Oleh: Ida Kade Sukesa/ KPKNL Mamuju
Dampak Revolusi
industri di Kementerian Keuangan/ Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)
Akhir
dekade 90-an dan awal dekade setelahnya adalah senja kala mesin ketik dan
dimulainya era penggunaan teknologi komputer secara massif di Kementerian
Keuangan. Sebuah perubahan dari teknologi manual ke teknologi automasi yang menjadi
pertanda revolusi industri jilid 3. Pada masa itu terjadi perubahan yang
mendasar dalam pelaksanaan tugas dan fungsi yang setidaknya terlihat
dalam tiga bentuk. Pertama adalah perubahan dari sisi proses bisnis, yang
kedua adalah perubahan dari sisi sumber daya manusia, dan yang ketiga dari
sisi organisasi. Bentuk kentara dari perubahan pertama
meliputi dan tidak terbatas pada mulai hilangnya penggunaan blanko surat-surat
yang produk dari instansi Kementerian Keuangan (dulu Departemen Keuangan),
kecepatan proses kerja yang meningkat drastis berbarengan dengan akurasi data
yang semakin meningkat, dan mulai munculnya tuntutan
pembangunan basis data yang handal dan lengkap, termasuk dibangunnya
sistem-sistem aplikasi pengelolaan keuangan dan barang yang pada saat itu masih
beroperasi secara lokal (localhost).
Bentuk
kedua perubahan itu adalah dari sisi sumber daya manusia yang terkait dengan
daya adaptasi masing-masing pegawai terhadap perubahan yang terjadi dalam
bentuk pertama. Pegawai-pegawai di Kementerian Keuangan saat itu mulai terbelah
menjadi dua kategori. Pertama, mereka yang adaptif, yaitu para pegawai yang
mampu beradaptasi dengan perubahan, dan selanjutnya melanjutkan perubahan
demi perubahan yang terus terjadi. Kedua adalah mereka yang gagal beradaptasi.
Bagi orang-orang ini perubahan itu adalah pertanda memudarnya karier mereka di
Kementerian Keuangan. “Masuk kotak,” demikian istilah tidak resmi yang
digunakan untuk merepresentasikan orang-orang ini.
Bentuk ketiga perubahan itu adalah
transformasi kelembagaan sebagai bagian dari reformasi birokrasi (Kementerian
Keuangan, n.d.). Perubahan
organisasi yang ditandai dengan reorganisasi di Kementerian Keuangan, salah
satunya dengan terbentuknya DJKN. Perubahan organisasi ini juga tampak dalam
pembangunan kantor pelayanan modern di berbagai unit termasuk DJKN.
Perubahan
yang terjadi pada akhir dekade 90-an secara terus menerus tersebut mengarah pada periode penting dengan dikembangkannya aplikasi e-office/ e-government yang merevolusi
cara kerja birokrasi Kementerian Keuangan di akhir dekade kedua 2000-an, yang menandai revolusi
industri jilid 4. Terlepas dari kondisi pandemi covid-19, yang memberikan dorongan kuat dalam revolusi itu, desrupsi teknologi sendiri telah cukup untuk menempatkan
birokrasi dalam kondisi tidak punya pilihan kecuali berubah.
Berbeda dengan perubahan di akhir dekade 90-an, efek dari
perubahan itu lebih tajam dan masif. Pertama, pengembangan berbagai aplikasi,
seperti lelang elektronik, mampu merubah paradigma lelang ke titik paling dalam
yaitu suatu pola yang terbuka, transparan dan terkontrol, dengan sebagian
proses yang dulunya merupakan simpul kusut adanya praktik perburuan rente
melalui birokrasi transaksional menjadi dilakukan secara terotomasi, sehingga
peluang atau kesempatan itu tertutup rapat. Kedua, penggunaan e-office/ e-government seperti nadine
sangat potensial untuk menyajikan analisia beban kerja yang handal dan akurat
yang dapat dijadikan bahan pertimbangan yang robust untuk merevolusi organisasi Kementerian Keuangan. Ketiga,
dengan kondisi dimana kegiatan yang dulunya membutuhkan biaya besar seperti
rapat, perjalanan dinas tertentu, pelatihan, dan lain-lain kini dapat dilakukan
secara online, penggunaan anggaran dapat diarahkan ke sektor yang lebih
produktif yang dapat meningkatkan efektivitas dan efesiensi. Keempat, dengan
keterbukaan informasi publik dan kemudahan publik untuk mengakses informasi melalui smartphone, menjadikan masyarakat well-informed,
yang mengarah pada tuntutan publik atas kualitas layanan, produk layanan, dan
informasi layanan yang mumpuni.
Secara
keseluruhan dapat dikatakan pengaruh Revolusi Industri ketiga yang ditandai
dengan
penggunaan alat elektronik dan teknologi informasi untuk mengotomasi proses
bisnis, dan keempat yang
ditandai dengan penggabungan berbagai teknologi yang menyamarkan batas antara ruang
fisik, digital dan biologycal, terasa sangat kuat mulai akhir dekade 90-an di Kementerian Keuangan atau dalam hal ini di DJKN.
Menajamkan
masa depan
Lantas, apa yang bisa dilakukan untuk
mempersiapkan organisasi DJKN dalam menghadapi perubahan demi perubahan itu,
termasuk dalam rangka menyambut revolusi industri jilid 5 yang inklusif?
Pertama, dari sisi regulasi dan proses bisnis, dalam banyak hal sistem yang
dianut dalam pengambilan kebijakan dan keputusan masih menunjukkan bentuk
pengaruh revolusi industri kedua, dimana pengambil kebijakan masih membutuhkan
waktu untuk memahami isu tertentu dan mengembangkan respon yang dibutuhkan atau
regulasi yang sesuai (Schwab, 2016). Secara keseluruhan proses yang
dibangun masih mekanistik, top down,
dan kaku, yang dirasa kurang adaptif. Di era perubahan yang menempatkan inovasi
sebagai tulang punggungnya, regulasi yang tidak fleksibel berpotensi membebani.
Hal ini barangkali sejalan dengan sifat alami regulasi dan inovasi itu
sendiri, di satu sisi regulasi dibuat untuk menjamin kepastian, di sisi lain
inovasi adalah segala sesuatu selain kepastian (Suarez & D,
2019). Disini, membangun
regulasi yang fleksibel adalah keniscayaan.
Kedua, dari sisi sumber daya manusia
(SDM), di tengah perubahan, mempersiapkan SDM yang adaptif dan pembelajar
adalah sebuah kebutuhan. SDM yang dibutuhkan adalah SDM yang inovatif yang
mampu menangkap kebutuhan organisasi di tengah perubahan. Disini, SDM yang
diharapkan adalah SDM yang tidak hanya bekerja dengan pola business as usual. Kuantitas SDM yang ramping dengan kualitas yang
tinggi adalah necessary condition dari
terbangunnya organisasi birokrasi masa depan. Hal ini menjadi semakin penting
di tengah perubahan-perubahan dunia kerja sebagai dampak dari desrupsi
teknologi, yang ditandai dengan tidak relevannya lagi berbagai pekerjaan (Zahidi, 2020).
Ketiga, dari sisi organisasi, pasca
terbentuknya data kinerja yang komprehensif, melalui aplikasi nadine misalnya,
beban kerja masing-masing unit seharusnya sudah dapat dipetakan. Berangkat dari
hal tersebut, dalam jangka yang tidak terlalu lama, perubahan organisasi yang
dapat mengakomodir beban tugas dan arah birokrasi masa depan telah dapat
dilakukan. Membuka dan menutup kantor baru, meniadakan dan mengadakan unit baru
dan seterusnya dapat dilakukan dengan pertimbangan yang kuat, dengan didukung
oleh regulasi yang fleksibel, sebagaimana telah terjadi berbagai sektor saat
ini, terutama perbankan (CNN Indonesia, 2021).
Keempat, dari sisi anggaran, penyusunan
anggaran berbasis kinerja dengan mempertimbangkan desrupsi teknologi juga
merupakan keniscayaan. Dengan keterbukaan informasi dan kemampuan akses
masyarakat yang mengagumkan, kontrol masyarakat atas penggunaan anggaran
menjadi semakin kuat.
Daftar
Pustaka
CNN Indonesia. (2021). BNI Bakal Tutup 96 Kantor Cabang Tahun Ini.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210510094419-78-640767/bni-bakal-tutup-96-kantor-cabang-tahun-ini
Kementerian Keuangan. (n.d.). Profil Reformasi Birokrasi.
Kementerian Keuangan. Retrieved July 30, 2021, from
https://www.kemenkeu.go.id/transformasi-kelembagaan/profil-reformasi-birokrasi/
Schwab, K. (2016). The Fourth Industrial Revolution: what it means, how
to respond. World Economic Forum. https://www.weforum.org/agenda/2016/01/the-fourth-industrial-revolution-what-it-means-and-how-to-respond/
Suarez, D., & D, E. A. P. (2019). Public Sector Readiness in the Age
of Disruption your Journey to Readiness Answering Tomorrow ’ s Questions Today.
Seven Imperatives to Navigate Your Journey to Readiness, 1–50.
https://www.pwc.com/m1/en/world-government-summit/documents/wgs-age-of-disruption.pdf
Zahidi, S. (2020). The Jobs of Tomorrow. International Monetary Fund. https://www.imf.org/external/pubs/ft/fandd/2020/12/WEF-future-of-jobs-report-2020-zahidi.htm