Dalam pelaksanaan lelang untuk barang tidak bergerak
berupa tanah atau tanah dan bangunan sesuai dengan pasal 84 Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) No. 27 tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang menyebutkan
bahwa Pembeli akan mendapatkan dokumen bukti kepemilikan jika sudah menyerahkan
tanda bukti pelunasan pembayaran dan bukti setor Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan (BPHTB). Demikian juga dengan Kutipan Risalah Lelang untuk lelang berupa tanah atau tanah dan bangunan akan diperoleh Pembeli,
setelah Pembeli menyerahkan bukti pembayaran BPHTB, hal ini sesuai dengan pasal
94 ayat (4) PMK No.27 tahun 2016.
Definisi BPHTB
Berdasarkan pasal 1 angka 41 Undang-Undang (UU) 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, BPHTB adalah pajak atas perolehan hak atas
tanah dan/atau bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah
perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah
dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan. Sedangkan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta
bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang
pertanahan dan bangunan.
BPHTB sebelumnya merupakan jenis pajak pusat namun setelah
adanya UU No.28/2009 maka merupakan jenis pajak daerah. Hal ini tentunya
menjadi salah satu penerimaan daerah untuk percepatan dan pengembangan
pertumbuhan ekonomi di daerah.
Objek, Subjek dan Tarif
Berdasarkan pasal 85 UU No.28/2009, Objek Pajak Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Perolehan tersebut salah satunya adalah penunjukkan pembeli dalam lelang. Subjek
dan Wajib Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi
atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
Berkenaan dengan hal tersebut maka Pembeli tanah atau tanah dan bangunan baik pribadi atau Badan yang ditunjuk dalam lelang wajib membayar BPHTB. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Namun sesuai dengan pasal 88 UU No.28/2009, Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen).
Besaran pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Nilai Perolehan
Objek Pajak (NPOP) setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena
Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP merupakan nilai pengurang NPOP sebelum dikenakan tarif
BPHTB. Besaran NPOPTKP ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Namun sesuai pasal
87 ayat 4 UU No.28/2009, Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
ditetapkan paling rendah sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk
setiap Wajib Pajak.
Dasar
pengenaan BPHTB dalam lelang
Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
adalah Nilai Perolehan Objek Pajak. Untuk transaksi lelang sesuai pasal 87 ayat
2 huruf o UU No.28/2009, Nilai Perolehan Objek Pajak penunjukan pembeli dalam
lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka BPHTB dalam
Lelang adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang
dikenakan kepada Pembeli yang ditunjuk dalam lelang. Namun demikian, tidak
hanya pembeli yang dikenai pajak, Penjual sebagai penerima penghasilan juga
dikenakan pajak tetapi berupa pajak penghasilan (PPh).
Penulis: Suci Wulandari (Kepala Seksi Pelayanan Lelang KPKNL Kendari)
Foto: