Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Tarakan > Artikel
Peran DJKN dalam Pengembangan Sektor Pariwisata
Putri Setyaningsih
Kamis, 27 Agustus 2020   |   2138 kali

Saat ini Pemerintah sedang fokus dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan salah satu ruang lingkupnya adalah Penyertaan Modal Negara (PMN). PMN merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mendukung BUMN yang terdampak COVID-19 agar terjadi peningkatan kapasitas usaha termasuk melaksanakan penugasan khusus dalam program PEN. Sektor yang memperoleh anggaran tambahan diantaranya Pariwisata, Padat Karya, dan Perumahan.  Masuknya sektor pariwisata ke dalam kategori sektor yang didukung pemerintah melalui kebijakan PMN menjadi pertanyaan seberapa penting sektor pariwisata bagi perekonomian Indonesia.

Hasil penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) pada Tahun 2018, sektor pariwisata mempunyai dampak pada pengganda output, nilai tambah, pendapatan, dan tenaga kerja sebesar rata-rata di atas 2. Artinya peningkatan pendapatan di sektor pariwisata sebesar satu satuan (dalam juta rupiah) akan meningkatkan pendapatan di seluruh sektor perekonomian nasional sebesar 2. Begitu juga untuk pengganda output, nilai tambah, dan tenaga kerja pada sektor pariwisata akan meningkatkan  output, nilai tambah, dan peningkatan penambahan tenaga kerja secara nasional.

Sejak COVID-19 menyebar ke seluruh negara, pariwisata menjadi salah satu sektor terdampak karena pembatasan aktivitas yang dimulai dengan larangan berpergian, penurunan jumlah akomodasi hingga pemberlakuan kebijakan lockdown di beberapa negara. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah kunjungan wisatawan mancanegara setelah bulan Maret 2020 turun 45,50% dibanding Februari 2020 dan 64,11% pada periode yang sama di tahun 2019.

Meski demikian, sektor ini berpotensi akan melonjak setelah vaksin ditemukan dan pelonggaran aktivitas oleh pemerintah. Gambar 1 menunjukkan pendapatan negara dari wisatawan yang datang ke Indonesia dalam kurun waktu 1995-2018. Walaupun nilainya berfluktuatif pada tahun 1995 – 2008 tetapi sejak tahun 2009 – 2018 sektor pariwisata di Indonesia mengalami peningkatan. World Bank mencatat kunjungan wisatawan pada tahun 2017 sebesar 14,69 miliar dolar dan tahun 2018 adalah 15,6 miliar dolar. Sektor pariwisata menjadi penyumbang devisa terbesar melebihi devisa dari minyak kelapa sawit mentah.


Gambar 1                             Sumber : World bank

 

Sebagai Negara yang berbentuk kepulauan dan terdiri atas berbagai suku, Indonesia memiliki wisata alam, sejarah, dan kuliner yang potensial. Tiap daerah memiliki wisata alam, wisata kuliner, dan budaya yang berbeda-beda. Bahkan youtuber asal Korea Selatan yang dulu pernah tinggal di Malang, Jawa Timur tidak berani memberikan deskripsi tentang Indonesia. Hal ini karena menurutnya tempat yang ia kunjungi terbatas di pulau Jawa. Jika dia ceritakan tentang pulau Jawa saja, tidak cukup mewakili Indonesia. Pulau Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua memiliki budaya yang jauh berbeda. Objek wisata yang saat ini dikenal hingga mancanegara adalah pulau Bali. Namun perlahan beberapa destinasi wisata lain mulai berkembang dan pemerintah telah menetapkan sepuluh destinasi wisata domestik prioritas. Indonesia dengan berbagai kearifan budayanya dapat memadukan wisata alam, budaya, dan kuliner sekaligus. Keberagaman ini menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berlibur di Indonesia.

Tercatat pertumbuhan sektor pariwisata dan perjalanan terhadap PDB Indonesia 5,2%. Sedangkan rata-rata Pertumbuhan sektor pariwisata dan perjalanan terhadap PDB negara lain di kawasan Asia Tenggara sebesar 5,9%. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan pesat  bidang pariwisata di negara-negara Asia Tenggara seperti Thailand (7,8%), Cina (6,9%) dan Filipina (6,2%). Bahkan total PDB Thailand pada sektor perjalanan dan pariwisata lebih besar dari sektor jasa keuangan, konstruksi, pertanian dan retail. Sektor pariwisata Indonesia bila dibandingkan dengan negara-negara lain dalam satu kawasan, masih relatif tertinggal terutama dari segi kebijakan, infrastruktur, dukungan lingkungan, dan besaran dampaknya pada perekonomian (LPEM FEB UI,2018).

Industri pariwisata merupakan salah satu industri padat karya dengan lingkup bisnis restoran, penginapan, Pelayanan perjalanan, transportasi, pengembangan daerah tujuan wisata, fasilitas rekreasi, atraksi wisata. Beberapa waktu lalu kami mengunjungi daerah wisata di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan tepatnya di Pantai Bara. Penginapan yang ada di pantai Bara mayoritas dimiliki oleh warga negara asing (WNA). Begitu pula saat kami mengunjungi pulau Maratua, pulau Bakungan di Kalimantan Timur. Meski demikian penduduk asli juga ikut melakukan pengembangan daerah tujuan wisata dengan menyediakan paket wisata dan penyewaan alat selam. Data LPEM FEB UI menunjukkan bahwa Investasi Indonesia pada sektor pariwisata didominasi oleh penanaman modal asing sebesar 77%. Rata-rata Pertumbuhan investasi sektor pariwisata 2015-2017 sebesar 35,5%. Investasi terbesar dalam kurun waktu 2015-2017 sebesar 55% direalisasikan di daerah Jakarta, Bali, dan Jawa Barat.

Dengan pendapatan sektor pariwisata yang terus meningkat sejak tahun 2009, pemerintah mengembangkan sektor pariwisata sebagai strategi diversifikasi pendapatan negara. Selama ini pendapatan pajak merupakan pendapatan negara yang salah satunya berasal dari penghasilan SDA migas. Faktanya pendapatan pajak dari penghasilan migas berfluktuasi dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan pendapatan migas sangat dipengaruhi oleh jumlah lifiting dan harga minyak dunia. Ditambah lagi minyak merupakan sumber daya tidak dapat diperbaharui. Selama jumlah cadangan minyak yang ada di dalam bumi masih ada serta adanya temuan cadangan baru, penerimaan pajak dari minyak masih aman dengan asumsi harga minyak dunia stabil atau cenderung naik.

Komitmen pemerintah untuk membangun sektor pariwisata memiliki dampak langsung maupun tidak langsung pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN),

1.    DJKN sebagai Pengelola Barang dan manajer aset

Rencana pengembangan sektor Pariwisata di Indonesia sejalan dengan peran DJKN dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dan pekerjaan yang layak. DJKN ambil bagian pada aset negara berupa cagar budaya (heritage assets) berkelanjutan yang menciptakan lapangan kerja dan mempromosikan budaya dan produk lokal. Cagar budaya (heritage assets) yang dimaksud dapat berupa warisan budaya maupun warisan alam.

Selain itu, DJKN sebagai pengelola barang juga turut mengamankan BMN berupa infrastruktur (jalan, dermaga penyebrangan, bandara, pelabuhan) secara fisik, administrasi, dan hukum. DJKN berkontribusi pula dalam mendukung tersedianya lembaga pembiayaan infraktruktur. DJKN melalui LMAN telah memaksimalkan pemanfaatan aset dan ROA terutama pada kelompok aset idle, aset eks Pertamina, aset eks IJJDF, aset eks KKKS, aset eks kelolaan PT PPA, aset eks BPPN, dan aset dalam proses tukar-menukar.

2.    DJKN  selaku pengelola kekayaan negara

DJKN mempunyai andil dalam menetapkan kebijakan Penyertaan Modal Negara (PMN). Secara garis besar PMN terbagi menjadi tiga bentuk yaitu fresh money, pengalihan aset, dan konversi utang perusahaan (piutang negara di BUMN). DJKN berkomitmen untuk terus meningkatkan efektifitas kebijakan PMN. Salah satu terobosan yang sedang dikembangkan adalah membentuk pusat data BUMN yang terkomputerisasi secara komprehensif, integratif, dan interkonektif.

Sektor pariwisata memiliki potensi yang besar bagi perekonomian negara. Melalui peningkatan infrastruktur, dukungan lingkungan, serta pengelolaan kebijakan yang tidak tumpang tindih, Indonesia dapat memaksimalkan potensi sektor pariwisata. DJKN selaku pengelola barang dan pengelola kekayaan negara memiliki peran yang cukup penting dalam pengembangan sektor pariwisata. Mari kita Jaga dan Kelola Aset Negara.

 

               

                            Pantai Bara                                                                     Pantai Maratua

 

Sumber:

1.      International tourismhttps://data.worldbank.org/indicator/ diunduh 23 Juni 2020;

2.  Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Tahun 2018, diunduh 23 Juni 2020.

 

(Penulis: Syaila Anya Tanaya)


Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini