Rumah negara adalah
tempat kembali bagi banyak ASN/TNI/Polri setelah menjalankan tugas kedinasan
pada kantor masing-masing. Sebagian kita para ASN/TNI/Polri menetap dalam
jangka waktu tertentu di rumah negara, baik sendirian maupun bersama keluarga/rekan
sekantor. Namun demikian, tidak sedikit pula dari kita tidak memiliki
kesempatan untuk menghuni rumah negara meski begitu berharap karena belum
memiliki rumah atau bertugas di tempat yang berjauhan dari rumah kediaman, sementara
menghuni rumah negara dapat mengurangi biaya untuk menyewa kamar kos atau rumah.
Di sisi lain penggunaan dan penatausahaan rumah negara masih banyak yang belum
sesuai ketentuan, seperti masih banyak rumah negara yang dibiarkan tidak
berpenghuni, dihuni oleh pihak yang tidak berhak (pensiunan/keluarga pensiun/pihak
lain), atau dibiarkan tidak terawat meski berpenghuni, dan segala permasalahan
lainnya.
Bagi penulis yang
saat ini juga menempati rumah negara, rumah negara adalah surga, yang juga
merupakan amanah yang harus dijaga. Di rumah negara kita membangun kesadaran
sosial lingkungan, meneguhkan niat kita sebelum memulai aktivitas, dan tempat
kita sujud di tengah keheningan malam dan melangitkan doa untuk segera dapat
berkumpul bersama keluarga.
Mengingat
pentingnya pemahaman mengenai rumah negara untuk mewujudkan tata kelola rumah negara yang optimal pada Merindu BMN ini penulis akan berbagi hal-hal penting
terkait rumah negara, dengan harapan semoga dapat menambah pengetahuan bagi
kita semua.
Definisi
Rumah Negara
Rumah negara adalah bangunan yang dimiliki negara dan
berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga
serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat dan atau pegawai negeri. Dalam
menghuni rumah negara penghuni diwajibkan untuk: membayar sewa rumah negara
yang besarnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku; membayar pajak-pajak,
retribusi, dan lain-lain yang berkaitan dengan penghunian rumah negara; dan membayar
biaya pemakaian daya listrik, telepon, air, dan/atau gas. Selanjutnya, apabila
rumah negara tidak dihuni, beban biaya berada pada tanggung jawab kuasa pengguna barang.
Selain tiga kewajiban tersebut di atas, penghuni rumah negara
juga wajib memiliki surat ijin penghunian (SIP) atau surat keputusan penunjukan
penghunian oleh pejabat berwenang, dan menandatangani pernyataan di atas
materai yang sekurang-kurangnya menyatakan: 1) kesediaan menjaga rumah negara
yang dihuni; 2) kesediaan meninggalkan rumah negara apabila tidak berhak lagi (pensiun/mutasi)
dan/atau SIP tidak berlaku lagi; 3) tidak mengubah bentuk rumah negara tanpa
ijin dan terhadap segala perubahan yang dizinkan tidak akan menuntut ganti
kerugian; dan 4) tidak menggunakan rumah negara untuk kepentingan
komersial/bisnis.
Penatausahaan Rumah Negara
Penggolongan rumah negara dibagi menjadi tiga yaitu:
1.
Rumah Negara Golongan I adalah rumah negara yang
dipergunakan bagi pemegang jabatan tertentu dan karena sifat jabatannya harus
bertempat tinggal di rumah tersebut serta hak penghuniannya terbatas selama
pejabat yang bersangkutan masih memegang jabatan tertentu tersebut.
2.
Rumah Negara Golongan II adalah rumah negara yang
mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu instansi dan hanya
disediakan untuk didiami oleh pegawai negeri dan apabila telah berhenti atau
pensiun rumah dikembalikan kepada Negara.
3.
Rumah Negara Golongan III adalah rumah negara yang tidak
termasuk Golongan I dan Golongan II yang dapat dijual kepada penghuninya
penatausahaannya dilakukan di Kementerian PUPR.
Standar/tipe rumah negara dibagi atas 6 tipe berdasarkan
peruntukannya yaitu:
1.
Tipe Khusus diperuntukan bagi Menteri, Kepala Lembaga
Pemerintah Non-Departemen, Kepala Lembaga Tinggi Negara, dan Pejabatpejabat
yang jabatannya setingkat dengan Menteri, dengan luas bangunan 400 m2
dan luas tanah 1000 m2;
2.
Tipe A diperuntukan bagi Sekretaris Jenderal, Inspektur
Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Badan, Deputi, dan Pejabat yang jabatannya
setingkat Eselon I atau Pegawai Negeri Sipil Golongan IV/e dan IV/d, dengan
luas bangunan 250 m2 dan luas tanah 600 m2;
3.
Tipe C diperuntukan bagi Direktur, Kepala Biro, Inspektur,
Kepala Pusat, Kakanwil, Asisten Deputi, Sekretaris Direktorat Jenderal,
Sekretaris Badan, dan Pejabat yang jabatannya setingkat Eselon II atau Pegawai
Negeri Sipil Golongan IV/d dan IV/e, dengan luas bangunan 120 m2 dan
luas tanah 350 m2;
4.
Tipe C diperuntukan bagi Kepala Sub Direktorat, Kepala
Bagian, Kepala Bidang, Pejabat yang jabatannya setingkat Eselon III atau
Pegawai Negeri Sipil Golongan IV/a sampai dengan IV/c, dengan luas bangunan 70 m2
dan luas tanah 200 m2;
5.
Tipe D diperuntukan bagi Kepala Seksi, Kepala Sub Bagian,
Kepala Sub Bidang, Pejabat yang jabatannya setingkat Eselon IV atau Pegawai
Negeri Sipil Golongan III/a sampai dengan III/b, dengan luas bangunan 50 m2
dan luas tanah 120 m2; dan
6.
Tipe E diperuntukan bagi Kepala Sub Seksi, Pejabat yang
jabatannya setingkat atau Pegawai Negeri Sipil Golongan II/d kebawah, dengan
luas bangunan 36 m2 dan luas tanah 100 m2.
Selanjutnya, rumah negara yang kondisinya rusak berat dalam
pembukuan dicatat statusnya sebagai rumah negara dengan kondisi rusak berat,
dan dimintakan surat rekomendasi/surat keterangan rusak berat dari instansi
terkait untuk selanjutnya diusulkan penghapusannya. Sementara itu, rumah negara
yang dalam kondisi baik dan/atau rusak ringan namun tidak berpenghuni dapat
dioptimalisasi dengan cara:
1.
dihuni oleh pegawai lain meski tidak sesuai dengan tipe
rumah negara dan/atau peruntukannya;
2.
dihuni oleh pegawai lain sesama pengguna barang yang sama;
3.
diusulkan penggunaan sementara oleh pengguna barang yang
lain untuk selanjutnya dihuni;
4.
diserahkan kepada pengelola barang/kementerian keuangan
sebagai BMN Idle; atau
5.
dialihkan status penggunaannya ke pengguna barang
yang lain.
Biaya Sewa Rumah Negara
Penghuni rumah negara wajib membayarkan biaya sewa rumah negara sesuai dengan penetapan tarif
sewa rumah negara ke kas negara dengan mata anggaran penerimaan 425131
(pendapatan sewa tanah, gedung, dan bangunan).
Tata cara
perhitungan tarif sewa atas rumah negara adalah sebagai berikut :
Rumus sewa:
Sb=2,75 persen x
[(Lb x Hs x Ns) x Fkb ) x Fk
Sb : Sewa
bangunan per bulan
2,75
persen : Prosentase
sewa terhadap nilai bangunan
Lb : Luas
bangunan dalam meter persegi
Hs : Harga
satuan bangunan per meter persegi
Ns : Nilai
sisa bangunan/layak huni (60 persen)
Fkb : Faktor
klasifikasi tanah/kelas bumi ( persen)
Fk : Faktor
keringanan sewa untuk PNS (5 persen)
KETERANGAN :
1.
PROSENTASE SEWA
Prosentase sewa
terhadap nilai bangunan 2,75 persen
2.
LUAS BANGUNAN (Lb)
Luas bangunan
mengikuti luas existing BMN/data SIMAN
3.
HARGA SATUAN (Hs)
Harga satuan
bangunan sesuai klasifikasi dalam keadaan baru berdasarkan Peraturan Pemerintah
Daerah pada tahun yang berjalan Harga satuan bangunan, dengan:
§ Luas bangunan 36 – 95 m2 mengikuti harga satuan type C, D, E
§ Luas bangunan 96 – 185 m2 mengikuti harga satuan type B
§ Luas bangunan 186 m2 keatas mengikuti harga satuan type A
§ Harga satuan bangunan semi permanen (dinding bagian bawah
batu/batako dan bagian atas papan/anyaman bambu) 50 persen x Hs.
4.
NILAI SISA BANGUNAN (Ns)
Nilai
sisa bangunan ditetapkan 60 persen sebagai bangunan layak huni. (Nilai sisa
bangunan ntara 20 persen s.d. 100 persen dengan rata-rata 60 persen)
5. FAKTOR
KLASIFIKASI TANAH (Fkb)
Klasifikasi
tanah |
Kelas
Bumi |
||||
Penggunaan
Bangunan |
A1
s.d. A10 |
A11
s.d. A20 |
A21
s.d. A30 |
A31
s.d. A4 |
A41
s.d. A50 |
|
(persen) |
(persen) |
(persen) |
(persen) |
(persen) |
Rumah |
80 |
70 |
60 |
50 |
40 |
Dapat melihat Nilai
Bumi/Nilai jual per-meter pada bukti pembayaran PBB setempat/meminta keterangan
dari kelurahan.
6.
FAKTOR
KERINGANAN (Fk)
Faktor keringan sewa untuk PNS (5 persen)
7.
SEWA
RUMAH NEGARA DENGAN LUAS TANAH MELEBIHI STANDAR
Standar luas Rumah Negara sesuai type:
Type |
Luas Bangunan
(m2) |
Luas Tanah (m2) |
A |
250 |
600 |
B |
120 |
350 |
C |
70 |
200 |
D |
50 |
120 |
E |
36 |
100 |
Rumah Negara yang
berdiri diatas persil dengan luas tanah melebihi luas standar lebih dari 20
persen dikenakan sewa tambahan atas kelebihan luas tanah sebagai berikut:
Rumus Untuk Penambahan
Sebagai Berikut :
St=2 persen x [(Lt x NJOP) x
Fk]/tahun
St : Sewa
kelebihan tanah per tahun
2 persen : Prosentase
sewa tanah terhadap nilai tanah
Lt : Luas
kelebihan tanah dari standar dalam meter persegi
NJOP : Nilai
Jual Objek Pajak sesuai SPPT
Fk : Faktor
keringanan sewa untuk PNS (5 persen)
CONTOH
PENGHITUNGAN SEWA
Contoh Perhitungan Sewa Kelas Bumi : (A9), Fkb = 80 persen
Rumah Negara Tipe A = 2,75 persen x [250 m2 x Rp 864.000,- x
60 persen x 80 persen] x 5 persen = Rp 142.560,-/bln
Rumah Negara Tipe B = 2,75 persen x [ 120 m2 x Rp 779.000,- x
60 persen x 80 persen] x 5 persen = Rp 61.696,-/bln
Rumah Negara Tipe C = 2,75 persen x [ 70 m2 x Rp
755.000,- x 60 persen x 80 persen] x 5 persen = Rp 34.881,-/bln
Rumah Negara Tipe D = 2,75 persen x [ 50 m2 x Rp
755.000,- x 60 persen x 80 persen] x 5 persen = Rp 24.915,-/bln
Rumah Negara Tipe E = 2,75 persen x [ 36 m2 x Rp
755.000,- x 60 persen x 80 persen] x 5 persen = Rp 17.938,-/bln
Referensi
1. Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah terakhir diubah
dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2020
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 22/PRT/M/2008 tentang
Pedoman Teknis Pengadaan, Pendaftaran, Penetapan Status, Penghunian, Pengalihan
Status dan Pengalihan Hak Atas Rumah Negara
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 181.PMK.06/2016
tentang Penatausahaan Barang Milik Negara
4. Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor
373/KPTS/2021 Tentang Sewa Rumah Negara
Ditulis oleh Eka Putra Bachtiar A. Bong/ Pelaksana pada Seksi Pengelolaan Kekayaan Negara KPKNL Mamuju
Catatan:
Artikel ini merupakan bagian dari program serial artikel khusus yang digunakan untuk menyebarkan informasi/pengetahuan mengenai pengelolaan BMN kepada pengguna jasa yang bertajuk Merindu BMN yaitu Media Ruang Informasi dan Edukasi Barang Milik Negara.