Mendengar istilah bongkaran bangunan, angan kita
langsung terbayang pada tumpukan material bekas yang berserakan. Biasanya
berdebu dan tak sedap dipandang mata. Jiwa bersih-bersih kita pun lantas
bergejolak ingin merapikan.
Meski dalam kondisi berantakan seperti itu,
bongkaran tidak bisa dipandang sebelah mata. Kenyataan di lapangan, bongkaran
suatu bangunan masih memiliki nilai ekonomis yang cukup menjanjikan. Terbukti
di banyak kota di pulau Jawa kerap dijumpai orang atau perusahaan yang berkecimpung
di bisnis material bekas bangunan. Baik yang langsung diperjualbelikan atau
diolah kembali menjadi beragam produk.
Sebelum jauh melangkah, dalam pengelolaan Barang
Milik Negara (BMN) terdapat salah satu tahap/siklus reguler yang berada di
ujung pengelolaan, yakni penghapusan BMN. Tak hanya berupa peralatan dan mesin,
ada juga penghapusan bangunan milik negara. Terhadap penghapusan bangunan
tersebut berlaku ketentuan untuk dilakukan pembokaran.
Ada beberapa pertimbangan mengapa bangunan milik
negara dibongkar. Pertama, secara fisik dalam kondisi rusak berat sehingga
sudah tidak bisa digunakan. Kedua, secara ekonomis lebih menguntunglan jika
dibongkar daripada diperbaiki. Ketiga, secara yuridis telah sesuai dengan
peraturan perundangan; dan keempat, untuk kepentingan umum atau negara yang
lebih penting.
Lalu bagaimanakah perlakuan terhadap bongkaran
bangunan milik negara tersebut? Seperti kita tahu bangunan milik negara
merupakan bangunan yang diperoleh dari beban APBN atau perolehan lain yang
sah. Pasal 1 UU Keuangan Negara No.17/2003 menyatakan bahwa keuangan negara
adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik
negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Artinya, setiap
sen uang negara harus dipertangungjawabkan secara baik. Demikian pun dengan
bongkaran bangunan yang masih memiliki nilai ekonomis. Oleh karena itu, pada
prinsipnya bongkaran yang memiliki nilai ekonomis harus dilelang dan hasilnya
disetorkan ke kas negara.
Berdasarkan data hasil lelang bongkaran bangunan
milik negara di KPKNL Pekanbaru tahun 2020, terdapat fakta bahwa ada kenaikan
yang cukup signifikan antara harga limit dengan harga lelang yang terbentuk.
Hal itu turut membuktikan adanya apresiasi yang cukup baik dari para peserta
lelang terhadap nilai bongkaran bangunan milik negara. Bangunan negara biasanya
dirancang dan dibangun dengan material kelas satu. Wajar saja jika dibongkar,
material yang tersisa cukup berkualitas.
Lalu bisakah bongkaran bangunan milik negara
menjadi bisnis yang menguntungkan? Sebuah sumber daring
menyebutkan, ciri-ciri bisnis yang menguntungkan antara lain (1) menjual barang
yang dibutuhkan banyak orang, (2) menjalankan usaha berjangka panjang, (3)
mempunyai potensi berkembang, dan (4) ketersediaan barang yang seimbang dengan
permintaan.
Bisnis bongkaran bangunan milik negara
sepertinya memenuhi syarat dikategorikan sebagai bisnis yang menguntungkan,
yakni, (1) material bangunan merupakan barang yang dibutuhkan banyak orang, (2)
bisa menjadi usaha jangka panjang mengingat bangunan (papan) termasuk kebutuhan
pokok manusia selain sandang (pakaian) dan pangan (makanan), (3). mempunyai
potensi berkembang jika nanti termasuk bangunan spesifik atau bernilai seni
tinggi, dan (4) ketersediaan barang memadai mengingat banyaknya jumlah bangunan
milik negara dan terdapat siklus pengelolaan BMN yang kontinyu dari perencanaan
hingga penghapusan.
Pembaca yang budiman berminat mencoba bisnis
bongkaran bangunan milik negara? Untuk mendapatkan bongkaran bangunan milik
negara, sila kunjungi, pelajari, dan ikuti lelangnya melalui lelang.go.id.
Untuk kelayakan bisnis lebih mendalam sila menambah referensi dari berbagai
sumber. (awd)