Ditulis
oleh: Helvita Dorojatun (Kepala KPKNL Mamuju)
(Tulisan ini merupakan artikel keempat dari seri Artikel DATA DRIVEN DECISION MAKING, KPKNL MAMUJU untuk KEMENKEU)
Beberapa praktisi antara
lain Mae (2023) Luhst (1997) dan Lynn and Wang (2011) menyatakan bahwa
minimal tiga pembanding paling mirip harus digunakan dalam proses penilaian
dengan pendekatan perbandingan data pasar. Aturan mengenai jumlah pembanding
tersebut adalah hal yang tidak asing selama pengalaman penulis menjadi penilai
pemerintah. Selain jumlah pembanding beberapa rekomendasi juga memberikan saran
untuk berapa tahun ke belakang data dapat digunakan yaitu satu tahun (Mae,
2023;579) hingga tiga tahun (Appraisal Institute, 2014;384) dan seberapa
jauh jarak antar objek penilaian dengan pembanding (lihat Mae 2023).
Lantas darimanakah dasar
aturan jumlah pembanding tersebut? Apakah diambil dari dasar ilmiah yang jelas
ataukah hanya sekadar kepantasan pada lebar kertas uraian kertas kerja penilai?
Inilah hal yang menarik yang akan diuraikan penulis pada artikel data mining
kali ini.
Sebelumnya penulis
uraikan sedikit bagaimana penilai menentukan nilai wajar dengan menggunakan
pendekatan perbandingan data pasar. Salah satu dari tiga pendekatan penilaian
adalah pendekatan data pasar. Pendekatan ini dilakukan dengan mengumpulkan data
transaksi atau penawaran dan kemudian memilih beberapa data pembanding yang
paling mirip dengan objek penilaian. Kemudian penilai melakukan penyesuaian
terhadap data pembanding tersebut. Nilai wajar akan dihasilkan oleh penilai
dari pembobotan data pembanding yang digunakan tersebut.
Aturan praktis dalam
penilaian saat ini adalah penggunaan tiga pembanding. Sementara tidak ada yang
jelas dari mana rekomendasi tersebut berasal (Luhst, 1997; 89). Meskipun
demikian, sangat dipahami bahwa kuantitas adalah fungsi dari kualitas. Artinya
semakin tinggi kualitas data, semakin sedikit data sebanding yang diperlukan
(Luhst, 1997; 89) (Lynn and Wang, 2011; 416). Namun pasar real estate memiliki karakteristik yang sering kali berupa pasar
yang tidak efisien, yang berarti properti yang setara dapat dijual dengan harga
yang bervariasi. Sehingga meskipun data pembanding sangat berkualitas, jumlah
data yang cukup tetap menjadi issue
yang menarik?
Luhst (1997) melalui
pertanyaan tegas How Many Comparables Are
Enough? dalam bukunya (real estate
valuation) menceritakan asal usul dari aturan tiga pembanding ini. Melalui
buku tersebut Luhst (1997) bertutur bahwa terdapat dua studi yang pernah
dilakukan dengan cara mengestimasi nilai wajar suatu objek dengan menggunakan
satu hingga lebih dari empat pembanding. Ketika kemudian terjadi transaksi pada
objek-objek penilaian yang telah diestimasi nilainya tersebut maka dilakukan
pengukuran pada jumlah pembanding berapakah nilai estimasi tersebut paling
mendekati nilai transaksi yang aktual. Hasilnya ditemukan bahwa akurasi
penilaian, (diukur dengan perbedaan antara nilai estimasi dan nilai aktual
transaksi) meningkat ketika jumlah pembanding berubah dari satu menjadi tiga
atau empat, tetapi peningkatan akurasi menjadi sangat kecil ketika jumlah
pembanding terus ditambah melebihi empat. Artinya tiga sampai dengan empat
adalah jumlah pembanding yang optimal.
Luhst (1997) juga
menyampaikan bahwa salah satu studi tersebut juga menambah tiga alternatif
variable lokasi yaitu 1) pembatasan lingkungan terdekat, 2) pembatasan zoning
yang sama, dan 3) tanpa pembatasan. Hasil dari studi tersebut menemukan bahwa
ketika kriteria lokasi dilonggarkan maka diperlukan pembanding yang lebih
banyak untuk meningkatkan keakurasian hasil penilaian yaitu menjadi tiga sampai
dengan lima pembanding.
Studi yang disampaikan
Luhst (1997) di atas menunjukan bahwa rule of thumb tiga pembanding dalam
penilaian ditentukan berdasarkan Metode Elbow. Di dalam data mining metode
elbow adalah teknik visual tertua yang digunakan untuk menentukan jumlah
klaster yang paling optimal pada metode klastering (Figure 1). Metode Elbow
menunjukan secara grafis selisih terkecil dari perbedaan dari nilai aktual
dengan nilai prediksi atau yang sering disebut sebagai Sum Square Error (SSE).
Secara bebas SSE dimaknai sebagai besarnya perbedaan antara nilai estimasi
dengan nilai aktual. Artinya semakin kecil SSE nilai estimasi semakin mendekati
nilai aktual.
Metode Elbow dalam Data
Mining digunakan sangat luas dari algoritma pembelajaran tanpa guru (unsupervised learning) seperti K Means
untuk analisis klastering sampai pembelajaran dengan guru (supervised learning) non parametric seperti K-Nearest Neighboors (KNN) untuk
analisis klasifikasi. Melalui penggunaan teknik ini dapat ditentukan berapa
jumlah klaster yang paling sesuai pada algoritma K Means atau jumlah K yang
tepat pada KNN.
Kekurangan dari Metode
Elbow adalah teknik ini dapat memberikan hasil ambigu ketika kurva yang
terbentuk sangat smooth (lihat Shi et
al; 2021;3). Sementara kelebihannya adalah meskipun terdapat tiga cara dalam
penentuan jumlah klaster pada data mining yaitu: 1) formula estimasi tertentu;
2) metode Elbow; dan 3) cross validation,
namun metode Elbow merupakan cara paling sederhana yang dapat memberikan
kepastian lebih dari cara yang pertama (lihat Suyanto 2019; 352).
Ini menunjukan meskipun
diskusi tentang berapa banyak pembanding yang cukup, terus berlanjut, ada
metode empiris yang berasal dari pengetahuan data mining telah digunakan untuk
menetapkan tiga sebagai jumlah pembanding optimal dalam penilaian. Selanjutnya
kita juga perlu memahami bahwa kuantitas informasi (dari pembanding) juga
berbanding terbalik dengan waktu dan biaya yang dikeluarkan. Bagaimanapun
manfaat informasi yang diinginkan harus melebihi biaya dan waktu untuk
menyediakannya (lihat Weygandt et al, 2013; 330). Sehingga jumlah Pembanding optimal
haruslah juga berangkat dari biaya dan waktu yang efisien.
Pertanyaannya adalah
bagaimana apabila data pembanding yang ditemukan terbatas dan kurang dari tiga?
RICS (2019) menyampaikan bahwa sedikitnya terdapat empat hal yang menyebabkan
data dan informasi dalam penilaian menjadi terbatas yaitu: a) pasar properti
inaktif (sedikit transaksi); b) pasar properti berubah cepat; c)
properti yang dinilai memiliki karakteristik yang tidak biasa; dan d) pasar
properti tidak efisien (terbentuk informasi yang asimetris). Tentu
keterbatasan ini bukan halangan untuk tetap dilakukannya proses penilaian
Berkaitan dengan
keterbatasan data pembanding tersebut beberapa praktisi antara lain Mae
(2023), Boston Valuation Services
(2019), Appraisal Institute, (2013)
dan Lynn and Wang (2011) memberikan solusi sebagai berikut: a) Penilai
memperluas pencarian data yang sebanding dengan melihat di lokasi lainnya; b)
Penilai mencari dari data historis yang lebih jauh yang merefleksikan perubahan
kondisi pasar dan ditambahkan penjelasan mengapa pembanding tersebut digunakan;
dan/atau c) menyertakan properti penjualan yang sangat berbeda dari subjeknya
namun dengan penjelasan yang cukup. Selain itu RICS (2019) menyarankan agar
penilai mempertimbangkan lebih banyak bukti tidak langsung: misalnya, data
ekonomi lokal atau nasional yang dapat menunjukkan tren guna mamandu estimasi
nilai wajar objek penilaian.
Referensi
Appraisal Institute, 2013The Appraisal of Real Estate 14
Edition, ISBN 978-1-935328-38-4
Boston Appraisal Service, 2019; Analyzing Comparable Sales:
Units of Comparison
Lynn, D., and Wang,T., 2011, Real Estate Mathematics,
Applied analytics and quantitative methods for private real estate investing,
PEI, ISBN 978-1-904-696-93-3
Lundquist,R., 2014, 5 things to know about appraisers choosing comps
Luhst, K, M., 1997, Real Estate Valuation: Principles and Applications, Irwin Publisher, ISBN 978 0 25619 059 5
Mae; 2023, Selling Guide, Fannie Mae Single Family, Fannie Mae's Website
RICS, 2019, RICS professional standards and guidance, global
Comparable evidence in real
Suyanto, 2019, Data Mining Untuk Klasifikasi dan
Klasterisasi Data Edisi Revisi, Informatika Bandung, ISBN 978-602-6232-97-7.