Kasus
pelecehan seksual bisa terjadi dimana saja, di ruang publik seperti di jalan,
pasar, mall, di dalam kendaraan umum, di sekolah atau universitas, dan di
tempat kerja, baik swasta maupun instansi pemerintah. Bahkan pernah pula
diberitakan adanya kasus pelecehan yang terjadi di tempat ibadah. Dus, di dalam
rumah yang seharusnya semua anggota keluarga merasa aman dan nyaman, seringkali
kita dengar terjadi kasus pelecehan seksual sampai dengan pemerkosaan terhadap
anak. Pada era keterbukaan informasi dan teknologi saat ini, dimana kita semua
bisa terhubung dengan orang lain melalui telepon pintar setiap saat, maka
tindakan pelecehan seksual juga bisa terjadi melalui jaringan internet pada sarana
tersebut.
Korban
pelecehan seksual kebanyakan adalah perempuan dan sebagian adalah anak-anak.
Tetapi ada juga laki-laki yang menjadi korban pelecehan seksual, baik itu
dilakukan oleh perempuan maupun dilakukan oleh laki-laki lainnya (homoseks).
Pelakunya pun berasal dari beragam kalangan, dari orang terdekat, seperti
keluarga, kerabat, tetangga, pegawai rendahan maupun pejabat eksekutif, orang
yang tidak berpendidikan maupun orang yang berpendidikan tinggi, bahkan orang
yang kita anggap religius pun ternyata ada yang menjadi pelaku pelecehan
seksual.
Kasus
pelecehan seksual bisa dilakukan oleh orang-orang yang sejajar kedudukannya
(horizontal) seperti sesama pekerja atau pegawai, atau sesama pengunjung suatu
pertunjukan, atau sesama penumpang di kendaraan umum. Bisa juga dilakukan oleh
orang-orang yang berbeda kedudukannya, misalnya antara atasan dengan bawahan
(vertikal), antara pemberi kerja dengan pekerja, atau antara guru terhadap
muridnya. Oleh karena itu, kita perlu untuk selalu waspada, peduli, dan
berupaya meminimalisir kemungkinan pelecehan seksual tersebut terjadi atau
menimpa diri kita, teman atau anggota keluarga kita. Maluku Utara termasuk
salah satu daerah yang tinggi kasus kekerasan seksualnya. Sepanjang tahun 2020
terdapat 144 korban kekerasan seksual di Maluku Utara, ungkap Musrifah Alhadar
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Maluku Utara
sebagaimana diberitakan oleh www.tandaseru.com.
Menurut buku
Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja yang diterbitkan oleh
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bekerjasama dengan Organisasi Buruh
Internasional, pengertian pelecehan seksual adalah segala tindakan seksual yang
tidak diinginkan, permintaan untuk melakukan perbuatan seksual, tindakan lisan
atau fisik atau isyarat yang bersifat seksual, atau perilaku lain apapun yang
bersifat seksual, yang membuat seseorang merasa tersinggung, dipermalukan
dan/atau terintimidasi dimana reaksi seperti itu adalah masuk akal dalam
situasi dan kondisi yang ada, dan tindakan tersebut mengganggu kerja, dijadikan
persyaratan kerja atau menciptakan lingkungan kerja yang mengintimidasi,
bermusuhan atau tidak sopan. Dengan kata lain pelecehan seksual adalah :
1.
penyalahgunaan perilaku seksual,
2.
permintaan untuk bantuan seksual, dan
3. pernyataan
lisan atau fisik melakukan atau gerakan menggambarkan perbuatan seksual, atau
4.
tindakan kearah seksual yang tidak diinginkan:
a. penerima
telah menyatakan bahwa perilaku itu tidak diinginkan;
b. penerima
merasa dihina, tersinggung dan/atau tertekan oleh perbuatan itu; atau
c. pelaku
seharusnya sudah dapat merasakan bahwa yang menjadi sasarannya (korban) akan
tersinggung, merasa terhina dan/atau tertekan oleh perbuatan itu
Adapun
bentuk-bentuk pelecehan seksual menurut buku tersebut adalah :
1. Pelecehan fisik termasuk sentuhan yang
tidak diinginkan mengarah ke perbuatan seksual seperti mencium, menepuk,
mencubit, melirik atau menatap penuh nafsu.
2. Pelecehan lisan termasuk ucapan verbal/
komentar yang tidak diinginkan tentang kehidupan pribadi atau bagian tubuh atau
penampilan seseorang, lelucon dan komentar bernada seksual
3. Pelecehan isyarat termasuk bahasa tubuh
dan atau gerakan tubuh bernada seksual, kerlingan yang dilakukan
berulang-ulang, isyarat dengan jari, dan menjilat bibir
4. Pelecehan tertulis atau gambar termasuk
menampilkan bahan pornografi , gambar, screensaver atau poster seksual, atau
pelecehan lewat email dan moda komunikasi elektronik lainnya
5. Pelecehan psikologis/emosional terdiri
atas permintaan-permintaan dan ajakan-ajakan yang terus-menerus dan tidak
diinginkan, ajakan kencan yang tidak diharapkan, penghinaan atau celaan yang
bersifat seksual.
Dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindakan pelecehan seksual dapat
dikategorikan sebagai tindak kejahatan terhadap kesusilaan, tindakan perkosaan,
dan perbuatan cabul yang menyerang kehormatan dan kesusilaan sebagaimana diatur
dalam Pasal 281 sampai dengan Pasal 296 KUHP. Perbuatan tersebut diancam
hukuman pidana dari dua tahun delapan bulan sampai dengan lima belas tahun
penjara (bila sampai mengakibatkan kematian). Perbuatan pelecehan seksual
apabila dilakukan melalui jaringan internet berupa gambar atau video cabul juga
termasuk transaksi yang dilarang dan diancam pidana dalam Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.
Dengan
demikian, dari segi undang-undang sebenarnya perbuatan pelecehan seksual merupakan
tindakan kriminal yang diancam pidana bagi pelakunya. Hanya saja tindak pidana
tersebut termasuk dalam kategori delik aduan, yaitu harus ada pihak yang
melaporkan atau mengadukan perkara tersebut kepada kepolisian agar perkara
tersebut dapat diperiksa dan diadili di pengadilan. Masyarakat kita sebagian
masih tidak tahu harus mengadu kemana, atau masih enggan dan merasa malu untuk
melaporkan kepada aparat (terutama apabila pelecehan tersebut tidak sampai
kepada perkosaan).
Disisi
lain dari pihak aparat sendiri mungkin masih ada yang menganggap remeh terhadap
laporan pelecehan seksual, karena dianggap wajar dan hanya candaan. Hal ini
sangat disayangkan. Padahal peristiwa tersebut tentu akan membuat korban merasa
terhina, tidak merasa aman dan nyaman berada dalam lingkungan tempat kejadian
tersebut. Dapat mengganggu psikologis dan mental dari korban, dan akan
berdampak pada menurunnya produktifitas kerja, serta bisa berdampak pada
performa terhadap kantor atau perusahaan tempatnya bekerja. Kebutuhan akan rasa
aman dan nyaman dalam hidup dan bekerja, bebas dari rasa takut, perlakuan yang
sama dan bebas dari diskriminasi atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin,
agama, dan lainnya merupakan hak asasi manusia yang telah dijamin oleh
Undang-Undang.
Upaya Pencegahan Pelecehan Seksual
Berkaca
dari fenomena kasus pelecehan seksual yang masih banyak terjadi di sekitar
kita, tentu harus membuat kita lebih peduli dan waspada, agar jangan sampai hal
tersebut terjadi.
