Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Artikel DJKN
Penerapan Konsep Public Private Partnership (PPP) Dan Konsep New Public Management (NPM) Dalam Meningkatkan Pemanfaatan Aset Negara
N/a
Selasa, 23 Agustus 2016 pukul 11:12:34   |   27047 kali

Penerapan Konsep Public Private Partnership (PPP) Dan Konsep New Public Management (NPM)

Dalam Meningkatkan Pemanfaatan Aset Negara

Oleh Guntur Priadi
Pelaksana Sekretariat DJKN
Pegawai Tugas Belajar Diploma IV Akuntansi Alih Program
Politeknik Keuangan Negara-STAN

 

Skema pemanfaatan BMN berdasarkan PP 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan BMN/D yang saat ini dikelola oleh DJKN memiliki beberapa bentuk diantaranya sewa, Kerja Sama Pemanfaatan (KSP), Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna (BGS/BSG), Pinjam Pakai, serta Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI). KSP sangat mirip konsepnya dengan konsep Public Private Partnership (PPP) yang di negara lain telah sering dilaksanakan karena PPP dapat meningkatkan potensi penerimaan negara serta dapat memaksimalisasi potensi aset yang idle. Seiring dengan perkembangan proses bisnis, DJKN perlu mempertimbangkan konsep PPP sebagai salah satu konsep pemanfaatan aset yang menguntungkan. Mengingat perlunya perkembangan dari segi proses bisnis saat ini, DJKN harus didukung juga dengan sistem manajemen yang lebih baik. Meningkatnya kapasitas, wewenang serta perluasan cakupan pekerjaan menuntut DJKN menjadi institusi yang harus menerapkan pola manajemen yang efektif dan efisien. Konsep New Public Management (NPM) yang merupakan inovasi manajemen pelayanan berbasis kepentingan masyarakat  memiliki satu opsi perubahan yang dapat digunakan DJKN dalam mendukung program TK Kementerian Keuangan seiring dengan meningkatnya peran dan fungsi DJKN sebagai manajer aset.

A. Kondisi Pemanfaatan BMN
Sesuai dengan Pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah  Nomor 27 tahun 2014, pemanfaatan BMN adalah:
Pendayagunaan Barang Milik Negara/Daerah yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan/atau optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan”

Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapat kita ketahui bahwa pemanfaatan memiliki ciri yaitu adanya usaha dalam mendayagunakan BMN, BMN tersebut haruslah BMN yang tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi (idle), serta tidak mengubah status kepemilikan BMN tersebut.
Berdasarkan pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 juga dijelaskan bahwa bentuk-bentuk pemanfaatan terdiri dari sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan (KSP), bangun guna serah/bangun serah guna (BSG/BGS), dan Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI).  Sedangkan berdasarkan pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 disebutkan bahwa Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) BMN/D dilaksanakan dalam rangka mengoptimalkan daya guna dan hasil guna BMN/D dan/atau meningkatkan penerimaan negara/daerah. Berdasarkan perspektif yang diutarakan pada PP 27 tahun 2014 terlihat bahwa terdapat potensi penerimaan negara yang berasal dari bentuk pemanfaatan KSP. Namun beberapa Kementerian/Lembaga belum terlalu paham dengan konsep KSP sehingga implementasinya belum sepopuler bentuk pemanfaatan lain seperti sewa.
Secara singkat, KSP dapat digambarkan sebagai bentuk pemanfaatan BMN yang melibatkan pihak swasta dalam pengelolaan BMN idle. Pada dasarnya objek KSP merupakan bentuk pemanfaatan BMN idle  yang menurut prinsip HBU sebenarnya dapat dioptimalkan melebihi peruntukannya di masa sekarang. KSP melibatkan sektor swasta dalam proses pengembangan/pembangunan BMN idle tersebut sehingga fungsinya dapat secara optimal dimanfaatkan. 

B. Konsep Public Private Partnership (PPP)

Menurut William J. Parente dari USAID Environmental Services Program, definisi PPP adalah ”an agreement or contract, between a public entity and a private party, under which : (a) private party undertakes government function for specified period of time, (b) the private party receives compensation for performing the function, directly or indirectly, (c) the private party is liable for the risks arising from performing the function and, (d) the public facilities, land or other resources may be transferred or made available to the private party.”

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil beberapa karakteristik dalam PPP diantaranya adanya persetujuan antara pihak pemerintah dengan pihak swasta, pihak swasta menjalankan fungsi nya dalam pemanfaatan aset dalam jangka waktu tertentu, kedua belah pihak menerima kompensasi secara langsung maupun tidak langsung, dan pihak swasta bertanggung jawab atas risiko yang ditimbulkan pada saat pelaksanaan kerjasama.  Konsep PPP dapat menguntungkan negara sebagai pemilik aset dikarenakan pihak swasta dapat menyediakan bantuan dana dalam pembangunan infrastruktur dan menjalankan operasional apabila aset yang dijadikan objek telah selesai proses pembangunan. Masing-masing pihak juga mendapatkan keuntungan baik secara langsung maupun tidak langsung dari kerjasama ini. Hal ini tentunya menguntungkan pemerintah sebagai pemilik aset serta sektor swasta itu sendiri.
Dengan diterapkannya prinsip PPP tentunya dapat mengubah sudut pandang dalam pengelolaan BMN saat ini dimana BMN yang idle apabila dikelola secara profesional dapat memberikan keuntungan yang besar bagi negara sebagai pemilik BMN. Banyak sekali sektor yang bias didayagunakan atau dimanfaatkan dalam konsep PPP. Selain proyek infrastruktur ada pula proyek-proyek noninfrastruktur yang dapat dimanfaatkan dengan konsep PPP.  DJKN yang merupakan institusi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan aset negara tentunya harus melihat ini sebagai suatu peluang yang sangat menguntungkan dari sisi penerimaan negara. Melalui skema pemanfaatan dengan KSP yang telah didukung oleh perangkat hukum PP nomor 27 tahun 2014 serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.06/2014 tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara sudah menjadi suatu keharusan bagi DJKN dalam memaksimalkan penerimaan negara melalui KSP.  Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan Prinsip PPP sejalan dengan bentuk Pemanfaatan KSP yang termaktub dalam PP Nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan BMN/D, hal ini dapat kita lihat bahwasanya KSP sebenarnya adalah salah satu bentuk dari konsep PPP. DJKN sebagai organisasi yang berkembang harus memiliki paradigma baru dalam mengelola aset yang menjadi tanggung jawabnya. Paradigma baru yang dimaksud adalah paradigma dalam memandang potensi penerimaan negara apabila suatu aset akan dimanfaatkan dengan bentuk KSP.  Sebagai satu institusi yang sedang melakukan transformasi, DJKN harus menentukan benchmarking  guna menganalisis dan membandingkan proses bisnis yang telah dikerjakan dengan proses bisnis yang sama yang telah dilakukan di negara lain untuk kemudian dilakukan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap hasil proses tersebut. Berikut beberapa negara yang dapat dijadikan benchmarking DJKN dalam pelaksanaan prinsip PPP:

No

Negara

Alasan Memilih PPP

1

Amerika Serikat

Meningkatkan efisiensi operasional

2

Inggris

Meningkatkan persaingan

3

Korea Selatan

Mengakses teknologi baru yang sudah terbukti

4

India

Menciptakan lapangan kerja

5

Thailand

Menyediakan layanan yang belum tersedia

6

Filipina

Mewujudkan pengadaan yang transparan

7

Afrika Selatan

Menggalakkan penambahan penanaman modal

Sumber: Parente, 2006

Berdasarkan tabel di atas terlihat beberapa alasan tiap negara dalam menjalankan prinsip PPP. Satu yang dapat disimpulkan dari beberapa alasan tiap negara diatas adalah setiap negara memiliki satu tujuan yang sama yaitu mengoptimalkan potensi penerimaan negara. Thailand memiliki alasan memilih PPP karena ingin menyediakan sektor-sektor pelayanan publik yang sebelumnya belum disediakan oleh pemerintah. Hal tersebut memberikan satu contoh dimana melalui prinsip PPP, Thailand dapat mengoptimalkan penerimaan negara yang sebelumnya tidak dapat disediakan oleh sektor publik.
Ada beberapa kelebihan PPP yang menurut penulis membuat beberapa negara menjadikannya sebagai salah satu prinsip yang digunakan dalam pengelolaan aset negara diantaranya adalah:


1. PPP menghasilkan penerimaan negara;

2. PPP membuat modal investasi pemerintah terhadap suatu proyek menjadi lebih rendah;

3. PPP dapat mengoptimalkan penggunaan aset idle;

4. PPP dapat menciptakan pelayanan publik yang sebelumnya belum dapat dipenuhi oleh pemerintah.

Untuk mendukung maksimalnya proses KSP antara pemerintah dengan pihak swasta maka DJKN sebagai manajer aset harus berusaha menciptakan iklim serta perangkat peraturan yang market friendly. DJKN sebagai salah satu institusi yang satu-satunya memegang peranan dalam pengelolaan kekayaan negara harus memiliki kualitas seperti itu. Perbaikan proses bisnis DJKN terutama dalam hal pengelolaan kekayaan negara harus segera dilakukan. Bila proses KSP dapat dimaksimalkan, bukan tidak mungkin DJKN sebagai pengelola kekayaan negara dapat menjadi salah satu institusi penghasil utama penerimaan negara. Potensi pemanfaatan melalui KSP sangat besar, mengingat belum sepenuhnya Kementerian/Lembaga memiliki awareness terhadap potensi ini.

C. New Public Management (NPM) Sebagai Opsi Perbaikan Proses Bisnis

Setiap institusi di dunia tentunya memiliki karakteristik manajemen masing-masing yang dipercaya dapat memenuhi segala kebutuhan dalam usaha mencapai tujuan institusi tersebut. Sama halnya dengan DJKN sebagai institusi yang sedang berkembang yang berusaha meningkatkan kapasitasnya sebagai manajer aset dalam pengelolaan kekayaan negara. Salah satu kunci yang menentukan apakah suatu institusi dapat mencapai tujuannya adalah sistem manajemen yang tepat.
Konsep New Public Management (NPM) merupakan isu penting dalam reformasi sektor publik saat ini. Konsep NPM juga memiliki keterkaitan dengan permasalahan manajemen kinerja sektor publik karena pengukuran kinerja menjadi salah satu prinsip NPM yang utama. Perdebatan tentang kinerja administrasi publik di seluruh dunia selalu ditandai dengan ketidakpuasan. Kecenderungan birokrasi pada masyarakat modern benar-benar dipandang memprihatinkan dikarenakan terlalu berbelit-belit dan kurang memperhatikan kepentingan stakeholders sebagai unsur penting dalam pelayanan.
New Public Management (NPM) mempunyai fokus yang kuat terhadap internal organisasi, dalam artian bahwa NPM berusaha memperbaiki kinerja sektor publik dengan menggunakan metode yang biasa digunakan oleh sektor privat.  Beberapa elemen utama dalam penerapan sistem administrasi publik model NPM meliputi desentralisasi kekuasaan pelayanan publik termasuk outsourcing dan privatisasi; rasionalisasi, deregulasi, dan peningkatan kapasitas bagi staf lembaga pemerintah; berorientasi pada hasil (kinerja); akuntabilitas pegawai berdasarkan kontrak kinerja; manajemen bergaya dunia usaha; cost recovery; prinsip kewirausahaan (bonus kinerja), kompetisi penyediaan jasa publik; dan budaya manajemen yang berorientasi pada pelanggan dan akuntabilitas publik berdasarkan kinerja (Politt and Bouckaert, 2000).

Sehubungan dengan paradigma New Public Management (NPM), peran DJKN sebagai pemilik kebijakan sangat dibutuhkan dalam penyediaan strategi, inovasi, serta terobosan dalam rangka menyediakan pelayanan yang berkualitas guna mencapai pelayanan prima bagi masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu kualitas jasa yang diberikan DJKN akan menjadi lebih tinggi seiring dengan peningkatan kualitas pelayanan publik yang diberikan. Penerapan konsep NPM sangat sejalan dengan upaya DJKN dalam memperbaiki orientasi bisnis serta proses bisnis yang berorientasi pada outcome. Penerapan konsep NPM akan sangat mempengaruhi lancar atau tidaknya penerapan prinsip KSP dalam pengelolaan kekayaan negara. Penulis berpendapat bahwa apabila orientasi kebijakan DJKN telah mengikuti konsep NPM dimana tujuan utamanya adalah pemangku kepentingan, maka akan ada banyak sekali mitra dari sektor swasta yang akan mendukung atau tertarik ikut berpartisipasi dalam pemanfaatan kekayaan negara melalui KSP. Kepercayaan stakeholders merupakan salah satu unsur penting dalam keberhasilan KSP. Pihak swasta akan merasa “dilayani” secara profesional dan hal ini tentunya akan berimbas pada iklim kerjasama yang kondusif antara DJKN sebagai perpanjangan tangan pemerintah Indonesia dengan pihak swasta. Apabila sinergi antara DJKN (Pemerintah Indonesia) sebagai pemilik aset dengan pihak swasta sebagai mitra KSP telah tercipta, maka hal ini merupakan satu keuntungan yang sangat baik bagi kedua belah pihak. Bagi DJKN (Pemerintah Indonesia) keberhasilan penerapan konsep KSP akan berefek pada penerimaan negara yang tinggi.  Perlu diperhatikan bahwa konsep NPM bukan merupakan konsep yang tanpa cacat. Kerangka konsep NPM akan memiliki efek dimana penyelenggara negara dalam hal ini DJKN bertanggung jawab terhadap pemenuhan jasa publik kepada stakeholders yang mampu memberikan efek timbal balik yaitu keuntungan yang diharapkan mampu menambah potensi penerimaan negara. Evaluasi performa pelayanan publik akan berubah dari pendekatan yang berorientasi proses menjadi pendekatan yang sepenuhnya berorientasi kepada hasil/target kinerja. Sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa meskipun prinsip NPM memiliki keunggulan dalam hal pelayanan kepada pemangku kepentingan yang menjadi satu-satunya target yang harus dicapai namun penerapan prinsip NPM juga dapat memiliki potensi negatif terhadap akuntabilitas karena dikhawatirkan para pimpinan lembaga/institusi pemerintah akan menghalalkan segala cara dalam memenuhi target kinerja.  Pengambilan hal-hal positif dalam prinsip NPM menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan oleh DJKN untuk melengkapi perannya sebagai manajer aset, prinsip kehati-hatian perlu menjadi hal utama yang diterapkan dalam penerapan proses tersebut.

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini