Rofiq Khamdani
Yusuf, Iqbal Yasir Siregar, Wira Okta Levi, Wahyu Lestari, dan Gloria Kartika
Simbolon
(KPKNL Pekanbaru)
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisis dampak pendemi Covid-19
terhadap nilai sewa kantin di Kota Pekanbaru. Data diperoleh melalui wawancara
dan observasi lapangan. Penghasilan para pelaku usaha kantin di wilayah
perkantoran pemerintahan mengalami penurunan yang signifikan sebesar 58%
dibandingkan dengan penghasilan sebelum adanya pandemi. Perubahan pendapatan
ini menjadi alasan untuk meminta adanya relaksasi terhadap sewa kantin. Hasil
perhitungan menunjukkan rata-rata willingness to pay adalah sebesar Rp863.137,50 sedangkan rata-rata ability to pay
sebesar Rp1.513.200,00 dan
rata-rata sewa sebelum pandemi adalah sebesar Rp1.467.428,03. Hasil pengujian
hipotesis untuk willingness to pay
menunjukkan bahwa ability to pay
berpengaruh positif dan signifikan terhadap willingness
to pay.
Kata
kunci: Pendapatan, Sewa, Willingness to Pay (WTP ), Ability to
Pay (ATP)
1.
PENDAHULUAN
Pandemi Corona atau dikenal dengan Covid-19 yang menerpa Indonesia sejak kasus pertama kali diumumkan
oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 Maret 2020, memerlukan adanya adaptasi
dengan tatanan kehidupan baru di masyarakat. Dampak dari adanya Covid-19 tidak hanya berpengaruh pada
kesehatan, namun juga berdampak pada kehidupan sosial dan perekonomian
masyarakat. Beberapa kebijakan dan aturan baru dibuat untuk mencegah penyebaran
virus corona, diantaranya dengan menerapkan 3 (tiga) M yaitu menjaga jarak,
mencuci tangan dengan sabun, dan menghindari kerumunan. Bahkan dalam
pelaksanaan aktivitas pendidikan, jika sebelumnya dilakukan dengan kegiatan
belajar mengajar tatap muka, diubah untuk sementara waktu secara daring. Demikian juga dalam aktivitas
perkantoran, jika sebelumnya dilaksanakan dengan work from office,
akibat adanya pandemi disesuaikan menjadi work from home (wfh).
Dampak Covid-19
sangat berpengaruh pada ekonomi global, termasuk juga Indonesia yang merasakan penurunan pertumbuhan ekonomi sampai dengan triwulan III tahun 2020. Laporan Badan Pusat
Statistik, sampai dengan Triwulan III Tahun 2020 Indonesia mengalami kontraksi
pertumbuhan sebesar 3,49% (y-on-y), meskipun dibandingkan dengan
triwulan II telah mengalami peningkatan sebesar 5,05% (q-to-q). (BPS-2020). Mengutip pernyataan Ibu Menteri Keuangan,
pandemi Covid-19 berdampak pada
perekonomian Indonesia terutama pada penurunan daya beli masyarakat dan
penurunan hasil ekspor Indonesia. Seluruh sendi kehidupan masyarakat
mendapatkan tekanan ekonomi. (Kontan,2020)
Dampak pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak di level
nasional namun juga berdampak di daerah. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau pada
triwulan III Tahun 2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,67% (y-on-y),
namun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan
sebesar 5,78% (q-to-q).
Besaran kontraksi pertumbuhan di Riau relatif lebih rendah dibandingkan dengan
kontraksi pertumbuhan ekonomi nasional. Meskipun Provinsi Riau berkontribusi
sebesar 4,70% terhadap perekonomian nasional dan terbesar kedua provinsi di
luar Jawa dengan PDRB sebesar Rp187,48 triliun, namun dampak pandemi terhadap
perekonomian sangat nyata terlihat dari adanya kontraksi dalam pertumbuhannya.
Tingkat inflasi (umum) nasional pada bulan November 2020
sebesar 0,28 persen atau lebih tinggi dibandingkan bulan Oktober 2020 sebesar
0,07 persen. Untuk Provinsi Riau, tingkat inflasi bulan November 2020 sebesar
0,33 persen atau lebih kecil dibandingkan dengan bulan Oktober sebesar 0,56
persen, sedangkan tingkat inflasi di Kota Pekanbaru pada bulan November 2020
sebesar 0,31 persen atau lebih kecil dibandingkan dengan bulan Oktober sebesar
0,59 persen. (BPS, 2020). Rendahnya tingkat inflasi merupakan indikator adanya
pertumbuhan ekonomi yang rendah.
Adanya kebiasaan baru masyarakat dengan mengurangi
aktivitas di luar ruangan menjadi pemicu terpuruknya sektor usaha mikro kecil
dan menengah (UMKM). Tatanan kehidupan baru berupa penerapan wfh, sekolah
daring, pembatasan sosial berskala besar maupun pembatasan sosial berskala
regional atau mikro sangat berdampak pada UMKM. Rendahnya daya beli dan
konsumsi masyarakat sebagai akibat dari adanya pandemi akan mengganggu proses
produksi dan perdagangan. Sektor UMKM yang tidak mengalami dampak yang
signifikan pada saat terjadi krisis moneter tahun 1997, saat ini malah menjadi
salah satu pelaku ekonomi yang sangat terdampak.
Sebagaimana tersebut dalam Undang-undang Nomor
20 Tahun 2008, kriteria UMKM adalah memiliki kekayaan bersih maksimal Rp10
miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki hasil
penjualan tahunan maksimal Rp50 miliar. Sampai dengan bulan Juni 2020 terdapat
2.322 koperasi dan 185.184 pelaku usaha UMKM terdampak pandemik Covid-19, utamanya yang bergerak di
bidang kebutuhan sehari-hari, makanan, dan minuman. Jumlah UMKM di Indonesia
menopang sebesar 97% dari total keseluruhan usaha dan menyediakan lapangan
kerja sebesar 50% dari total jumlah tenaga kerja. Sedangkan jumlah UMKM di Kota
Pekanbaru, sampai dengan bulan November 2020 terdapat 15.126 pelaku usaha mikro
kecil dan menengah.
Salah satu UMKM yang terdampak di
lingkungan perkantoran maupun sekolah adalah kantin atau warung makan baik yang
dikelola oleh koperasi maupun yang dikelola oleh perorangan. Selain perubahan
perilaku masyarakat yang cenderung menahan untuk keluar rumah, kebijakan wfh
dan juga PSBB menjadi penyebab utama penurunan pendapatan para pelaku usaha
kantin. Akibat menurunnya pendapatan kotor menjadi salah satu alasan untuk
pelaku usaha kantin meminta pengurangan harga sewa, bahkan dalam hal pendapatan
kotor tidak dapat menutup biaya operasional, pihak pelaku usaha kantin lebih
memilih untuk menghentikan operasional kantinnya. Akibatnya banyak tempat atau
lokasi yang sebelumnya digunakan untuk usaha kantin menjadi kosong, sehingga
akan berdampak pada nilai sewa tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk
usaha. Salah satu faktor yang dampaknya sangat luas dan mempengaruhi nilai
properti adalah faktor permintaan dan penawaran. Jika penawaran tetap,
sedangkan permintaan semakin menurun maka nilai properti akan turun. Nilai
Properti selain dipengaruhi oleh karakteristik fisik properti dimaksud juga
akan dipengaruhi oleh faktor eksternal.
Harga sewa atas kantin atau warung makan
bagi para pelaku usaha seharusnya masih mempertimbangkan tingkat kemampuan
bayar (Ability to Pay/ATP) dan tingkat kemauan bayar (Willingness to
Pay/WTP). Kemampuan bayar sewa merupakan besaran harga sewa yang dapat
dibayarkan oleh calon penyewa/penyewa dengan mempertimbangkan pendapatan dan
fasilitas yang didapatkan, sedangkan kemauan bayar sewa merupakan harga sewa
yang bersedia dibayarkan oleh calon penyewa/penyewa untuk menempati tempat
usaha dan memperoleh manfaat serta menikmati fasilitas-fasilitas yang
disediakan.
Penelitian akan nilai sewa kantin menarik
dilakukan mengingat sebagian besar pemanfaatan BMN di Kota Pekanbaru adalah
kantin, dan saat ini sangat terdampak oleh pandemi Covid-19. Selain itu, keberadaan kantin baik di lingkungan kerja
maupun sekolah secara langsung memberikan manfaat bagi pegawai/murid, dan
secara tidak langsung berpengaruh kepada kinerja pegawai.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
Sesuai dengan Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kantin merupakan ruang tempat menjual minuman dan makanan (di
sekolah, di kantor, di asrama dan sebagainya). Warung makan atau kantin
merupakan tempat makan yang sederhana. Sedangkan menurut Wojowasito dan Poerwodarminto
(Marsyangm, 1999:71), kantin merupakan restoran yang berhubungan dengan kantor,
pabrik dan sekolah, tempat dimana para pekerja atau pelajar biasa mendapatkan
makan siang atau coffee break, yaitu acara minum kopi disertai makanan
kecil atau selingan jam kerja, jam belajar atau dalam acara rapat-rapat atau
seminar.
Menurut Supardi, Rudianto, Mukminin (Mitra
Wacana Media, 2010:10-11), faktor-faktor yang mempengaruhi nilai suatu properti
dibedakan dalam empat faktor yaitu, faktor permintaan dan penawaran, faktor
fisik properti, faktor perletakan dan lokasi properti, dan faktor kenegaraan.
Faktor permintaan dan penawaran dianggap sebagai faktor yang sangat luas dan
menyeluruh dampaknya, sedangkan faktor fisik properti terkait dengan jenis,
kegunaan, ukuran, bentuk, desain dan kontruksi bangunan. Faktor lokasi dianggap
sebagai faktor terkuat dalam menentukan nilai properti, sedangkan faktor
kenegaraan terkait dengan faktor ekonomi, sosial dan politik negara.
Menurut Putri, Iqbal,
Juliantina (Cantilever, 2018:2), zona keleluasaan dalam menentukan harga
terhadap ATP dan WTP adalah:
a. Harga sewa lebih kecil dari nilai ATP dan WTP
Harga sewa lebih kecil dari nilai daya beli pelaku usaha
kantin. Para pelaku usaha akan memilih untuk tetap menjalankan usahanya.
b. Harga sewa sama dengan nilai ATP dan WTP
Harga sewa berlaku hampir sama dengan daya beli pelaku usaha
kantin, sehingga tidak semua pelaku usaha dapat menyewa lokasi tersebut,
sehingga para pelaku usaha yang tidak mampu akan mempertimbangkan untuk mencari
alternatif lokasi lainnya.
c. Harga sewa lebih besar dari nilai ATP dan WTP
Harga sewa yang berlaku melebihi daya beli pelaku usaha kantin, sehingga para pelaku usaha akan mencari lokasi lain untuk keberlangsungan usahanya.
Dalam penentuan harga sewa kantin sering
terjadi ketidaksesuaian antara ATP dengan WTP, sehingga akan muncul beberapa
kondisi sebagai berikut:
a. ATP>WTP
Kondisi
ini menunjukkan kemampuan membayar lebih besar dari keinginan membayar. Hal ini
terjadi bila pelaku usaha mempunyai pendapatan relatif tinggi, sehingga pelaku
usaha bebas memilih lokasi usaha.
b. ATP=WTP
Kondisi
ini menunjukkan kemampuan membayar sama dengan keinginan membayar. Pada kondisi
ini telah terjadi keseimbangan antara kemampuan dan keinginan dari pelaku
usaha.
c. ATP
Kondisi ini
menunjukkan kemampuan membayar lebih kecil dari keinginan membayar. Pada
kondisi ini para pelaku usaha akan mencari lokasi usaha yang sesuai dengan ATP.
3.
METODE PENELITIAN
Obyek yang dijadikan
sampel penelitian adalah kantin yang berada di instansi pemerintah maupun
sekolah yang berada di Kota Pekanbaru dan telah melaksanakan survei atas 30
(tiga puluh) kantin. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan
membayar Putri, Iqbal, Juliantina menggunakan metoda sebagai berikut:
a. Penentuan kemampuan bayar dengan analisis ability to pay
Untuk mengetahui kemampuan para pelaku usaha kantin dalam membayar sewa, ditetapkan nilai ATP maksimal 30% dari pendapatan.
b. Penentuan harga sewa dengan analisis willingness to pay
Untuk mengetahui besarnya kemauan bayar pelaku usaha dengan menggunakan Contingent Valuation Method (CVM) yaitu melakukan perhitungan secara langsung dengan langsung menanyakan kesediaan untuk membayar kepada pelaku usaha.
c. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan membayar
Variabel yang digunakan adalah luas tanah, luas bangunan,
pendapatan, dan fasilitas (listrik dan air). Luas tanah merupakan luasan tanah
yang disewa dan digunakan untuk usaha kantin. Luas bangunan merupakan luasan
bangunan yang disewa dan digunakan untuk kantin. Pendapatan merupakan kemampuan
untuk membayar sewa (ATP), dan fasilitas merupakan fasilitas air dan listrik
yang dinyatakan dalam variabel dummy, yaitu nilai 0 untuk yang terdapat
fasilitas dan nilai 1 untuk yang tidak ada fasilitas.
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Responden merupakan pelaku usaha kantin
yang ada di Kota Pekanbaru dan melakukan usaha di lingkungan perkantoran dan
sekolah. Sebanyak 12 (dua belas) responden atau 40% berada di lingkungan
perkantoran Pemerintah Daerah, 12 (dua belas) responden atau 40% berada di
lingkungan perkantoran Pemerintah Pusat, dan 6 (enam) responden atau 20% berada
di lingkungan Pemerintah Daerah dan Pusat.
Rata-rata besaran pendapatan para
responden per bulan sebelum pandemi Covid-19
adalah sebesar Rp11.950.000,00, sedangkan rata-rata pendapatan responden pada
masa pandemi adalah sebesar Rp5.044.000,00 atau mengalami penurunan sebesar 58%
atau sebesar Rp6.906.000,00 per bulan.
Rata-rata para responden telah membuka usaha kantin selama 4,4 tahun dengan
rata-rata biaya sewa per bulan sebelum pandemi Covid-19 adalah sebesar Rp1.467.428,03. Tidak terdapat perbedaan
biaya sewa sebelum pandemi Covid-19
dan saat pandemi Covid-19.
Rata-rata WTP para responden adalah
sebesar Rp863.137,50. Dengan mengasumsikan bahwa WTP sebelum pandemi adalah
harga sewa yang telah dibayarkan, maka WTP mengalami penurunan sebesar 41,18%.
A. Analisis Ability to Pay
Untuk melakukan analisa kemampuan membayar para responden dalam hal ini adalah para pelaku usaha kantin dengan melalukan analisis ability to pay. Kemampuan bayar sewa untuk kantin maksimal 30% dari penghasilan termasuk didalamnya pembayaran untuk fasilitas. Berdasarkan hasil survei, rata-rata ATP yang mampu dibayarkan oleh para responden adalah Rp1.513.200,00 per bulan.
B. Analisis Willingness to Pay
Untuk melakukan analisa kemauan bayar
responden maka dilakukan dengan melakukan perhitungan hasil wawancara langsung
kesediaan membayar sewa kantin. Berdasarkan hasil survei, rata-rata harga sewa
yang bersedia untuk dibayarkan oleh para responden saat pandemi Covid-19 adalah sebesar Rp863.137,50 per
bulan.
C. Hubungan Variabel yang Mempengaruhi WTP
Terdapat beberapa
variabel yang dianggap mempengaruhi WTP, diantaranya adalah luas tanah, luas
bangunan, pendapatan, dan fasilitas (listrik dan air). Berdasarkan hasil
analisis diperoleh hasil:
Dependent
Variable: WTP |
|
|
||
Method: Least Squares |
|
|
||
Sample: 1 30 |
|
|
|
|
Included observations: 30 |
|
|
||
Variable |
Coefficient |
Std. Error |
t-Statistic |
Prob. |
C |
-420447.0 |
370244.8 |
-1.135592 |
0.2669 |
LUASTANAH |
-628.4378 |
9647.771 |
-0.065138 |
0.9486 |
LUASBANGUNAN |
8583.461 |
9076.709 |
0.945658 |
0.3534 |
ATP |
0.379905 |
0.161050 |
2.358926 |
0.0265 |
FASILITAS |
344339.3 |
274211.7 |
1.255743 |
0.2208 |
|
|
|
|
|
R-squared |
0.353666 |
Mean dependent var |
704137.3 |
|
Adjusted R-squared |
0.250252 |
S.D. dependent var |
776993.8 |
|
S.E. of regression |
672783.2 |
Akaike info criterion |
29.82725 |
|
Sum squared
resid |
1.13E+13 |
Schwarz criterion |
30.06078 |
|
Log likelihood |
-442.4087 |
Hannan-Quinn criter. |
29.90195 |
|
F-statistic |
3.419920 |
Durbin-Watson stat |
2.656367 |
|
Prob(F-statistic) |
0.023162 |
|
|
|
Dari data
di atas diketahui bahwa WTP dipengaruhi
secara bersama-sama variabel luas tanah, luas bangunan, pendapatan dan
fasilitas. Hal ini ditunjukkan oleh nilai F hitung 3,41 > F Tabel 2,53. Dari
hasil regresi diketahui R² sebesar 35,36% mengandung arti bahwa
35,36% variabel WTP dapat dijelaskan oleh variabel luas tanah, luas bangunan,
ATP (ability to pay) dan fasilitas, sedangkan 64,64% dijelaskan oleh
variabel lain.
Dari 4 (empat) variabel bebas, nilai prob. t statistik
variabel ATP sebesar 0.0265 < α (0,05),
sehingga secara parsial variable ATP secara signifikan mempengaruhi WTP, dan
variabel ATP berpengaruh positif terhadap WTP sebesar 0,227943 sehingga jika
terjadi kenaikan ATP sebesar Rp1,- maka akan terjadi kenaikan WTP sebesar 0,23
begitu juga sebaliknya, jika terjadi penurunan ATP sebesar Rp1,- maka akan
terjadi penurunan WTP sebesar 0,23. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang
erat antara ATP dan WTP.
Sedangkan untuk
variabel luas tanah, luas bangunan dan fasilitas, secara parsial tidak
berpengaruh singnifikan terhadap WTP karena nilai prob. t statistik > α
(0,05), yaitu untuk luas tanah sebesar 0.9486, luas bangunan 0,3534, dan
fasilitas sebesar 0,2208. Dari keempat variabel bebas, luas tanah memiliki
hubungan negatif dengan WTP, artinya ketika terjadi pertambahan luas tanah yang
disewakan maka akan mengurangi WTP.
D. Hubungan Willingness To Pay dan Ability
To Pay
Penurunan pendapatan para responden sebagai
pelaku usaha kantin menunjukkan adanya pengaruh pandemi Covid-19 terhadap usaha responden. Tingginya penurunan pendapatan
lebih dari 50% menjadi salah satu alasan para responden untuk meminta kepada
pemilik properti untuk menurunkan harga sewa.
Dari hasil survei diketahui bahwa
rata-rata nilai ATP sebesar Rp1.513.200,00 lebih besar dibandingkan nilai WTP
yaitu sebesar Rp863.137,50 maupun nilai sewa sebelum pandemi sebesar
Rp1.467.428,03. Hal ini menunjukkan bahwa para pelaku usaha kantin masih
memiliki kemampuan untuk tetap melanjutkan sewa dan menjalankan usahanya,
meskipun secara persentase, besaran penurunan pendapatan sebesar 58% lebih
besar dibandingkan dengan persentase WTP dibandingkan dengan nilai sewa sebelum
pandemi sebesar 41,18%.
Jarak antara ATP maksimal dengan biaya
sewa sebelum atau saat pandemi Covid-19
sangat tipis atau ATP hanya lebih tinggi Rp45.771,97 dari biaya sewa. Hal ini
akan mengakibatkan beberapa pelaku usaha mulai berpikir mencari solusi usaha
lain atau mencari lokasi lain. Untuk itu, perlu adanya sebuah kebijakan untuk
dapat mengatasi hal ini. Kebijakan dapat berupa meningkatkan ATP atau
menurunkan biaya sewa.
5.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
analisis dampak pandemi Covid-19
terhadap sewa kantin di Kota Pekanbaru dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pandemi Covid-19
memiliki dampak pada pendapatan pelaku usaha kantin di sekitar kantor
pemerintahan yang menurun sebesar 58%. Penurunan pendapatan ini menjadi alasan
para pelaku usaha untuk meminta adanya relaksasi sewa dengan penurunan harga
sewa.
2. Rata-rata nilai ability to pay para pelaku usaha
kantin sebesar Rp1.513.200,00 lebih besar dibandingkan willingness to pay
sebesar Rp863.137,50 atau sedikit lebih tinggi dari nilai sewa sebelum dan saat
pandemi sebesar Rp1.467.428,03. Hal ini mengindikasikan bahwa para pelaku usaha
kantin akan tetap melanjutkan usahanya dan melanjutkan sewa, meskipun beberapa
pelaku usaha sudah mulai mencari solusi usaha lain atau lokasi usaha lain.
3. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi willingness
to pay, diketahui bahwa faktor ability to pay merupakan faktor yang
secara signifikan mempengaruhi WTP dimasa pandemi Covid-19, semakin bertambah ATP akan meningkatkan WTP, demikian
juga ketika ATP menurun maka WTP juga menurun.
Badan
Pusat Statistik (2020). Badan Pusat Statistik. Diambil kembali dari
www.bps.go.id/subject/3/inflasi.html
Kementerian
Keuangan (2020). Kementerian Keuangan. Diambil kembali dari www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/menkeu-triwulan -iii-2020
Untung Supardi
ADV.DEM, Msi, Heri Basuki Rudianto, S.H., M.T., Mohammad Luthfi Amirul Mukminin (2010). Mitra Wacana Media. Penilaian dan Properti
KKBI
(2020). Diambil dari https://kbbi.web.id/kantin
Andi Amri (2020). Jurnal Brand. Dampak Covid-19 Terhadap UMKM di Indonesia
Imam Basuki dan Steven Chuadinata (2019). Jurnal Ekonomi dan
Keuangan. Diambil dari
https://www.neliti.com/id/publications/14784/analisis-ability-to-pay-dan-willingness-to-pay-pengguna-jasa-kereta-api-bandara.
Analisis Ability to Pay dan Willingness to Pay Pengguna Jasa Kereta Api Bandara
Kualanamu
Faradiyah Hildy Putri, Maulid M. Iqbal, Ika Juliantina
(2018). Cantilever_Jurnal Penelitian dan Kajian Teknil Sipil. Analisis Faktor
yang Mempengaruhi Kemauan Bayar Penghuni Rusunawa
Muhammad Hafiz Ramadhan (2011). Jurnal Ekonomi dan Kebijakan.
Diambil dari https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jejak/article/view/4634.
Analisis Tingkat Kapitalisasi Properti Perkantoran Sewa di Kawasan Central
Business Development
Drs.
S. Wojowasito dan W.J.S. Poerwardaminta (1999). Marsyangm. Diambil dari http://pariwisatadanteknologi.blogspot.com/2010/06/pengertian-dan-klasifikasi-rumah-makan.html
Kontan
(2020). Kontan.co.id. Diambil dari www.nasional.kontan.co.id/news/-ini-penyebab-tingkat-konsumsi-rumah-tanggal-melemah-di-kuartal-kedua-2020
http://www.depkop.go.id/read/sektor-umkm-jadi-kunci-pemulihan-ekonomi-di-tengah-pandemi
Pemerintah
Kota Pekanbaru (2020). Pemko Pekanbaru. Diambil kembali dari
https://pekanbaru.go.id/p/news/diskop-data-15-126-pelaku-umkm-di-pekanbaru