Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Pekanbaru > Artikel
Bongkaran Bangunan Milik Negara, Bisakah Menjadi Bisnis Yang Menguntungkan?
Agus Widayat
Selasa, 27 Juli 2021   |   2697 kali

Mendengar istilah bongkaran bangunan, angan kita langsung terbayang pada tumpukan material bekas yang berserakan. Biasanya berdebu dan tak sedap dipandang mata. Jiwa bersih-bersih kita pun lantas bergejolak ingin merapikan.

Meski dalam kondisi berantakan seperti itu, bongkaran tidak bisa dipandang sebelah mata. Kenyataan di lapangan, bongkaran suatu bangunan masih memiliki nilai ekonomis yang cukup menjanjikan. Terbukti di banyak kota di pulau Jawa kerap dijumpai orang atau perusahaan yang berkecimpung di bisnis material bekas bangunan. Baik yang langsung diperjualbelikan atau diolah kembali menjadi beragam produk.

Sebelum jauh melangkah, dalam pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) terdapat salah satu tahap/siklus reguler yang berada di ujung pengelolaan, yakni penghapusan BMN. Tak hanya berupa peralatan dan mesin, ada juga penghapusan bangunan milik negara. Terhadap penghapusan bangunan tersebut berlaku ketentuan untuk dilakukan pembokaran.

Ada beberapa pertimbangan mengapa bangunan milik negara dibongkar. Pertama, secara fisik dalam kondisi rusak berat sehingga sudah tidak bisa digunakan. Kedua, secara ekonomis lebih menguntunglan jika dibongkar daripada diperbaiki. Ketiga, secara yuridis telah sesuai dengan peraturan perundangan; dan keempat, untuk kepentingan umum atau negara yang lebih penting.

Lalu bagaimanakah perlakuan terhadap bongkaran bangunan milik negara tersebut? Seperti kita tahu bangunan milik negara merupakan bangunan yang diperoleh dari beban APBN atau perolehan lain yang sah. Pasal 1 UU Keuangan Negara No.17/2003 menyatakan bahwa keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Artinya, setiap sen uang negara harus dipertangungjawabkan secara baik. Demikian pun dengan bongkaran bangunan yang masih memiliki nilai ekonomis. Oleh karena itu, pada prinsipnya bongkaran yang memiliki nilai ekonomis harus dilelang dan hasilnya disetorkan ke kas negara.

Berdasarkan data hasil lelang bongkaran bangunan milik negara di KPKNL Pekanbaru tahun 2020, terdapat fakta bahwa ada kenaikan yang cukup signifikan antara harga limit dengan harga lelang yang terbentuk. Hal itu turut membuktikan adanya apresiasi yang cukup baik dari para peserta lelang terhadap nilai bongkaran bangunan milik negara. Bangunan negara biasanya dirancang dan dibangun dengan material kelas satu. Wajar saja jika dibongkar, material yang tersisa cukup berkualitas. 

Lalu bisakah bongkaran bangunan milik negara menjadi bisnis yang menguntungkan? Sebuah sumber daring menyebutkan, ciri-ciri bisnis yang menguntungkan antara lain (1) menjual barang yang dibutuhkan banyak orang, (2) menjalankan usaha berjangka panjang, (3) mempunyai potensi berkembang, dan (4) ketersediaan barang yang seimbang dengan permintaan.

Bisnis bongkaran bangunan milik negara sepertinya memenuhi syarat dikategorikan sebagai bisnis yang menguntungkan, yakni, (1) material bangunan merupakan barang yang dibutuhkan banyak orang, (2) bisa menjadi usaha jangka panjang mengingat bangunan (papan) termasuk kebutuhan pokok manusia selain sandang (pakaian) dan pangan (makanan), (3). mempunyai potensi berkembang jika nanti termasuk bangunan spesifik atau bernilai seni tinggi, dan (4) ketersediaan barang memadai mengingat banyaknya jumlah bangunan milik negara dan terdapat siklus pengelolaan BMN yang kontinyu dari perencanaan hingga penghapusan.

Pembaca yang budiman berminat mencoba bisnis bongkaran bangunan milik negara? Untuk mendapatkan bongkaran bangunan milik negara, sila kunjungi, pelajari, dan ikuti lelangnya melalui lelang.go.id. Untuk kelayakan bisnis lebih mendalam sila menambah referensi dari berbagai sumber. (awd)

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini