Pengertian
Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
kreditor-kreditor lain. Sedangkan lelang Hak Tanggungan adalah lelang untuk
melaksanakan Pasal 6 UUHT yaitu, “Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan
pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri
melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan tersebut.” Lelang Hak
Tanggungan akan terlaksana jika ada permohonan dari pemohon lelang dan berkas
telah dinyatakan lengkap dan benar secara prosedural. Dalam permohonan lelang
terdapat syarat-syarat kelengkapan dokumen yang terdiri dari : fotokopi
Perjanjian Kredit, Sertifikat Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Tanggungan,
Sertifikat Hak Milik dan berkas-berkas lainnya. Prosedur permohonan dalam pengajuan
lelang Hak Tanggungan kreditor menyampaikan surat permohonan penetapan jadwal
lelang dengan dilengkapi dokumen yang bersifat khusus diantaranya, fotokopi
Perjanjian Kredit, fotokopi Sertifikat Hak Tanggungan dan Akta Pemberian Hak
Tanggungan, fotokopi sertifikat hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan, fotokopi
Perincian Hutang debitor, fotokopi surat peringatan, surat pernyataan dari kreditor
selaku Pemohon Lelang yang isinya akan bertanggung jawab apabila terjadi
gugatan perdata dan/atau tuntutan pidana dan fotokopi Laporan penilaian barang
jaminan.
Klausula
yang terdapat pada Akta Pemberian Hak Tanggungan menyatakan bahwa jika debitor
tidak memenuhi kewajiban untuk melunasi utangnya, berdasarkan perjanjian utang
piutang, kreditor selaku pemegang Hak Tanggungan Peringkat Pertama diberi dan
menyatakan menerima kewenangan, dan untuk itu kuasa, untuk tanpa persetujuan
terlebih dahulu dari debitor untuk :
a. Menjual
atau suruh menjual dihadapan umum secara lelang Objek Hak Tanggungan baik
seluruhnya maupun sebagian-sebagian;
b. Mengatur
dan menetapkan waktu, tempat, cara dan syarat-syarat penjualan;
c. Menerima
uang penjualan, menandatangani dan menyerahkan kwitansi;
d. Menyerahkan
apa yang dijual itu kepada pembeli yang bersangkutan;
e. Mengambil
dari uang hasil penjualan itu seluruhnya atau sebagian untuk melunasi utang
debitor sesuai dengan Pasal 6 UUHT yang berbunyi, “Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan
pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri
melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan tersebut.”
Dalam
pelaksanaan di lapangan sebelum mengajukan permohonan lelang ke KPKNL (Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) pihak Bank telah melakukan peringatan secara
patut kepada debitor yang mengalami kredit macet yang dibuktikan dengan surat peringatan
pertama, kedua dan ketiga. Surat peringatan tersebut harus sudah dilampirkan
pada saat pengajuan permohonan lelang. Setelah dilakukan pemanggilan dan ternyata
tidak ada itikad baik dari debitor untuk memenuhi kewajiban serta tidak ada alasan
yang dapat dijadikan pertimbangan (misalkan keadaan overmacht) maka debitor tersebut dinyatakan wanprestasi (suatu
kondisi dimana debitor berada dalam keadaan lalai). Atas dasar tersebut Bank
mengajukan permohonan lelang kepada KPKNL untuk ditetapkan pelaksanaan lelang.
Meskipun
pelaksanaan lelang telah sesuai dengan prosedur sebagaimana yang diatur dalam
Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor 2/KN/2017 Tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Lelang jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016
tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang namun tidak menutup kemungkinan adanya
gugatan yang diajukan ke Pengadilan. Pelaksanaan lelang eksekusi Hak Tanggungan
oleh KPKNL sering mendapat gugatan dari pihak debitor maupun pihak lain yang
merasa kepentingannya dirugikan. Gugatan perdata yang dilakukan biasanya dalam
bentuk perlawanan sebelum pelaksanaan lelang maupun gugatan yang diajukan setelah
pelaksanaan lelang. Pada tahun 2017 terdapat lima gugatan perbuatan melawan
hukum dan tahun 2018 terdapat satu gugatan yang diajukan oleh pihak ketiga dan
lima gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan ke Pengadilan Negeri
Samarinda dengan KPKNL Samarinda sebagai pihak yang ikut berperkara.
Mayoritas
timbulnya gugatan disebabkan oleh ketidakpuasan debitor atas pelaksanaan lelang
Hak Tanggungan yang dimohonkan oleh Bank yang bersangkutan kepada KPKNL
Samarinda. Pada dasarnya tidak semua gugatan yang diajukan ke KPKNL sebelum pelaksanaan
lelang dapat secara langsung membatalkan pelaksanaan lelang, hanya gugatan yang
diajukan pihak ketiga dan berkaitan dengan barang jaminan saja yang dapat
menunda pelaksanaan lelang. Lelang yang akan dilaksanakan hanya dapat
dibatalkan dengan permintaan Penjual atau berdasarkan penetapan atau putusan
dari lembaga peradilan yang disampaikan secara tertulis dan harus sudah
diterima oleh Pejabat Lelang paling lambat sebelum lelang dimulai.
Pada
HIR dan Rbg dijelaskan bahwa perlawanan pihak ketiga terhadap sita
conservatoir, sita revindacatoir dan sita eksekusi, hanya dapat diajukan atas
dasar hak milik, jadi hanya dapat diajukan oleh pemilik atau orang yang merasa
bahwa ia adalah pemilik barang yang disita dan diajukan kepada Ketua Pengadilan
Negeri dari Pengadilan Negeri yang secara nyata menyita (Pasal 195 (6) HIR,
Pasal 206 (6) RBg). Pihak ketiga yang dimaksud yang melakukan perlawanan adalah
pihak ketiga yang akan dieksekusi yang mengaku sebagai miliknya (pemegang hak
milik, HGU, HGB, Hak Pakai, termasuk penanggungan hak tanggungan dan hak sewa)
dan penyewa yang obyeknya bukan tanah. Pasal 14 ayat (1) Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang menjelaskan
terkait gugatan pelaksanaan lelang yaitu “Dalam hal terdapat gugatan sebelum
pelaksanaan lelang terhadap objek Hak Tanggungan dari pihak lain selain
debitor/tereksekusi, suami atau istri debitor/tereksekusi yang terkait
kepemilikan, Lelang Eksekusi Pasal 6 UUHT tidak dapat dilaksanakan.”
Hal
yang tidak kalah pentingnya adalah alasan diajukannya gugatan oleh debitor
maupun pihak ketiga. Bagi debitor apakah alasan tersebut berkaitan dengan
adanya unsur perbuatan melawan hukum antara kreditor dan debitor atau alasan
yang sifatnya hanya untuk mengganggu atau menunda dilaksanakannya lelang maupun
eksekusi barang jaminan lelang. Sedangkan pada perlawanan yang diajukan oleh
pihak ketiga, alasan diajukannya perlawanan harus dapat dibuktikan dan cukup
beralasan misalkan pihak ketiga adalah orang yang menyewa rumah yang akan
dieksekusi selama lima tahun namun baru berjalan satu tahun yang digunakan
untuk menjalankan usaha.
Kemudian
yang menjadi permasalahan selanjutnya apabila seorang tereksekusi lelang masih
menempati atau menguasai fisik atas barang lelang yang laku terjual. Secara
aturan, hak orang yang dijual barangnya pindah kepada pembeli segera setelah
perjanjian jual beli ditutup. Untuk menguatkan kedudukan pemenang lelang, Kantor
Lelang memberi surat keterangan kepada pembeli (Pasal 200 ayat 10 HIR, 218 ayat
1 Rbg). Dengan dasar-dasar tersebut, orang yang masih menempati barang jaminan
yang telah laku lelang harus meninggalkan barang jaminan tersebut. Jika debitor
masih bersikeras menguasai barang laku lelang tersebut, maka pemenang lelang
meminta penerbitan grosse lelang untuk pengosongan lelang yang akan disampaikan
ke Pengadilan Negeri untuk bantuan pengosongan. Kemudian Ketua Pengadilan
Negeri setempat membuat surat perintah kepada juru sita supaya dengan bantuan
Pengadilan Negeri, jika perlu dengan bantuan polisi, barang tetap itu
ditinggalkan atau dikosongkan olehnya beserta keluarganya (Pasal 200 ayat 11
HIR, 218 ayat 2 Rbg).
Pelaksanaan
eksekusi riil ini diawali dengan permohonan grosse yang disampaikan kepada
Ketua Pengadilan Negeri setempat oleh pemenang lelang selaku pemilik hak.
Berdasarkan permohonan tersebut Ketua Pengadilan Negeri menindaklanjutinya
dengan melakukan aanmaning. Dalam hal
tereksekusi tersebut tidak mengosongkan barang lelang secara sukarela maka
Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan berupa perintah kepada Juru Sita
untuk mengeksekusi secara paksa dan bila perlu dengan bantuan polisi dengan disaksikan
oleh dua orang saksi. Atas pelaksanaan eksekusi tersebut Juru Sita wajib membuat
berita acara eksekusi yang ditandatangani oleh Juru Sita dan dua orang saksi.
Dari
uraian di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa yang dapat membatalkan pelaksanaan
lelang sebagai berikut:
a. Permintaan
Penjual, paling lambat surat permintaan pembatalan diterima sebelum pelaksanaan
lelang di mulai;
b. Penetapan
atau putusan dari lembaga peradilan;
c. Adanya
gugatan dari pihak ketiga terkait dengan barang jaminan, dengan ketentuan
apabila ia sebagai pemegang hak milik, HGU, HGB, Hak Pakai, termasuk
penanggungan hak tanggungan dan hak sewa;
d. Adanya
gugatan pihak ketiga sebagai penyewa yang obyeknya bukan tanah (dibuktikan
dengan dokumen-dokumen pendukung yang memperkuat gugatan).
Daftar Pustaka
Detami
Pradiksa/Pelaksana di Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Samarinda