Masih sangat ramai
dibicarakan di berbagai media sosial, media online
dan grup WhatsApp tentang lelang
amal atau Charity Auction yang
diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila atau lebih dikenal
dengan nama BPIP, dalam rangka menggalang dana untuk pihak-pihak yang terdampak
Covid-19. Tak kalah seru pembicaraan
mengenai lelang motor listrik “gesits” milik Presiden RI Joko Widodo yang dijual
untuk menggalang dana. Pemenang lelang adalah Muhammad Nuh dari Jambi dengan
harga lelang sebesar Rp2,550 miliar. Pemberitaan menjadi bertambah seru tatkala
pemenang lelang tidak dapat melunasi harga lelang. Lebih mengejutkan bahwa Muhammad
Nuh ternyata seorang yang berprofesi sebagai buruh harian lepas dan bukan
seorang pengusaha seperti yang diberitakan sebelumnya. Hal ini sesuai kartu
tanda penduduk (KTP) yang beredar luas di media massa. Muncul berbagai
pertanyaan dalam masyarakat, bagaimana hal ini bisa terjadi? Bagaimanakah mekanisme acara yang
seharusnya ditempuh oleh penyelenggara? Mengapa penyelenggara tidak menggandeng badan
atau institusi lelang resmi yang ada di Indonesia? Apakah tidak ada mekanisme kontrol
oleh penyelenggara sehingga dapat mengantisipasi hal-hal seperti yang telah
terjadi seputar identitas peserta/pemenang lelang? Mekanisme lelang apa yang
digunakan?
Peristiwa lelang motor listrik
Presiden yang tidak berjalan lancar, ternyata bukan satu satunya peristiwa
terkait lelang yang memiliki dampak kurang baik di masyarakat. Saat ini masih berkembang di masyarakat
terkait informasi lelang yang menyesatkan, bahkan ada banyak penipuan yang
terjadi dengan menggunakan akun-akun pegawai atau pejabat Kementerian Keuangan.
Akun-akun media sosial dan akun WhatsApp
milik pegawai Kementerian Keuangan diretas dan kemudian digunakan oleh pelaku kejahatan
untuk melakukan penipuan. Sudah banyak korban yang berjatuhan. Seakan belum
cukup, kemudian berkembang pula beberapa akun media sosial menggunakan istilah
lelang dengan tujuan melakukan “Prank”.
Peristiwa-peristiwa di atas
menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memahami lelang.
Mengapa istilah lelang yang digunakan? Bagaimana mekanisme lelang yang benar?
Adakah sistem lelang di Indonesia?
Adakah badan atau institusi yang berwenang dalam penyelenggaraan lelang? Bagaimana mencegah agar tidak terjadi penipuan
dengan mengatasnamakan lelang? Menjawab pertanyaan–pertanyaan tersebut mari
kita telusuri sistem lelang di Indonesia.
Sejarah Lelang
Di Indonesia
Lelang di Indonesia sudah ada
sejak Tahun 1908, ditandai dengan terbitnya Peraturan Lelang atau Vendu Reglement. Vendu
Reglement yang diundangkan dalam Staatsblad Nomor 189 Tahun 1908 merupakan
cikal bakal lahirnya mekanisme lelang di Indonesia. Pada awal pemberlakuannya, Vendu Reglement hanya berlaku bagi warga
Belanda yang pada waktu itu menduduki Indonesia. Mekanime lelang digunakan
untuk mengatasi permasalahan barang- barang milik para pejabat Belanda yang
berpindah tugas. Selanjutnya lelang berkembang menjadi penjualan barang -
barang permintaan pengadilan atau dikenal dengan lelang eksekusi.
Vendu Reglement mengatur tata cara lelang, siapa yang melaksanakan lelang, barang- barang yang dilelang, biaya – biaya yang timbul dalam lelang, pembukuan lelang dan institusi yang boleh menyelenggarakan lelang. Vendu Reglement juga mengatur mekanisme lelang secara detail, termasuk tata cara penawaran lelang. Vendu Reglement sekaligus menjadi dasar terbentuknya kantor Inspeksi Lelang sebagai lembaga pertama di Indonesia yang berwenang melaksanakan lelang. Inspeksi lelang ini bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan (Direktuur Van Financient). Inspeksi Lelang selanjutnya beralih di bawah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan nama Kantor Lelang Negara (KLN). Dalam pelaksanaannya, KLN menunjuk seorang Pejabat Lelang Klas I. Selain Pejabat Lelang Klas I, diangkat pula Pejabat Lelang Klas II untuk melayani lelang yang berada di pelosok dimana belum ada KLN.
Pada Tahun 1991, melalui Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991, terjadi perubahan organisasi di Departemen Keuangan. Salah satunya adalah terbentuknya lembaga baru dengan nama Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). Unit lelang atau KLN yang tadinya berada di bawah DJP beralih menjadi di bawah BUPLN. Pada masa BUPLN tersebut, lelang berkembang dengan melibatkan pihak swasta dalam pelaksanaan lelang sehingga mulai marak berdiri Balai Lelang yang berada dibawah pembinaan dan pengawasan BUPLN. Pengelola Balai Lelang adalah pihak swasta. Pada Tahun 2000, kembali terjadi perubahan organisasi di bawah Departemen Keuangan. BUPLN berganti nama menjadi Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN). DJPLN mempunyai tugas dan fungsi sebagai lembaga yang melakukan pengurusan piutang Negara dan lelang. Unit lelang juga berubah nama dari KLN menjadi Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN). Perkembangan terakhir terjadi pada Tahun 2006, dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 445/PMK.01/2006 tentang Organisasi Departemen Keuangan, DJPLN berubah menjadi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), sedangkan di tingkat operasional berubah dari KP2LN menjadi Kantor Pelayanan Pengelolaan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Jalan panjang perubahan organisasi lelang tersebut diyakini menjadi salah satu penyebab mengapa khalayak tidak familiar dengan istilah lelang, sementara mekanisme lelang tidak banyak mengalami perubahan.
Secara istilah, lelang adalah
penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis
dan /atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga
tertinggi yang didahului adanya Pengumuman
Lelang. Definisi ini dapat ditemui dalam
Peraturan Lelang Vendureglement dan
peraturan pelaksanaan lainnya, seperti Peraturan Menteri Keuangan. Pengertian tersebut juga mirip dengan
istilah lelang tender, karena bentuk transaksi jual beli yang menggunakan mekanisme
serupa yakni penawaran naik-naik untuk tender pengadaan barang dan jasa. Padahal
keduanya memiliki sejarah, tujuan dan filosofi yang berbeda. Penyebutan dan mekanisme penawaran yang serupa
menyebabkan kerancuan terhadap definisi lelang.
Salah satu hal yang tidak
banyak diketahui masyarakat adalah bahwa penjualan barang secara lelang harus dilaksanakan
dihadapan Pejabat Lelang. Seperti contoh kasus lelang motor listrik Presiden
atau maraknya perkembangan modus penipuan lelang, yang pelaksanaan lelangnya tidak
dilaksanakan dihadapan Pejabat Lelang.
Lelang Saat Ini
Lelang di Indonesia menjadi
kewenangan Kementerian Keuangan, yang merupakan salah satu tugas fungsi dari
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Sejak Tahun 2006, institusi lelang terus
bergerak melakukan perubahan sejalan dengan perkembangan dan tuntutan
masyarakat. Perkembangan lelang sangat
pesat tidak hanya dari sisi jenis lelang, perbaikan jabatan Pejabat lelang,
perbaikan standard operation procedure
lelang tetapi juga sistem penawarannya. Hal ini didukung dengan diterbitkannya
berbagai peraturan yang mendukung terciptanya lelang semakin kompetitif,
obyektif, memberikan kepastian hukum dan akuntabel.
Akuntabel karena dilakukan dihadapan
Pejabat Lelang yang sebelumnya telah melalui proses verifikasi dokumen sesuai Prosedur
Operasi Standar (SOP). Disamping itu Pejabat Lelang adalah seseorang yang
diangkat oleh Menteri Keuangan dan memiliki wilayah kerja tertentu. Kompetitif, harga yang terbentuk adalah
harga tertinggi dari peserta lelang yang ada. Kepastian Hukum ditandai
dengan diterbitkan Risalah
Lelang yang dapat digunaan sebagai dokumen pertangungjawaban atau sebagai akta van transfer terhadap barang yang
membutuhkan dokumen kepemilikan untuk setiap pelaksanaan lelang. Obyektif,
bahwa setiap pelaksanaan lelang diadakan secara terbuka untuk umum.
Perubahan-perubahan tersebut
menunjukan keseriusan DJKN dalam mengembangkan lelang. Satu hal lagi yang harus diperhatikan oleh
masyarakat bahwa sebagian besar pelaksanaan lelang di Indonesia disyaratkan
adanya uang jaminan. Uang jaminan ini berfungsi untuk menjaring peserta lelang
yang serius. Apabila peserta lelang yang ditunjuk sebagai pemenang lelang tidak
melunasi sesuai waktu yang ditentukan, maka uang jaminan akan disetorkan ke Kas
Negara (untuk lelang eksekusi).
Electronic Auction
(e-Auction)
Saat ini masyarakat diberi kemudahan
didalam mengikuti lelang
karena DJKN/KPKNL sudah dan terus mengembangkan
e-Auction. E- Auction adalah produk layanan unggulan DJKN
sehingga lelang semakin modern, dilaksanakan dengan tidak mengharuskan peserta lelang
datang ke tempat pelaksanaan lelang. Kemudahan memberikan dampak peserta tidak perlu
mengeluarkan biaya besar untuk hadir dalam pelaksanaan lelang serta
melakukan penawaran lelang sebatas kemampuannya tanpa ada tekanan dari peserta
pesaing dari pihak lain.
E- auction memberikan pilihan bagi
pemohon untuk menentukan sistem penawaran lelang melalui
internet, yakni melalui mekanisme closed bidding maupun open biding. Untuk mekanisme closed bidding peserta dapat melakukan
penawaran setelah yang bersangkutan memenuhi persyaratan lelang dan menawar
sejak objek lelang
ditayangkan di aplikasi (internet) sampai batas akhir penawaran. Sedangkan open bidding adalah sistem penawaran lelang melalui
internet dimana peserta
dapat melakukan penawaran secara real-time
(dapat melihat penawaran dari peserta pesaing) dilakukan sekurang-kurangnya 2 (dua)
jam sebelum batas waktu akhir penawaran.
Pilihan ini sengaja diberikan mengingat masyarakat di Indonesia masih
sangat beragam dalam penguasaan teknologi.
Aplikasi berbasis internet ini dapat diakses melalui https://www.lelang.go.id. atau
dapat diunduh melalui Play Store atau
App Store.
Diharapkan dengan berbagai keunggulan
dan kemudahan yang ada, masyarakat tidak lagi percaya ajakan mengikuti lelang
yang tidak jelas. Apabila menerima informasi terkait penjualan lelang dari
pihak manapun, masyarakat diharapkan dapat melakukan konfirmasi kepada KPKNL
terdekat atau dapat juga menghubungi call
center DJKN 1500991.
Bagi pihak-pihak yang akan melaksanakan penjualan dengan mekanisme lelang dapat
bekerja sama dengan DJKN/KPKNL terdekat.
Mudah dan sederhana cara mengikuti lelang di Indonesia, pastikan dan konfirmasikan informasi yang diterima kepada institusi resmi yang berwenang mengenai lelang, dalam hal ini KPKNL/DJKN sehingga tidak tertipu dengan tawaran harga murah suatu barang yang dijual secara lelang. Ingat, lelang tidaklah identik dengan harga murah.
*Penulis merupakan Kepala
KPKNL Yogyakarta Marhaeni Rumiasih.