Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Kendari > Artikel
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Dalam Lelang
Yulia Yusmita
Rabu, 23 September 2020   |   134838 kali

Dalam pelaksanaan lelang untuk barang tidak bergerak berupa tanah atau tanah dan bangunan sesuai dengan pasal 84 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 27 tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang menyebutkan bahwa Pembeli akan mendapatkan dokumen bukti kepemilikan jika sudah menyerahkan tanda bukti pelunasan pembayaran dan bukti setor Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Demikian juga dengan Kutipan Risalah Lelang untuk lelang berupa  tanah atau tanah dan bangunan akan diperoleh Pembeli, setelah Pembeli menyerahkan bukti pembayaran BPHTB, hal ini sesuai dengan pasal 94 ayat (4) PMK No.27 tahun 2016.

 

Definisi BPHTB

Berdasarkan pasal 1 angka 41 Undang-Undang (UU) 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, BPHTB adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan. Sedangkan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan.

BPHTB sebelumnya merupakan jenis pajak pusat namun setelah adanya UU No.28/2009 maka merupakan jenis pajak daerah. Hal ini tentunya menjadi salah satu penerimaan daerah untuk percepatan dan pengembangan pertumbuhan ekonomi di daerah.

 

Objek, Subjek dan Tarif

Berdasarkan pasal 85 UU No.28/2009, Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Perolehan tersebut salah satunya adalah penunjukkan pembeli dalam lelang. Subjek dan Wajib Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

Berkenaan dengan hal tersebut maka Pembeli tanah atau tanah dan bangunan baik pribadi atau Badan yang ditunjuk dalam lelang wajib membayar BPHTB. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Namun sesuai dengan pasal 88 UU No.28/2009, Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen).

Besaran pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). NPOPTKP merupakan nilai pengurang NPOP sebelum dikenakan tarif BPHTB. Besaran NPOPTKP ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Namun sesuai pasal 87 ayat 4 UU No.28/2009, Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak.

 

Dasar pengenaan BPHTB dalam lelang

Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak. Untuk transaksi lelang sesuai pasal 87 ayat 2 huruf o UU No.28/2009, Nilai Perolehan Objek Pajak penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang.

 

Berdasarkan hal tersebut diatas maka BPHTB dalam Lelang adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dikenakan kepada Pembeli yang ditunjuk dalam lelang. Namun demikian, tidak hanya pembeli yang dikenai pajak, Penjual sebagai penerima penghasilan juga dikenakan pajak tetapi berupa pajak penghasilan (PPh).

 

Penulis: Suci Wulandari (Kepala Seksi Pelayanan Lelang KPKNL Kendari)


Foto: https://www.yourmortgage.com.au/

Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini