Agile,
sebuah kata yang
akhir-akhir ini sering terdengar dalam acara daring. Bagi yang masih awam
pastinya penasaran, apa sih arti agile,
dan kenapa banyak orang berbicara pada situasi saat ini ? Menurut Oxford Dictionary, agile dimaknai dengan
“able to move quickly and easily”. Sedangkan menurut Umi Proboyekti (dikutip dari Wikipedia), agile memiliki pengertian bersifat cepat, ringan, bebas bergerak,
dan waspada. Dalam bahasa yang lebih praktis, agile (menurut penulis) dapat disepadankan
dengan kata “lincah”.
Pada mulanya kata agile digunakan
dalam industri teknologi informasi yang bergerak begitu cepat. Bayangkan saja, handphone keluaran terbaru yang kita pegang saat ini, tidak lama akan
ketinggalan model karena muncul tipe dan variasi baru yang lebih canggih. Masih
ingat cerita kamera “Kodak” bukan ? Begitu kuatnya persaingan inovasi
produk-produk teknologi informasi membuat owner
mesti mencari teknik/cara tercepat, terefisien, terefektif, untuk menghasilkan
produk dengan keunggulan-keunggulan kompetitif, sesuai dengan kebutuhan customer. Bertahan pada produk lama dan lambat dalam
berinovasi sudah pasti akan menjadikan produk akan terkubur di pasaran dan
menjadikan perusahaan lambat laun mati.
Beberapa waktu lalu juga trending
kampanye perubahan iklim, dimana pemanasan global membuat dunia sadar perlunya
menerapkan protokol “Go Green” untuk
mengurangi polusi. Imbasnya sekarang diterapkan efisiensi seperti : mengurangi penggunaan
bahan-bahan plastik, paperless, mobil
konsep LCGC, dan sebagainya. Bagaimana
dengan situasi sekarang ? Dimana pandemi Virus
Covid-19 mengubah semua kebiasaan secara cepat dan gradual. Suatu kebiasaan
yang tidak terbayangkan sebelumnya. Menjaga jarak antarorang dimana pun, lockdown yang mengheningkan kota, tidak
ada kerumunan, orang-orang harus berdiam diri di rumah (isolasi). Situasi dengan
perubahan yang cepat, tidak terduga tersebut bagaimanapun harus dihadapi. Untuk
itu perlu sikap agile sebagai cara
adaptasi, untuk tetap bertahan ataupun menjadi leader.
Kembali pada fungsi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), apa yang harus
dipahami dan dilakukan untuk bisa agile dalam
menghadapi berbagai perubahan yang terjadi ? Ada baiknya melihat koridor yang
sudah ada seperti Keputusan Menteri Keuangan Nomor 283/KMK.011/2021 tentang
Implementasi Pembelajaran Organisasi Pembelajar (Learning Organization) di Lingkungan Kemenkeu, dan Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MENPANRB) Nomor
38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi Jabatan ASN.
Dalam KMK Nomor 283 disebutkan bahwa penetapan implementasi organisasi pembelajar merupakan upaya mewujudkan Kementerian Keuangan sebagai organisasi yang secara sistematis memfasilitasi pembelajar agar mampu berkembang dan bertransformasi secara berkesinambungan guna mendukung pencapaian kinerja Kementerian Keuangan. Terdapat tiga komponen pembelajar yaitu : Individu, Tim, dan Organisasi yang masing-masing komponen mempunyai peranan dengan dorongan, fasilitasi, dan dukungan organisasi (Kemenkeu).
Individu sebagai pembelajar mempunyai peran inti dalam menciptakan budaya
organisasi. Komitmen individu dalam mengimplementasikan budaya belajar sudah
pasti menjadi cerminan budaya organisasi itu sendiri. Oleh sebab itu, organisasi
mempunyai peran memperkuat dengan kebijakan sehingga individu, tim, dan
organisasi dalam melaksanakan pembelajaran dapat berlangsung berkesinambungan.
Individu sebagai pembelajar juga mempunyai pengaruh kuat baik dalam Tim maupun
Organisasi sebagai pembelajar.
Peranan individu sebagai pembelajar dalam KMK 283, juga selaras dengan
kompetensi yang distandardisasi oleh dalam PERMENPANRB Nomor 38 tahun 2017. Kompetensi
dimaksud yaitu Mengelola Perubahan yang didefinisikan sebagai “kemampuan dalam
menyesuaikan diri dengan situasi yang baru atau berubah dan tidak bergantung
secara berlebihan pada metode dan proses lama, mengambil tindakan untuk
mendukung dan melaksanakan insiatif perubahan, memimpin usaha perubahan,
mengambil tanggung jawab pribadi untuk memastikan perubahan berhasil
diimplementasikan secara efektif”. Kompetensi tersebut menuntut individu untuk
dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang baru atau berubah. Seperti kondisi
pandemi saat ini, mau tidak mau seorang PNS harus belajar menyesuaikan diri
dengan kondisi kantor, cara kerja yang banyak menggunakan media daring, lingkungan
sekitar dengan distancing, bahkan penyesuaian
terhadap dirinya sendiri seperti ibadah dalam kondisi darurat. Contoh peranan
yang diambil (sebagaimana dalam KMK 283) adalah menyediakan waktu untuk belajar
dari berbagai sumber untuk mendukung kinerja organisasi. Contoh lainnya adalah
mampu menjadi inspirasi, mendorong, dan mendukung orang lain untuk berkembang
dan mempelajari hal-hal baru. Kompetensi dan contoh peranan yang dimainkan
indvidu sebagai PNS pembelajar dimaksud tidak bisa tercapai bila Individu
bersikap pasif, masa bodoh, permisif dengan keadaan, tetapi individu harus “lincah”
menghadapi perubahan yang terjadi.
Kelincahan atau agility bisakah
muncul begitu saja pada diri individu ? Mungkinkah itu suatu bakat, ataukah
sesuatu yang dapat dipelajari ? Menurut hemat penulis kedua-duanya bisa saja
terjadi. Namun dalam mengembangkan sikap agile,
ada prinsip-prinsip dasar yang harus dipahami dan dikuasainya sehingga agility bagi seorang individu pembelajar nantinya
mempunyai ruh sebagai budaya organisasi. Prinsip dasar tersebut tercermin dalam
Nilai-Nilai Kementerian Keuangan yaitu : Integritas, Profesionalisme, Sinergi,
Pelayanan, dan Kesempurnaan. Gambar berikut dapat menggambarkan agilty yang menghasilkan knowledge baru untuk menunjang kinerja
organisasi.
Untuk menggambarkan alur sebagaimana tampak pada gambar di atas dapat dicontohkan sebagai berikut : karena pandemi, kegiatan banyak menggunakan media daring. Sikap Agile untuk secara cepat mempersiapkan pegawai agar mampu dan terbiasa menggunakan media daring. Prinsip dasar agilty, yang dipakai berupa Nilai-Nilai Kementerian Keuangan, yang dapat digunakan terutama adalah Integritas, profesionalisme, sinergi, dan kesempurnaan.
Contoh penerapan agility seperti di atas pada akhirnya akan memperoleh pengetahuan
baru (knowledge) berupa
penyelenggaran acara secara daring yang baik dan berkualitas yang pada akhirnya
dapat mendukung kinerja organisasi.
Kesimpulan
yang dapat ditarik dari pemaparan di atas adalah bahwa bersikap “agile” merupakan kompetensi yang harus dipunyai
individu dalam menghadapi perubahan dan mampu menjadikan perubahan tersebut
sebagai momentum memperoleh pengetahuan baru yang terukur dengan Nilai-Nilai Kementerian Keuangan hingga pada akhirnya bermanfaat untuk kinerja organisasi. [gsw]
Penulis :
WAHIDIN (Kasi Hukum dan Informasi KPKNL Palembang)
Referensi:
1.
https://id.wikipedia.org/wiki/Agile_Development_Methods#cite_note-1
2.
Kemenkeu.(2021).
Keputusan Menteri Keuangan nomor 238/KMK283/KMK.011/2021 tentang Implementasi LO di Lingkungan
Kemenkeu.
3.
KemenPANRB.
(2017). Standar Kompetensi Jabatan
Aparatur Sipil Negara.Kemenkeu.(2021).
4.
Materi FGD Pejabat Administrator
Triwulan III tahun 2021 “Menuju Kemenkeu Government 4.0”