Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Pekanbaru > Artikel
Menyelamatkan atau Mengubur Garuda Indonesia
Eva Resia
Rabu, 27 Oktober 2021   |   12792 kali

    Garuda Indonesia kembali lolos dari risiko kepailitan, setelah Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 21 Oktober 2021 menolak gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan PT. My Indo Airlines. Sebelumnya, pada 28 Juli 2021, Garuda Indonesia juga lolos dari risiko kepailitan setelah salah satu lessor-nya, Aercap Ireland Limited mencabut gugatan pailit kepada Garuda di Supreme Court New South Wales. Gugatan-gugatan tersebut dihadapi oleh Garuda Indonesia sebagai akibat permasalahan keuangan yang dialami perusahaan BUMN ini.

Kondisi Keuangan Garuda Indonesia memang dalam kondisi yang tidak baik. Semester I 2021  perusahaan mencatat kerugian bersih senilai US$ 898,65 juta atau dalam rupiah mencapai Rp 12,85 triliun. Catatan kerugian tersebut bahkan naik sejak  triwulan I Tahun 2021 senilai US$ 384,35 juta atau dalam rupiah sebesar Rp 5,57 triliun.  Namun masalah utama gugatan-gugatan terhadap Garuda  adalah disebabkan karena utangnya yang makin membengkak sampai dengan Rp 70 triliun. Sebagian besar utang tersebut merupakan utang yang berasal dari beban sewa pesawat (leasing) yang pada tahun-tahun sebelumnya disajikan secara tidak tepat dalam laporan keuangannya.

Utang sewa pesawat tersebut sebagian besar disebabkan kesalahan manajemen yang dilakukan selama bertahun-tahun. Melansir pernyataan Kementerian BUMN, mis-manajemen yang terjadi antara lain berupa kesepakatan penyewaan pesawat dengan nilai yang berada di atas rata-rata pasar. Selain itu, adanya penggunaan armada yang secara teknis kurang tepat untuk dioperasikan oleh Garuda ditengarai sebagai salah satu sumber inefisiensi yang terjadi. Belakangan diketahui, pengoperasian armada tersebut dengan nilai di atas pasar dilakukan melalui proses yang memiliki unsur korupsi yang dilakukan oleh manajemen sebelumnya.

Permasalahan lain dalam manajeman Garuda adalah permasalahan klasik berupa pengoperasian rute-rute yang tidak menguntungkan, bahkan cenderung memberikan kerugian. Rute-rute tersebut sebagian besar merupakan rute-rute internasional yang sebenarnya merupakan salah satu strategi Garuda untuk memperluas pasar. Pengoperasian rute-rute tersebut juga sebenarnya ditujukan untuk meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia.  Namun dengan persaingan yang tinggi di dunia penerbangan internasional, rute-rute tersebut malah menjadi penyebab kerugian dikarenakan sepi penumpang namun biaya operasional besar.

Penyebaran Covid-19 mulai awal tahun 2020 jelas semakin memburuk keuangan perusahaan. Pendapatan Garuda semakin menurun sebagai akibat sepinya penumpang menyusul adanya pembatasan pergerakan masyarakat baik secara domestik, maupun antar negara. Data jumlah penumpang Garuda pada tahun 2020 terlihat anjlok menjadi 10,8 juta, atau hanya kurang dari sepertiga jumlah penumpang pada tahun 2019. Tingkat keterisian pesawat terpangkas menjadi 45,17 persen pada tahun 2020 dibanding 74,28 persen pada tahun sebelumnya. Turunnya jumlah penumpang tersebut berkorelasi dengan turunnya pendapatan perusahan, yang pada semester I ini tercatat sebesar US$ 696,80 juta atau turun dari US$ 917,28 juta pada periode yang sama tahun lalu. Penurunan terbesar berasal dari penerbangan terjadwal. Pendapatan pada penerbangan terjadwal tercatat sebesar US$ 556,53 juta atau turun 25,82 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai US$750,26 juta. Penurunan juga terjadi pada pendapatan lainnya. Adapun untuk penerbangan tidak berjadwal mengalami kenaikan.

Di sisi lain, beban perusahaan  masih sangat tinggi, walaupun berhasil dipangkas  dengan berbagai upaya restrukturisasi. Beban usaha pada semester I menjadi US$ 1,380 miliar, turun dari periode yang sama pada tahun lalu di posisi US$ 1,643 miliar. Dengan kondisi ini jelas terlihat utang garuda akan semakin bertambah setiap harinya. Mengutip penjelasan Kementerian BUMN, kerugian Garuda akan meningkat 100 juta dollar atau sekitar 1,43 triliun rupiah setiap bulannya. Hal inilah akhirnya memicu opsi untuk membiarkan Garuda pailit, untuk selanjutnya membangun perusahaan baru atau digantikan dengan perusahaan lain dengan kondisi keuangan yang lebih sehat.

Setidaknya ada empat opsi yang mengemuka pada persoalan keuangan Garuda ini. Opsi pertama adalah pemberian pinjaman atau suntikan ekuitas dari pemerintah melalui penanaman modal Negara. Opsi kedua adalah menggunakan hukum perlindungan kebangkrutan untuk merestrukturisasi utang Garuda antara lain melalui pengajuan penundaan kewajiban pembayaran utang. Adapun opsi ketiga melakukan restrukturisasi Garuda Indonesia itu sendiri, dengan mendirikan perusahaan maskapai penerbangan baru yang akan mengambil alih sebagian rute Garuda Indonesia. Opsi terakhir adalah membiarkan Garuda dilikuidasi, dan pemerintah mendorong pihak swasta untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan Garuda.

Keempat opsi itu tentunya memiliki sisi positif dan negatifnya, sebagaimana dicontohkan  pada beberapa kasus penyelamatan industri penerbangan, khususnya yang berstatus flag carrier di beberapa negara. Besarnya jumlah utang yang ada memang menjadi perhatian utama dalam pengambilan keputusan akan masalah ini. Jumlah utang tersebut dipandang sudah sangat tidak layak lagi secara bisnis untuk diselamatkan. Penyelamatan dengan penyertaan modal negara (PMN)  pun di samping akan memberatkan keuangan Negara juga belum tentu dapat menyelesaikan masalah stuktural dan cultural di Garuda yang menjadi penyebab masalah keuangan ini. Selain itu, biaya yang dibutuhkan untuk membangun maskapai baru jauh lebih rendah dari biaya penyelamatan itu sendiri.

Namun untuk membiarkan Garuda terlikuidasi juga bukan hal yang bisa cepat diputuskan. Sejarah panjang Garuda yang dimulai dari masa awal-awal kemerdekaan Indonesia tentu tidak bisa diabaikan. Adalah Soekarno, Presiden  Indonesia pertama yang memilih dan memutuskan penggunaan nama Garuda Indonesia Airways pada maskapai pertama Indonesia yang berasal dari penyerahan maskapai KLM-IIB (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij – Inter- Insulair Bedrijf) sebagai salah satu hasil perjanjian Konferensi Meja Bundar. Dengan demikian, dapat dikatakan Garuda Indonesia merupakan bagian dari sejarah kemerdekaan Indonesia. Dengan fakta tersebut, mungkin akan ada beban tersendiri untuk membiarkan Garuda terlikuidasi. 

Garuda sendiri merupakan maskapai dengan status sebagai pembawa bendera atau flag carrier bagi Indonesia.  Dengan statusnya tersebut, terlebih lagi kedudukannya sebagai BUMN menjadikan kondisi Garuda akan dianggap mencerminkan kondisi Indonesia, khususnya pemerintah Indonesia. Kesalahan yang terjadi pada Garuda akan sangat cepat dikaitkan dengan kesalahan pemerintah dalam mengelola BUMN-nya. Beban berat akan dipikul siapapun yang berkuasa dalam pemerintahan pada saat Garuda terlikuidasi. Tekanan politik yang besar pasti akan muncul dari lawan-lawan politik pihak pemerintah, terlebih lagi misalnya transisi dari hilangnya Garuda ke opsi yang dipilih ternyata gagal dan menyebabkan permasalahan semakin berat di penerbangan Indonesia.

Di sisi lain, brand Garuda yang cukup prestige di mata konsumen penerbangan, baik di tingkat domestik maupun internasional, merupakan aset bangsa yang cukup baik. Berbagai penghargaan yang diterima Garuda, seperti peringkat 5-star on time performance rating, The Best Airlines in Indonesia dan Traveler’s Choice Major Airline Asia cukup membuktikan kemampuan perusahaan ini untuk bersaing. Tidak mudah untuk mendapatkan pengakuan, atau kepercayaan dan loyalitas konsumen penerbangan. Dibutuhkan banyak waktu, dana, dan komitmen yang besar untuk membentuk dan menguatkan budaya kerja dan budaya pelayanan bagi seluruh karyawan.

Prospek industri penerbangan ke depan bagi Garuda tentu juga perlu diperhatikan. Kondisi pandemi pada dasarnya belum diketahui kapan akan berakhir, namun demikian mulai dibukanya beberapa kegiatan dengan penyesuaian tatanan hidup baru paling tidak memberikan sedikit harapan. Pariwisata yang mulai bergeliat, dan dibukannya kembali ibadah haji dan umroh oleh pemerintah Arab Saudi dapat menjadi faktor positif bagi upaya penyelamatan Garuda. Namun demikian faktor potensi saja belum cukup untuk memberikan keyakinan dalam keputusan penyelamatan. Faktor tersebut harus diiringi upaya-upaya manajemen untuk merestrukturisasi bisnisnya agar menjadi sehat.

Negosiasi ulang dengan para lessor harus dilakukan, terlebih bagi lessor yang memiliki hubungan dengan kasus-kasus korupsi. Bagi yang tidak, negosiasi ulang perlu dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi akibat pandemi covid-19 yang berdampak bagi dunia penerbangan di seluruh dunia. Garuda juga perlu mengurangi jenis armada agar bisa menjadi lebih efisien untuk pelatihan awak dan perawatan pesawat. Hal yang paling penting tentunya melakukan penataan kembali rute-rute yang dioperasionalkan. Garuda dapat lebih berkonsentrasi pada rute-rute domestik yang terbukti memberikan keuntungan baginya. Adapun untuk rute-rute internasional perlu dipilih yang benar-benar akan memberikan keuntungan, atau setidaknya hanya mengoperasikan rute-rute dari beberapa penghubung maskapai penerbangan internasional menuju Indonesia.

Keputusan untuk menyelamatkan atau melikuidasi Garuda pada akhirnya harus diambil oleh pemerintah dengan pertimbangan yang komprehensif. Namun jika boleh berharap, maka pertimbangan terbesar yang perlu dilihat adalah kelayakan dari bisnis Garuda itu sendiri dan prospek ekonominya ke depan. Sedapat mungkin pertimbangan politik tidak terlalu bahkan tidak sama sekali mempengaruhi keputusan yang diambil. Yang perlu diingat adalah Garuda Indonesia merupakan aset bangsa, dan jika dilakukan penyelamatan oleh pemerintah, uang yang digunakan adalah uang rakyat Indonesia.

Terakhir, pemerintah khususnya Kementerian BUMN perlu mengambil hikmah dari permasalahan ini. Peran Kementerian BUMN dan Komisaris yang ditunjuk sebagai wakil pemerintah dalam pengawasan keuangan BUMN,  perlu semakin ketat dilaksanakan. Early Warning System bagi keuangan BUMN harus semakin diperkuat sehingga permasalahan dapat langsung diketahui dan ditangani sebelum membesar. Di sisi lain, kasus-kasus ‘mempercantik’  Laporan Keuangan dengan menyamarkan kondisi aslinya serta tidak tunduk sepenuhnya dari ketentuan standar akutansi yang ada, perlu dipastikan tidak terjadi lagi.

 

***

 

Ditulis oleh : Rachmat Kurniawan, Kepala KPKNL Pekanbaru

 

Daftar Pustaka

https://money.kompas.com/read/2021/06/10/092628126/penyakit-lama-garuda-terbangi-rute-internasional-yang-sepi-penumpang?page=all

https://bisnis.tempo.co/read/1500773/semester-i-2021-rugi-garuda-indonesia-membengkak-jadi-rp-1285-triliun/full&view=ok

https://money.kompas.com/read/2021/06/10/092628126/penyakit-lama-garuda-terbangi-rute-internasional-yang-sepi-penumpang?page=all

https://money.kompas.com/read/2021/05/31/173310926/kementerian-bumn-kaji-4-opsi-penyelamatan-garuda-indonesia?page=all

https://www.idxchannel.com/economics/garuda-indonesia-giia-berpotensi-pailit-ini-faktanya

https://www.cnbcindonesia.com/market/20210802090414-17-265299/deal-garuda-lolos-dari-gugatan-pailit-9-pesawat-direlokasi

https://www.garuda-indonesia.com/id/id/investor-relations/company-data/historical-operating-data/index

https://www.garuda-indonesia.com/id/id/investor-relations/financial-report-and-presentations/financial-report/index

https://www.garuda-indonesia.com/content/dam/garuda/files/pdf/investor-relations/financial-report/Consolidated persen20Financial persen20Statement persen20as persen20of persen20June persen2030 persen2c persen202021.pdf

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | FAQ | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini