Reformasi
birokrasi adalah langkah awal untuk mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik
(good gonvernance). Dengan kata lain,
reformasi birokrasi adalah upaya untuk membangun pemerintahan yang lebih
berdaya guna dalam melakukan pembangunan nasional. Birokrasi pemerintah dapat
diibaratkan sebagai mesin penggerak pembangunan dan pelayanan publik. Sehingga,
untuk memberikan pelayanan publik yang optimal kepada masyarakat, diperlukan
birokrasi yang transparan, akuntabel, serta bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(KKN).
Dalam
upaya peningkatan kualitas layanan dan pencegahan korupsi di lingkungan
pemerintahan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(PAN-RB) menerbitkan Permenpan-RB Nomor 60 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum
Pembangunan Zona Integritas (ZI) Menuju Wilayah Bebas Dari
Korupsi yang diperbaharui dengan Permenpan-RB Nomor 10 Tahun 2019
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Birokrasi
Reformasi Nomor 52 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas
Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah.
Turut
mendukung program reformasi birokrasi tersebut, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pekanbaru telah mencanangkan
pembangunan zona integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah
Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) di tahun 2018. Pada implementasinya, KPKNL Pekanbaru berupaya
optimal untuk mewujudkan aspek-aspek pembentuk zona integritas. Aspek-aspek
tersebut meliputi Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan Manajemen
SDM, Penguatan Akuntabilitas, Penguatan Pengawasan, dan Peningkatan Kualitas
Pelayanan Publik.
Aspek
Manajemen Perubahan bertujuan untuk mengubah pola pikir dan budaya kerja
individu untuk menjadi lebih berintegritas. Aspek Penataan Tata Laksana menitikberatkan pada efektivitas dan efisiensi sistem dalam layanan,
prosedur kerja dibuat secara jelas, tepat dan cepat. Aspek Penataan Sistem
Manajemen SDM bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme Aparatur Sipil Negara (ASN). Aspek Penguatan
Akuntabilitas merupakan perwujuan tanggung jawab instansi dalam pelaksanaan
program yang telah ditetapkan. Terakhir adalah Aspek Peningkatan Kualitas Layanan Publik yang
merupakan upaya dalam meningkatkan
pelayanan publik melalui inovasi.
Dari
berbagai aspek pembangunan zona integritas menuju WBK di atas, pada tulisan ini kami akan sedikit mengupas salah satu aspek yang mendasar, yaitu aspek Manajemen
Perubahan (pembentukan pola pikir dan budaya kerja yang berintegritas).
Integritas,
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai pengertian sebagai mutu, sifat,
dan keadaan yang menggambarkan kesatuan yang utuh, sehingga memiliki potensi
dan kemampuan memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Sementara dalam nilai-nilai Kementerian
Keuangan, integritas memiliki pengertian berpikir, berkata, berperilaku, dan
bertindak dengan baik dan benar serta memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip
moral.
Dalam
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, pembangunan integritas adalah
salah satu hal yang sangat penting. Hal ini mengingat bahwa karakter integritas
sangat bertentangan dengan karakter korupsi, sebagaimana dikutip dari artikel pada
laman Anti Curruption Clearing House
(tautan : https://acch.kpk.go.id/id/artikel/) yang
menyebutkan bahwa integritas memiliki makna yang bertentangan dengan korupsi. Integritas
merupakan suatu karakter baik manusia atau budaya baik organisasi yang
menimbulkan daya dorong bagi pemiliknya untuk mewujudkan keputusan dan tindakan
bagi kebaikan bersama. Sedangkan korupsi merupakan tindak penyalahgunaan
kekuasaan dengan memanipulasi kebaikan bersama demi kepentingan pribadi
tertentu. Karakter dan budaya integritas secara langsung bertentangan dengan
korupsi. Pengembangan karakter dan budaya integritas mengandung keniscayaan
logis menangkal korupsi.
Sepintas
menilik ke belakang pada masa sebelum pencanangan zona integritas menuju
Wilayah Bebas dari Korupsi di KPKNL Pekanbaru. Implementasi atas komitmen perbaikan layanan masyarakat dan penolakan terhadap KKN pada dasarnya telah dijalankan oleh
jajaran KPKNL Pekanbaru. Setiap pegawai pada semua level, termasuk di dalamnya
pegawai non-ASN (cleaning service
dan pegawai kontrak) sudah menyadari akan pentingnya penerapan nilai-nilai Kementerian
Keuangan dalam memberikan pelayanan kepada para pengguna layanan. Hal ini
dilakukan guna mewujudkan proses layanan yang mudah, cepat, transparan, dan bebas
dari praktik KKN. Komitmen layanan dan
anti korupsi tersebut tercermin dari motto yang juga menjadi tekad layanan
KPKNL Pekanbaru, yaitu “Samudera“, akronim dari Santun, Amanah, Unggul, Dinamis,
Empati, dan Ramah.
Disadari
pula bahwa keterlibatan seluruh pegawai di dalam mewujudkan budaya kerja dalam
rangka perbaikan layanan sekaligus perang terhadap korupsi mutlak diperlukan. Integritas
setiap pagawai adalah faktor penting yang sangat menentukan. Proses layanan
merupakan suatu sistem di mana para pegawai sebagai komponen penggeraknya. Layanan
yang mudah, cepat, transparan serta bebas dari KKN tidak akan tercapai tanpa
dukungan setiap komponen terkait yang memegang teguh nilai-nilai integritas.
Adanya tindakan yang bertentangan dengan komitmen layanan oleh sebagian kecil komponen
saja yang tidak berintegritas merupakan suatu hal yang memalukan dan tentunya sangat menciderai komitmen yang
telah terbangun, sekaligus berpotensi merusak tatanan sistem layanan yang
berjalan.
Oleh karena itu, dengan pembangunan zona integritas, maka upaya-upaya penguatan terhadap integritas ini terus dilakukan. Upaya penguatan integritas dimaksud antara lain melalui penanaman pemahaman bahwa mewujudkan proses layanan yang cepat, mudah dan transparan serta bebas dari KKN saat ini bukan lagi sebagai sekadar kewajiban namun telah menjelma menjadi suatu kebutuhan bagi suatu unit organisasi yang memiliki tugas dan fungsi layanan. Bila diibaratkan dengan kesehatan sebagai salah satu kebutuhan manusia, maka layanan cepat, mudah dan transparan serta bebas dari KKN sebagai sebuah kebutuhan dan merupakan indikator kesehatan unit organisasi. Adanya proses layanan yang lambat dan berbelit, tidak sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) atau ketidakterbukaan prosedur layanan, praktik pungutan liar, serta sikap permisif terhadap gratifikasi dan korupsi pada suatu unit layanan menunjukkan bahwa unit layanan tersebut tidaklah sehat.
Pemahaman
seluruh jajaran pegawai mengenai tujuan pembangunan zona integritas secara
menyeluruh yaitu meliputi perbaikan layanan kepada pengguna
layanan/stakeholder dengan
menghindari tindakan-tindakan yang termasuk sebagai praktek KKN juga dinilai sangat
penting. Hal ini bertujuan agar terbentuk suatu kesadaran bahwa proses layanan
dan praktek pencegahan korupsi, keduanya harus diwujudkan secara simultan. Dalam
arti bahwa tidak cukup hanya sekadar memerangi praktek KKN saja atau hanya
memperbaiki layanan saja. Misalnya, tidak korupsi atau tidak menerima
gratifikasi saja dengan mengabaikan kualitas layanan sehingga layanan tetap
lambat, prosedur tidak jelas atau berbelit, demikian juga sebaliknya. Dengan
kesadaran ini maka tujuan pembangunan zona integritas diharapkan dapat terwujud
sepenuhnya secara utuh dan menyeluruh.
Hal lain yang juga sangat berperan di dalam penguatan integritas adalah adanya role model, yaitu seseorang/person sebagai teladan/panutan. Kepala kantor tentunya memiliki peran yang sangat sentral sebagai role model ini, karena disamping sebagai pemimpin yang bertanggung jawab menanamkan nilai-nilai integritas dan membangun budaya kerja untuk perbaikan layanan, juga bertanggung jawab untuk mempraktikkannya sehingga dari praktik tersebut dapat dilihat sebagai suatu wujud yang nyata dari implementasi nilai-nilai integritas dan patut untuk diikuti serta dicontoh oleh seluruh pegawai. Disadari bahwa sesering apapun upaya penanaman nilai-nilai integritas dan pembangunan budaya kerja yang dilakukan oleh seorang pemimpin namun bilamana pemimpin itu sendiri tidak mencontohkan implementasinya atau bahkan melakukan pelanggaran nilai-nilai integritas yang sudah ditanamkan maka justru akan menimbulkan suatu pertentangan batin, dan ketidakpercayaan dari para pegawai/staf terhadap pemimpinnya sendiri karena menilai bahwa terdapat ketidaksesuaian antara pikiran, perkataan, dan perbuatan pada diri pemimpin tersebut.
Peran sebagai role model ini juga perlu dijalankan oleh para pejabat struktural di bawah kepala kantor, yaitu para kepala seksi atau kepala subbagaian, mengingat pada level unit terkait pejabat dimaksud merupakan pemimpin bagi seksi/subbagian masing-masing. Dalam posisinya tersebut, maka pejabat dimaksud juga memiliki tanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai integritas kepada pegawai di unit masing-masing, melalui pembinaan langsung sekaligus memberikan contoh perilaku yang mencerminkan nilai-nilai integritas. Kombinasi antara penanaman pemahaman mengenai pentingnya menjaga integritas dalam pembangunan budaya kerja serta peran role model tersebut merupakan salah satu faktor penting untuk menuju suatu tata kelola pemerintahan yang baik.
(Penulis : Tim KI KPKNL
Pekanbaru)