Upaya pencegahan
pelecehan seksual harus dilakukan oleh semua pihak, baik oleh pekerja itu sendiri
maupun oleh institusi/kantor atau perusahaan pemberi kerja. Para pekerja perlu
melakukan edukasi dan sosialisasi terhadap rekan-rekannya terkait kebijakan
perusahaan, tata tertib, peraturan dan kode etik yang berlaku di perusahaan
tersebut. Pembekalan mengenai cara menolak tindakan pelecehan seksual dan
bagaimana cara melaporkan atau mengadukan peristiwa tersebut juga penting
diberikan kepada setiap pekerja.
Perusahaan/pemberi
kerja atau institusi kantor harus membuat aturan atau kebijakan terkait pelecehan
seksual dan mengesahkan atau mengumukan peraturan tersebut sejak penerimaan
pegawai. Membuat langkah-langkah penyelesaian, perbaikan dan pemulihan bagi korban apabila terjadi kasus pelecehan
seksual, serta sanksi yang dikenakan kepada pelaku.
Pernyataan Kebijakan
Selanjutnya
dalam buku Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja tersebut
dijelaskan bahwa unsur utama dalam kesuksesan penerapan pencegahan pelecehan
seksual di tempat kerja adalah adanya komitmen yang kuat dari seluruh perangkat
dalam organisasi tersebut, dimulai dari tingkat eksekutif, manajer, penyelia
sampai pelaksana. Suatu pernyataan kebijakan mengenai pelecehan seksual
merupakan pesan yang terdokumentasi dari manajemen bagi para pekerja/buruh yang
menyatakan kebijakan, filosofi dan komitmen perusahaan untuk mencegah dan
menangani pelecehan seksual agar terwujud lingkungan kerja yang kondusif.
Pernyataan kebijakan harus datang dari manajemen tingkat atas untuk memastikan
kebijakan tersebut diterima dan dipatuhi oleh pekerja, penyelia dan manajer di
seluruh organisasi. Pernyataan kebijakan sekurang-kurangnya memuat hal-hal
sebagai berikut:
1.
Penegasan
bahwa semua pekerja, pelamar pekerjaan, dan pihak ketiga yang berhubungan
dengan perusahaan berhak untuk diperlakuan secara bermartabat dan tanpa
perbedaan;
2.
Penjelasan
lengkap tentang perbuatan-perbuatan yang merupakan pelecehan seksual;
3.
Pernyataan
bahwa pelecehan seksual tidak dibenarkan atau tidak dapat dimaafkan dalam
perusahaan dengan ketentuan toleransi nol;
4.
Kepastian
bahwa semua orang yang menjadi korban pelecehan seksual di tempat kerja berhak
untuk mengajukan keluh-kesah dan tindakan yang sesuai ketentuan di perusahaan;
5.
Penjelasan
tentang tatacara dan mekanisme bagi pekerja yang menjadi korban pelecehan seksual,
pimpinan dan para pekerja yang bertugas menangani keluhan;
6.
Penegasan
bahwa pelecehan seksual merupakan pelanggaran kebijakan perusahaan dan dapat
dikenakan tindakan disiplin sesuai dengan kesepakatan di perusahaan;
7.
Petunjuk
yang menyatakan bahwa para atasan dan manajer memikul tugas penting dan memberi
contoh kepemimpinan;
Lebih
lanjut, pencegahan pelecehan seksual ditempat kerja dapat dilakukan dengan :
1.
Komunikasi
Dilakukan
dengan sosialisasi tentang pelecehan seksual melalui seminar, media sosial
berbagai media cetak dan elektronik.
2.
Edukasi
Dilakukan
melalui program orientasi dan pengenalan kepada staff baru, ceramah agama, atau
kegiatan-kegiatan tertentu seperti yang terprogram.
3.
Pelatihan
Menyediakan
pelatihan khusus di tingkat penyelia dan managerial dan pelatih untuk mengenali
masalah-masalah pelecehan dan pencegahan, pelatihan bagi Tim Penanggulangan
Pelecahan Seksual.
4.
Mendorong
perusahaan untuk membangun komitmen pelaksanaan pencegahan pelecehan Seksual di
lingkungan kerja termasuk pemberian sanksi dan tindakan disiplin lainnya dengan
kebijakan (peraturan/tata tertib atau kode etik perusahaan) dan perjanjian kerja.
Penyebar
luasan informasi mengenai kebijakan dan mekanisme pencegahan pelecehan seksual
kepada pekerja dan penyelia merupakan hal yang penting. Selain itu, pengusaha
diharapkan menyediakan suatu program untuk pekerja/buruh dan penyelia agar
dapat diberi edukasi mengenai pelecehan seksual. Untuk itu, semua pihak harus
mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap cara-cara untuk menciptakan
lingkungan kerja yang produktif dan bebas dari pelecehan seksual.
Pada
Kementerian Keuangan, upaya pencegahan pelecehan seksual telah diatur dalam
Surat Edaran Meneteri Keuangan Nomor 36/MK.1/2020 tentang Pencegahan dan
Dukungan Penanganan Pelecehan Seksual di Lingkungan Kerja Dalam Rangka
Meningkatkan Keadilan dan Kesetaraan Gender Lingkup Kementerian Keuangan. Upaya
pencegahan pelecehan seksual pada Kementerian Keuangan pada Surat Edaran
tersebut dikaitkan dengan implementasi pengarusutamaan gender, serta penegakan
kode etik dan disiplin di lingkup Kementerian Keuangan. Jenis-jenis perbuatan
yang termasuk perbuatan pelecehan seksual, pada Surat Edaran tersebut yaitu :
1. Menggunakan siulan;
2. Main mata;
3. Ucapan, candaan, atau komentar bernuansa
seksual, termasuk yang terkait penampilan seseorang;
4. Menunjukkan materi pornografi dan/atau
keinginan seksual;
5. Colekan dan/atau sentuhan pada bagian
tubuh;
6. Gerakan tubuh atau isyarat yang
bernuansa seksual; dan/atau
7. Bentuk perbuatan pemaksaan seksual
lainnya, baik fisik maupun non fisik, termasuk pelecehan yang dilakukan melalui
media sosial, dan/atau media komunikasi dalam bentuk apa pun sehingga
mengakibatkan rasa tidak aman dan tidak nyaman, tersinggung, takut,
terintimidasi, merasa direndahkan martabatnya dan menyebabkan masalah
keselamatan serta kesehatan, baik secara fisik maupun mental.
Dalam
Surat Edaran tersebut, juga telah disebutkan mengenai pencegahan, penanganan,
perlindungan, dan pemulihan terhadap kasus pelecehan seksual di tempat kerja. Perlu
terus digaungkan penerapan sikap saling menghormati, kesadaran akan kebebasan
dan persamaan hak sesama manusia untuk hidup merdeka, berusaha, bebas dari rasa
takut, dan tanpa diskriminasi, karena perbedaan warna kulit, jenis kelamin,
suku, ras, agama, maupun karena perbedaan fisik, karena itu adalah hak asasi
manusia yang telah dijamin oleh undang-undang. Dengan demikian, akan
memperkecil peluang adanya pelecehan seksual atau bentuk penindasan sesama
mausia lainnya.
Sumber
Referensi :
1.
Pedoman
Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja, diterbitkan oleh Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi bekerjasama dengan Organisasi Buruh
Internasional;
3.
Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana;
4.
Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016;
5.
Surat
Edaran Meneteri Keuangan Nomor 36/MK.1/2020 tentang Pencegahan dan Dukungan
Penanganan Pelecehan Seksual di Lingkungan Kerja Dalam Rangka Meningkatkan
Keadilan dan Kesetaraan Gender Lingkup Kementerian Keuangan