“Kamu sajalah, kan kamu anak muda, pasti bisa!”.
Ya, kalimat tersebut merupakan kata-kata yang biasa digunakan oleh oknum-oknum
tertentu yang seringkali ingin menghindar dari suatu pekerjaan atau tanggung
jawab. Kata-kata tersebut juga merupakan wujud nyata akan adanya sekat yang
begitu besar antargenerasi. Lalu, dengan adanya sekat itu, apakah Kementerian
Keuangan dapat berevolusi menjadi organisasi yang lebih maju?
Dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana
Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024, disebutkan bahwa dari total
pegawai Kementerian Keuangan 82.451 (per 1 Januari 2020), sebanyak 25% termasuk ke
dalam generasi Z,
40% generasi Y, 29% generasi X, dan 6% generasi Baby Boomer.
Berdasarkan statistik tersebut, dapat dirangkum bahwa anak muda (generasi Y dan
Z) pada Kementerian Keuangan berjumlah 65% dari total pegawai. Hal tersebut
dapat kita jadikan landasan berpikir bahwa proporsi anak muda pada Sumber Daya
Manusia (SDM) Kementerian Keuangan bisa dibilang cukup tinggi. Hal itu
diperkuat dengan adanya kebijakan minus growth SDM pada Kementerian
Keuangan mulai tahun 2020 sehingga diproyeksikan pada tahun 2024 mendatang jumlah
anak muda akan mencapai 69% dari total pegawai. Dengan demikian, proporsi SDM
di organisasi ini akan didominasi oleh anak muda.
Proporsi jumlah anak muda yang cukup besar, diharapkan dapat menjadi katalis pergerakan organisasi dalam menghadapi era digital ini. Era ini merupakan era dimana internet atau digital mengambil peranan yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari kita. Mulai dari penyediaan informasi, hiburan, atau bahkan hanya sekadar kebutuhan sehari-hari bisa kita dapatkan dengan adanya dukungan internet. Selain itu, pandemi COVID-19 yang melanda dunia pada tahun ini, mendesak organisasi kita untuk lebih dinamis dan adaptif. Bagaimana tidak, virus corona yang ditularkan melalui droplet air liur menyebar begitu cepatnya.
Sebagai upaya pencegahan penyebaran dan perlindungan pegawai
dari risiko COVID-19, Kementerian Keuangan menerbitkan surat edaran nomor SE-5/MK.1/2020
tanggal 14 Maret 2020 tentang Panduan Tindak Lanjut terkait Pencegahan
Penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19) di Lingkungan Kementerian Keuangan yang
salah satu poinnya memuat tentang pengaturan Work from Home (WFH) di
lingkungan Kementerian Keuangan. Dalam pelaksanaannya, WFH di lingkungan
Kementerian Keuangan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan fasilitas
berbasis teknologi. Kementerian Keuangan patut bangga karena sudah selangkah
lebih maju. Sebelum pandemi dimulai, Kementerian Keuangan telah melakukan uji
coba implementasi terhadap Office Automation yang mencakup berbagai
sistem penunjang pelaksanaan tugas perkantoran. Bayangkan saja bagaimana jika
WFH sudah diterapkan, tetapi implementasi teknologi belum berjalan. Betapa
susahnya proses persuratan jika semua naskah dinas masih harus dicetak dan
ditandatangani secara manual. Sejalan dengan hal tersebut, pemantauan
pelaksanaan perkerjaan pegawai dan presensi pegawai yang harus memenuhi jam
kerja efektif akan sangat sulit dilakukan. Bagaimana dengan lelang yang harus
dilakukan secara konvensional yang mana merupakan kegiatan pengumpulan massa. Hal-hal
itulah yang mendorong Kementerian Keuangan untuk terus berinovasi memberikan
pelayanan dengan lebih efisien dan optimal memanfaatkan perkembangan teknologi.
Di sinilah peran anak muda, yakni sebagai generasi yang diharapkan dapat lebih
mudah beradaptasi dengan perubahan terutama di bidang teknologi.
Peran anak muda dalam beradaptasi dengan era digital memanglah besar,
lalu bagaimana peran “generasi tua”? Sebagaimana telah kita bahas sebelumnya,
bahwa jumlah anak muda dalam tubuh Kementerian Keuangan sebanyak 65%
dari jumlah pegawai. Itu berarti, jumlah generasi tua (generasi X dan Baby
Boomer) adalah sebanyak 35%. Jika kita lihat dari persentase tersebut,
jumlah generasi tua lebih sedikit jika dibandingkan dengan anak
muda, tetapi generasi ini tersebar di berbagai level jabatan, baik di level
pelaksana, fungsional, maupun pada jabatan struktural. Dan seperti yang kita ketahui, penentu dari kebijakan-kebijakan strategis dan arah tujuan
organisasi adalah para pegawai yang menduduki jabatan struktural.
Menilik jauh ke sejarah Republik Indonesia, sekat antar generasi yang
mirip seperti ini sudah muncul. Bahkan perbedaan pendapat antaragolongan tua
dan golongan muda kala itu sangat berpengaruh terhadap kemerdekaan negara kita. Saat itu, golongan muda, yang dianggap lebih revolusioner, mendesak
golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dari kejadian
tersebut, kita sama-sama dapat melihat bahwa setiap generasi mempunyai peran
dan tanggung jawab masing-masing. Begitu juga dengan organisasi kita saat ini.
Walaupun terdapat sekat yang memisahkan antar generasi di organisasi kita, hal
itu justru menjadi tantangan bagi kita. Tantangan agar kita tidak
membuat sekat itu menjadi jurang pemisah yang begitu dalam, tetapi
memanfaatkannya untuk bersinergi mencapai tujuan organisasi seperti halnya yang
dilakukan para pendahulu kita dalam meraih kemerdekaan Indonesia.
Anak muda memanglah mesin, tapi tanpa pengetahuan, teladan, dan
pengalaman dari generasi tua, mesin itu hanya akan menjadi mesin yang tidak
mampu menggerakkan sebuah mobil. Jadi, dalam rangka mendorong organisasi untuk
berevolusi lebih maju, semua pegawai, baik yang tua maupun yang muda, harus
mampu beradaptasi dengan perubahan dan tetap memberikan perannya dalam
perkembangan organisasi. Mari bersama-sama bangun organisasi, dan sadari
tanggung jawab kita masing-masing.
(Penulis:
Laksono Mustiko Aji)