-solusi tersebut adalah konsistensi sehingga minimalisasi atas waste tersebut akan berkurang secara signifikan.
Lean Manufacturing ini membutuhkan komitmen yang kuat dari pimpinan, membutuhkan konsistensi dari seluruh pihak yang terlibat untuk terus menerus melakukan continuous improvement (perbaikan dan perkembangan yang berkelanjutan), serta membutuhkan dukungan (support) yang kuat dari pihak pemangku kebijakan (eksekutif) di Kementerian Keuangan.

 

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini