Kesuksesan atau
Kebahagiaan
Ini
kisah tentang Paijo Cah Kerjo. Saat duduk dibangku sekolah, Paijo berkata akan sangat
bahagia jika lulus sekolah dan masuk perguruan tinggi favorit. Saat telah
diterima di perguruan tinggi favoritnya, bahagianya tidak berlangsung lama
karena fokusnya saat ini hanya ingin segera menyelesaikan studi secepatnya dan
mendapatkan pekerjaan. Dia membayangkan memiliki pekerjaan dan mendapat
penghasilan akan membuatnya bahagia, namun saat telah mendapatkan pekerjaan, Paijo
ternyata tidak terlalu bahagia karena stres dengan beban pekerjaan. Kemudian
dia berharap memiliki pasangan dan keturunan agar harinya di rumah dipenuhi kebahagiaan
dan keceriaan. Setelah memiliki pasangan dan anak yang dia idamkan, Paijo masih
sering merasa khawatir dan tidak bahagia. Dia ingin segera melihat anak-anaknya
tumbuh besar dan sukses serta ingin pensiun dari pekerjaannya yang melelahkan dan
bahagia menikmati hari tuanya. Saat telah pensiun, dia sering sakit-sakitan dan
susah untuk bergerak karena umurnya yang tidak muda lagi. Karena sering tidak
mampu menahan rasa sakitnya, Paijo pun berkata, “Seandainya aku meninggalkan
dunia ini mungkin aku akan lebih bahagia.”
Kisah di
atas hanyalah fiksi namun banyak merepresentasikan kehidupan yang ada di
sekitar kita, bahkan mungkin merepresentasikan kehidupan Anda sendiri. Ada
banyak dari kita yang meletakkan kebahagiaan pada kata “jika” atau “seandainya”.
Seandainya saya sukses, seandainya saya menjadi kepala kantor, seandainya saya mutasi
ke homebase dan lain sebagainya. Namun
jika hal tersebut tidak pernah Anda capai, apakah Anda tidak akan pernah
bahagia?
Banyak
dari kita berusaha sangat keras mengejar kesuksesan demi sebuah kebahagiaan
sehingga tanpa disadari kita melewatkan banyak sekali hal penting dalam hidup
yang ada disekitar kita. Perkembangan tumbuh kembang anak, melewatkan perhatian
pada orang tua, kehadiran keluarga dan lain sebagainya. Padahal di setiap detik
yang kita lalui tidak akan pernah terulang dan kembali lagi. Shawn Achor, berdasarkan
penelitiannya di Harvard University mengatakan bahwa kesuksesan tidak menjamin
kebahagiaan. Justru sebaliknya, kebahagiaan lebih fundamental daripada
kesuksesan. Kebahagiaan adalah pusat, sementara kesuksesan berputar
mengelilinginya. Seperti bumi yang mengelilingi matahari, kesuksesan bergerak
mengikuti kebahagiaan sebagai pusatnya. Bahagialah saat ini, detik ini, mulailah
dengan tersenyum.
Kebahagiaan,
bagaimana cara mengukur tingkat kebahagiaan seseorang? Kebahagiaan tidak
seperti berat badan atau tinggi tubuh yang bisa diukur dengan skala angka. Kebahagiaan
melibatkan perasaan yang terkadang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Pertanyaan
ini rupanya mengusik benak para ilmuwan di Universitas Harvard. Dalam kurun 75 tahun,
mereka meneliti apa yang menjadi penentu utama kebahagiaan seorang manusia. Penelitian
jangka panjang itu disebut Grant Study of
Adult Development, 1938-2000. Hasilnya, resep bahagia ternyata sangat
sederhana. Hubungan yang baik dengan sesama manusia membuat hidup lebih bahagia
dan lebih sehat. Demikian kesimpulan yang dituliskan di akhir penelitian.
Kebahagiaan
merupakan emosi positif yang membantu kita menjadi lebih kuat saat melewati
tantangan. Kebahagiaan membuat kita memiliki semangat dan fokus yang tinggi. Kebahagiaan
juga merupakan motivasi dasar yang mendorong kita melakukan hal-hal terbaik
yang bisa kita lakukan. Pendiri The Happiness
Institute, Dr. Tim Sharp, mengatakan orang yang bahagia biasanya akan
selalu sukses dengan apa yang sedang mereka lakukan. Orang-orang bahagia cenderung
lebih sehat. Mereka hidup lebih lama. Mereka lebih sukses di tempat kerja dan memiliki
kualitas hubungan yang lebih baik. Orang-orang bahagia tampil lebih baik di
hampir semua hal bila dibandingkan dengan mereka yang mengalami depresi atau
tidak bahagia. Tentunya dalam hidup, ada saatnya kita mengalami naik-turun
emosi atau saat-saat terpuruk dan merasa hancur. Namun jangan berlama-lama
dalam situasi tersebut. Segera ubah emosi negatif tersebut dengan melakukan
berbagai hal positif. Misalnya mengucap syukur atas apa yang terjadi hari ini. Luangkan
waktu sejenak untuk menyadari bahwa Anda lebih beruntung daripada yang mungkin Anda
sadari. Mendengarkan musik bertema positif, berolahraga, meditasi, berafirmasi atau
hanya berjalan-jalan di sekitar lingkungan rumah Anda. Salah satu hal positif
lainnya yang dapat meningkatkan kebahagiaan kita adalah dengan memaafkan orang
lain. Menyimpan dendam hanya akan membuat kita semakin tertekan dan tidak
bahagia. Ini dapat menjadi penghambat untuk kita bergerak maju dalam mencapai
tujuan yang kita miliki.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa kebahagiaan karyawan berimplikasi kepada peningkatan produktivitas kerja. Sebuah studi tentang Happiness and Productivity yang dilakukan para Ekonom di Universitas Warwick Inggris Raya, menemukan bahwa kebahagiaan mempengaruhi kenaikan produktivitas sebesar 12 % sedangkan pekerja yang tidak bahagia terbukti 10% kurang produktif.
Demikian
pula para peneliti Wharton Business School, Pennsylvania, menemukan perusahaan
dengan karyawan yang bahagia mengungguli pasar saham dari tahun ketahun. Tim
peneliti menemukan bahwa kebahagiaan manusia memiliki efek kasualitas yang
besar dan positif terhadap produktivitas. Emosi positif dapat meningkatkan
semangat kerja. Data lain menunjukkan bahwa karyawan yang bahagia 10 kali lebih
jarang sakit daripada karyawan yang tidak bahagia. Sedangkan para pedagang yang
bahagia menghasilkan penjualan 37 % lebih besar. Mengapa kebahagiaan bisa
berimplikasi pada produktivitas dalam pekerjaan? Peneliti mengungkap beberapa
alasannya. Kebahagiaan membuat mindset
seseorang positif. Orang yang tidak bahagia adalah orang yang cenderung negatif
dan hanya akan memandang masalah sebagai kesulitan sedangkan orang yang bahagia
akan selalu bersikap positif dan optimis. Orang yang bahagia akan melihat
masalah sebagai peluang untuk melakukan hal-hal yang positif. Hal ini
disebabkan karena mereka tidak berfokus pada keterbatasan yang dimiliki tetapi
lebih berfokus pada kemampuan yang dapat dikembangkan. Kebahagiaan menghasilkan
kinerja terbaik. Bekerja yang tidak memiliki kebahagiaan di tempat kerja
menyebabkan mereka selalu mengeluh dan membicarakan hal-hal yang tidak disukai.
Hasilnya, mereka memiliki kinerja yang buruk dan tidak diperhitungkan sebagai pekerja
yang kompeten. Kesedihan hanya membuat seseorang fokus pada hal-hal yang buruk,
tidak dapat melakukan perbaikan, bahkan tidak dapat melakukan pencapaian besar.
Sebaliknya, kebahagiaan akan membuat seseorang memandang suatu hal dari sudut
yang berbeda, dapat menghasilkan kinerja terbaik dan melakukan pencapaian besar
sehingga menjadi pekerja yang kompeten dan dapat diandalkan.
Sebuah
penelitian membuktikan bahwa orang yang memiliki kebahagiaan lebih berani dalam
mengambil peluang. Mereka tidak ragu mengambil peluang yang ada di depan mata. Sementara,
orang yang tidak bahagia hanya akan bersikap pasrah dan tidak berani membuat terobosan
dan membuat perubahan apapun. Lalu jika kebahagiaan benar-benar merupakan kunci
sukses, bagaimana cara memperbaiki diri dan mulai bahagia?
Sebuah
studi jangka panjang terhadap 700 lelaki dan pasangannya dilakukan oleh ilmuwan
dari Harvard University. Direktur penelitian, Robert Waldinger, memaparkan temuannya
di panggung TED Talk. Bahwasannya, kunci
kehidupan yang bahagia adalah kekuatan hubungan dengan keluarga, sahabat, dan
pasangan. Para lelaki yang menjadi responden dalam penelitian ini menunjukkan,
mereka yang mempunyai hubungan erat dengan keluarga, sahabat, dan komunitas
cenderung lebih bahagia dan lebih sehat daripada mereka yang hubungan sosialnya
tidak begitu baik. Selain lebih bahagia dan lebih sehat, mereka juga cenderung
lebih panjang umur dibandingkan orang yang hidup kesepian.
Hal ini
juga didukung oleh penelitian yang dilakukan pada tahun 2014 yang diterbitkan
dalam Jurnal Social and Personality Psychology
Compass, terungkap bahwa kesepian bisa mempengaruhi kesehatan, mental,
tidur dan kesehatan secara umum yang pada gilirannya meningkatkan resiko sakit.
Kunci kebahagiaan yang kedua yaitu memiliki kualitas hubungan yang baik dengan
pasangan. Kualitas hubungan mempunyai dampak sosial yang lebih besar terhadap
kesehatan sosial dan psikologis. Bukan hanya tentang mempunyai pasangan hidup
yang penting karena apabila pasangan yang sudah menikah namun tidak memiliki hubungan
yang baik sesungguhnya mereka tidak lebih bahagia dibandingkan dengan orang yang
tidak menikah. Hubungan yang baik dengan pasangan juga mencegah penurunan
kesehatan mental.
Studi
yang dilakukan pada tahun 2013 yang diterbitkan dalam jurnal Plos One mengungkap bahwa orang yang
menikah tanpa bercerai atau tanpa masalah sampai umur 50 tahun ternyata
mempunyai kinerja memori yang lebih baik dan mempengaruhi menurunnya risiko
demensia. Semua penelitian pada dasarnya mengungkapkan bahwa hubungan yang kuat
dan baik sangat mempengaruhi kebahagiaan dan kesehatan seseorang.
“Kehidupan yang baik,
seperti yang saya bayangkan, adalah kehidupan yang bahagia. Saya tidak
bermaksud bahwa jika Anda baik, Anda akan bahagia. Maksud saya, jika Anda
bahagia, Anda akan baik-baik saja.” Filsuf Bertrand Russell, 1951.
Ditulis oleh Jarwa Susila KPKNL Madiun
Sumber referensi:
https://wrap.warwick.ac.uk/63228/7/WRAP_Oswald_681096.pdf
https://www.youtube.com/watch?v=GoAgmIL0SLQ
https://beritagar.id/artikel-amp/gaya-hidup/3-kunci-bahagia-menurut-ilmuwan-harvard