Meningkatnya volume kendaraan setelah pandemi selesai,
membuat berbagai ruas jalanan di ibukota DKI Jakarta menjadi tersendat.
Pemerintah DKI Jakarta menanggapi hal ini berencana menerapkan Electronic Road
Pricing (ERP atau jalan berbayar elektronik).
Sederhananya, dalam sistem ERP ini setiap kendaraan yang
melewati ruas jalan tertentu akan dikenakan biaya atau tarif. Besaran biaya dan
tarif ini nantinya akan tertuang dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)
Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE).
Namun sebelum kita membahas lebih lanjut terkait rencana
penerapan ERP di Jakarta, mari kita mengenal dahulu apa itu ERP dan
penerapannya di negara tetangga, Singapura.
Dalam jurnal bertajuk “Electronic
Road Pricing: Experience and Lessons from Singapore”, Singapura disebut sebagai
negara pertama yang menerapkan sistem pengendalian lalu lintas ERP sejak
sekitar September 1998. Secara konseptual, ERP tidak sama seperti sistem
pengenaan tarif tol. ERP lebih berorientasi untuk mengenakan biaya atau beban
pada pengendara atas kemacetan yang disebabkannya. Sedangkan sistem tol,
pengenaan biayanya buat akses ke jalan khusus.
Dengan orientasi seperti itu,
pada jurnal karangan Menon dan Guttikunda tersebut, ERP biasa disebut juga
dengan “Congestion Pricing” atau biaya kemacetan. Setiap kendaraan yang
melintas di beberapa jalan pada waktu tertentu bakal dikenakan biaya. Jumlah
biaya yang dikenakan bakal berbeda sesuai dengan waktu kepadatan penggunaan
jalan. Jumlah biaya yang dikenakan untuk melintasi jalan pada jam-jam sibuk,
seperti saat kebanyakan orang berangkat kerja atau pulang kerja, bisa lebih
tinggi ketimbang biasanya. Adapun tujuan penerapan biaya kemacetan atau
Congestion Pricing adalah untuk mengurangi kemacetan dengan menekan jumlah
kendaraan di jalan. Adanya biaya itu juga buat mengalihkan pengendara untuk
menggunakan kendaraan umum.
Di Singapura, penerapan ERP
didukung dengan tiga infrastruktur utama. Pertama, perangkat In-vehicle Unit
(IU) yang dipasang di kendaraan pengguna untuk bisa berkomunikasi dengan
gerbang ERP saat melintasi jalan. Biaya melintas bakal dikirim ke IU dan
pengguna bisa membayarnya dengan memindai kartu elektronik (smart card) yang
berisi saldo di perangkat itu. Tiap jenis kendaraan, seperti motor, mobil, atau
bus, punya tipe IU dengan kode warna yang berbeda. Setelah IU, infrastruktur
utama yang kedua adalah gerbang ERP itu sendiri. Gerbang ini dilengkapi dengan
beberapa alat, seperti antena komunikasi, detektor kendaraan, dan kamera
pengawas pelanggaran.
Untuk diketahui, kamera tersebut
berfungsi untuk merekam pelanggaran apabila pengguna yang melintas tidak
membayar biaya. Gerbang ERP berfungsi sebagai jalur komunikasi antara
pengendara dengan Pusat Kontrol (Control Center) Sebagai infrastruktur utama yang
ketiga, Control Center merupakan server yang berfungsi untuk memantau
pengendara, memproses transaksi pembayaran biaya melintas jalan, dan mengatur
periode waktu melintas pada semua gerbang ERP.
Untuk di Jakarta sendiri,
penerapan ERP rencananya diterapkan mulai tahun 2020, namun hingga saat ini
tidak terealisasi. Kini, penerapannya dikejar kembali dengan dipersiapkannya
Raperda PPLE. Dengan jumlah sebanyak 25 ruas jalan yang akan dikenai biaya
melintas, berlaku setiap hari pukul 05.00 hingga 22.00 WIB, mari kita tunggu
bagaimana penerapan ERP di jalanan DKI Jakarta.
Daftar Rujukan
Zulfikar Hardiansyah, Apa Itu
Electronic Road Pricing, Sistem Jalan Berbayar yang Akan Diterapkan di Jakarta, KOMPAS 11 Januari 2023