Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Tarakan > Artikel
Sinergi Antargenerasi dalam Membangun Organisasi
Putri Setyaningsih
Kamis, 24 September 2020   |   1597 kali

“Kamu sajalah, kan kamu anak muda, pasti bisa!”. Ya, kalimat tersebut merupakan kata-kata yang biasa digunakan oleh oknum-oknum tertentu yang seringkali ingin menghindar dari suatu pekerjaan atau tanggung jawab. Kata-kata tersebut juga merupakan wujud nyata akan adanya sekat yang begitu besar antargenerasi. Lalu, dengan adanya sekat itu, apakah Kementerian Keuangan dapat berevolusi menjadi organisasi yang lebih maju?

Dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024, disebutkan bahwa dari total pegawai Kementerian Keuangan 82.451 (per 1 Januari 2020), sebanyak 25% termasuk ke dalam generasi Z, 40% generasi Y, 29% generasi X, dan 6% generasi Baby Boomer. Berdasarkan statistik tersebut, dapat dirangkum bahwa anak muda (generasi Y dan Z) pada Kementerian Keuangan berjumlah 65% dari total pegawai. Hal tersebut dapat kita jadikan landasan berpikir bahwa proporsi anak muda pada Sumber Daya Manusia (SDM) Kementerian Keuangan bisa dibilang cukup tinggi. Hal itu diperkuat dengan adanya kebijakan minus growth SDM pada Kementerian Keuangan mulai tahun 2020 sehingga diproyeksikan pada tahun 2024 mendatang jumlah anak muda akan mencapai 69% dari total pegawai. Dengan demikian, proporsi SDM di organisasi ini akan  didominasi oleh anak muda.

Proporsi jumlah anak muda yang cukup besar, diharapkan dapat menjadi katalis pergerakan organisasi dalam menghadapi era digital ini. Era ini merupakan era dimana internet atau digital mengambil peranan yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari kita. Mulai dari penyediaan informasi, hiburan, atau bahkan hanya sekadar kebutuhan sehari-hari  bisa kita dapatkan dengan adanya dukungan internet. Selain itu, pandemi COVID-19 yang melanda dunia pada tahun ini, mendesak organisasi kita untuk lebih dinamis dan adaptif. Bagaimana tidak, virus corona yang ditularkan melalui droplet air liur menyebar begitu cepatnya.

Sebagai upaya pencegahan penyebaran dan perlindungan pegawai dari risiko COVID-19, Kementerian Keuangan menerbitkan surat edaran nomor SE-5/MK.1/2020 tanggal 14 Maret 2020 tentang Panduan Tindak Lanjut terkait Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19) di Lingkungan Kementerian Keuangan yang salah satu poinnya memuat tentang pengaturan Work from Home (WFH) di lingkungan Kementerian Keuangan. Dalam pelaksanaannya, WFH di lingkungan Kementerian Keuangan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan fasilitas berbasis teknologi. Kementerian Keuangan patut bangga karena sudah selangkah lebih maju. Sebelum pandemi dimulai, Kementerian Keuangan telah melakukan uji coba implementasi terhadap Office Automation yang mencakup berbagai sistem penunjang pelaksanaan tugas perkantoran. Bayangkan saja bagaimana jika WFH sudah diterapkan, tetapi implementasi teknologi belum berjalan. Betapa susahnya proses persuratan jika semua naskah dinas masih harus dicetak dan ditandatangani secara manual. Sejalan dengan hal tersebut, pemantauan pelaksanaan perkerjaan pegawai dan presensi pegawai yang harus memenuhi jam kerja efektif akan sangat sulit dilakukan. Bagaimana dengan lelang yang harus dilakukan secara konvensional yang mana merupakan kegiatan pengumpulan massa. Hal-hal itulah yang mendorong Kementerian Keuangan untuk terus berinovasi memberikan pelayanan dengan lebih efisien dan optimal memanfaatkan perkembangan teknologi. Di sinilah peran anak muda, yakni sebagai generasi yang diharapkan dapat lebih mudah beradaptasi dengan perubahan terutama di bidang teknologi.

Peran anak muda dalam beradaptasi dengan era digital memanglah besar, lalu bagaimana peran “generasi tua”? Sebagaimana telah kita bahas sebelumnya, bahwa jumlah anak muda dalam tubuh Kementerian Keuangan  sebanyak 65% dari jumlah  pegawai. Itu berarti, jumlah generasi tua (generasi X dan Baby Boomer) adalah sebanyak 35%. Jika kita lihat dari persentase tersebut, jumlah generasi tua lebih sedikit jika dibandingkan dengan anak muda, tetapi generasi ini tersebar di berbagai level jabatan, baik di level pelaksana, fungsional, maupun pada jabatan struktural. Dan seperti yang kita ketahui, penentu dari kebijakan-kebijakan strategis dan arah tujuan organisasi adalah para pegawai yang menduduki jabatan struktural. 

Menilik jauh ke sejarah Republik Indonesia, sekat antar generasi yang mirip seperti ini sudah muncul. Bahkan perbedaan pendapat antaragolongan tua dan golongan muda kala itu sangat berpengaruh terhadap kemerdekaan negara kita. Saat itu, golongan muda, yang dianggap lebih revolusioner, mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dari kejadian tersebut, kita sama-sama dapat melihat bahwa setiap generasi mempunyai peran dan tanggung jawab masing-masing. Begitu juga dengan organisasi kita saat ini. Walaupun terdapat sekat yang memisahkan antar generasi di organisasi kita, hal itu justru menjadi tantangan bagi kita. Tantangan agar kita tidak membuat sekat itu menjadi jurang pemisah yang begitu dalam, tetapi memanfaatkannya untuk bersinergi mencapai tujuan organisasi seperti halnya yang dilakukan para pendahulu kita dalam meraih kemerdekaan Indonesia.

Anak muda memanglah mesin, tapi tanpa pengetahuan, teladan, dan pengalaman dari generasi tua, mesin itu hanya akan menjadi mesin yang tidak mampu menggerakkan sebuah mobil. Jadi, dalam rangka mendorong organisasi untuk berevolusi lebih maju, semua pegawai, baik yang tua maupun yang muda, harus mampu beradaptasi dengan perubahan dan tetap memberikan perannya dalam perkembangan organisasi. Mari bersama-sama bangun organisasi, dan sadari tanggung jawab kita masing-masing.

(Penulis: Laksono Mustiko Aji)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini