Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
Peran Pejabat Lelang Dalam Marketing Lelang
Muhamad Rizkiana Gumilang
Selasa, 29 Desember 2020   |   897 kali

Banyak organisasi publik yang masih memandang sebelah mata strategi pemasaran (marketing) dalam memasarkan jasa layanannya sehingga berakibat tujuan organisasi tidak pernah sepenuhnya tercapai. Tentunya hal ini akan merugikan organisasi itu sendiri dan disisi lain masyarakat merasa bahwa organisasi publik memberikan layanannya tidak secara optimal atau setengah hati. 

 

Hal tersebut sangatlah dapat dimengerti mengingat secara sederhana terdapat perbedaan mendasar antara private sector dan public sector. Swasta pada umumnya hanya mencari keuntungan sebesar-besarnya, sedangkan pemerintahan sebaliknya yaitu hanya ingin mencapai efisiensi anggaran. Namun demikian pemerintah haruslah memiliki daya adaptasi secara cepat dan tepat (agile), yaitu dapat menyesuaikan dengan perkembangan jaman dimana di era ini masyarakat lebih maju dari segi pemikiran dan lebih kritis terhadap kinerja pemerintah. Pemerintah dengan anggaran yang terbatas dituntut untuk dapat efisien dan melakukan berbagai terobosan/entrepreneurship antara lain adalah melakukan proses marketing atas layanannya kepada masyarakat. Dengan demikian pemerintah dituntut selain harus menjalankan anggaran dengan efisien, juga menghasilkan pemasukan bagi negara secara optimum yang pada akhirnya akan tercipta good governance government.

 

Tidak dapat dipungkiri bahwa peran lelang selain merupakan metode jual beli yang memenuhi azas-azas yang baik yaitu efisien, efektif, secure, transparan, adil, dan sebagainya, baik lelang dalam rangka eksekusi maupun noneksekusi, maka lelang juga berperan penting dalam menghasilkan pendapatan (revenue) bagi negara dalam bentuk Bea Lelang, PPh Final, BPHTB, dan menghasilkan efek peningkatan secara ekonomi yang hal ini sulit dihitung secara nominal. 

 

Fakta di lapangan, didapati tidak sedikit masyarakat yang belum paham tentang prosedur lelang sehingga enggan untuk ikut lelang. Tidak sedikit pula masyarakat yang merasa kekurangan informasi jadwal lelang sehingga terlambat mengikuti lelang. Di sisi lain terdapat sebagian lagi yang merasa rugi karena tidak mendapatkan informasi yang clear (terdapat fakta yang ditutupi) sementara ia sudah terlanjur ikut lelang sehingga merasa kecewa dan enggan ikut lelang lagi. Kekurangan informasi menjadi kendala dalam masyarakat berpartisipasi memajukan lelang. Bagaimana peran Pejabat Lelang dalam melakukan marketing lelang?.

 

Terkait dengan permasalahan tersebut, maka penting kiranya untuk dilakukan penelitian (research). Dalam hal ini penulis melakukan penelitian secara sederhana dengan metode analisis deskriptif yang hasilnya sebagaimana tertuang dalam artikel ini.

 

Pemasaran dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah marketing. Marketing di dalam Oxford Learner’s Dictionaries diartikan sebagai berikut; “Marketing (noun) is: the activity of presenting, advertising and selling a company’s products or services in the best possible way”.

 

Sedangkan Menurut Kotler (1997), pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Terdapat unsur mendasar pemasaran yaitu: 1) Kebutuhan (needs), 2) Keinginan (wants), 3) Permintaan (demands); 4) Produk (barang, jasa dan gagasan); 5) Nilai, biaya, dan kepuasan; 6) Hubungan dan jaringan; 7) Pasar serta pemasar dan prospek.

 

Tugas pejabat lelang telah diatur dengan tegas  dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94/PMK.06/2019 tentang Pejabat Lelang Kelas I yang mengatur bahwa tugas Pejabat Lelang Kelas I (selanjutnya disebut Pejabat Lelang) antara lain adalah: melakukan kegiatan penelitian kelengkapan dokumen permohonan lelang, Melakukan analisis terhadap legalitas formal subjek dan objek lelang, Melakukan kegiatan penatausahaan persiapan pelaksanaan lelang; Melakukan kegiatan penatausahaan dan penyelenggaraan fisik lelang; Melakukan kegiatan penyusunan/pembuatan minuta dan turunan risalah lelang; Melakukan kegiatan penatausahaan pasca pelaksanaan lelang dan lain sebagainya.

 

Namun ketentuan tersebut hanya sebatas mengatur tugas pokok saja yang pada dasarnya bersifat tugas clerical sebagai pemenuhan tugas administratif belaka. Sedangkan hal lainnya tidak diatur secara tegas dan detail. Namun demikian terdapat ketentuan yang mengatur bahwa Pejabat Lelang Kelas I dapat melakukan hal lainnya jika terdapat alasan (extraordinary reason) yang mendukung bahwa perbuatan lain tersebut sangat diperlukan yaitu perbuatan melakukan pemberian penjelasan yang berkaitan dengan pelaksanaan lelang kepada calon peserta lelang pada saat kegiatan aanwijzing. Namun hal tersebut belumlah cukup dalam memberi ruang bagi Pejabat Lelang dalam melakukan hal lebih (maksimum) demi meningkatkan kinerja organisasi di bidang lelang.

 

Dalam hal ini kiranya Pejabat Lelang tidak segan untuk melakukan hal yang inovatif dalam memajukan lelang, tetapi tidak melanggar normatif. Ia dapat melakukan proses marketing sebagaimana yang didefiniskan di dalam Oxford Learner’s yang mendifinisikan: “Marketing (noun) is: the activity of presenting, advertising and selling a company’s products or services in the best possible way” dengan didasarkan pada unsur-unsur mendasar marketing (Kotler 1997) yaitu: 1) Kebutuhan (needs), 2) Keinginan (wants), 3) Permintaan (demands); 4) Produk (barang, jasa dan gagasan); 5) Nilai, biaya, dan kepuasan; 6) Hubungan dan jaringan; 7) Pasar serta pemasar dan prospek.

 

Lalu proses marketing yang dapat dilakukan oleh Pejabat Lelang meliputi apa saja?. Proses marketing yang mungkin dilakukan antara lain meliputi: 1) Pemberian informasi terkait objek lelang, jadwal pelaksanaan lelang, cara mengikuti lelang; 2) Pemberian informasi kasus hukum terkait subjek/objek lelang; 3) Pemberian informasi terkait penjual; 4) Pemberian informasi terkait pemilik ojek lelang/debitur/tereksekusi; 5) Pemberian informasi terkait pasca lelang, 6) Pemberian informasi/konsutansi hukum lelang kepada para peminat lelang, dan hal penting lainnya.

 

Secara teknis cara yang mungkin dapat digunakan antara lain adalah memberikan informasi secara langsung kepada masyarakat yang datang ke kantor pelayanan lelang, melalui telepon, e-mail, whatsapp, dan media sosial lainnya, pada waktu dan tempat formal maupun informal.

 

Terkait dengan proses pemberian infromasi dalam proses marketing yang dapat dilakukan oleh Pejabat Lelang, hal tersebut tidaklah bertentangan dengan ketentuan terkait Keterbukaan Informasi Publik dan Daftar Informasi Yang Dikecualikan. Hal ini dapat dipahami karena Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik diciptakan dengan tujuan antara lain untuk meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas, bukan untuk menutupi suatu informasi yang seharusnya dapat dikases oleh publik.

 

Bagaimana dengan superintendensi / auditor baik pengawas internal maupun eksternal? Apakah hal tersebut tidak melanggar kode etik? Apakah hal tersebut tidak menimbulkan KKN atapun menimbulkan prasangka buruk kepada Pejabat Lelang. Jawaban yang tepat adalah profesionalsme dan integritas. Sepanjang dilakukan secara professional dan berintegritas maka hal tersebut akan terbukti (proved) sebaliknya. Tentunya dengan dukungan dari internal organisasi antara lain organisasi profesi Pejabat Lelang yang bertugas menetapkan dan mengakan kode etik profesi.

 

Untuk mencapai kinerja yang baik antara lain tercapai target frekuensi lelang, tercapai target penerimaan Negara dari lelang, tercapai misi organisasi melalui lelang, maka sagatlah penting dilakukan terobosan dengan cara melakukan proses marketing lelang dimaksud. Seberapa penting proses marketing sebagai alat untuk mecapai misi organisasi, maka Harvard Business Review dalam edisi May-June 2020 menerbitkan jurnal yang berjudul “Marketing Meets Mission” yang ditulis oleh Myriam Sidibe yang pada intinya menyimpulkan bahwa 5 (lima) hal yang wajib dimiliki untuk mencapai misi organisasi melalui pemasaran adalah: 1) Inspiring individuals to change behavior; 2) Winning internal backing; 3) measuring performance at multiple levels; 4) partnering with governments, NGOs, and other firms; and 5) Sparking a broader movement.


Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai misi organisasi DJKN cq. Kemenketerian Keuangan melalui lelang, maka peran Pejabat Lelang dalam marketing lelang sangatlah penting. Untuk itu haruslah terpenuhi 5 platforms penting yaitu: 1) Pejabat Lelang harus dapat menjadi panutan bagi stakeholders sehingga ia dituntut untuk memberikan informasi secara profesional, jujur, dan berintegritas; 2) Proses marketing yang dilakukan oleh Pejabat Lelang harus mendapat dukungan yang kuat dari internal organisasi; 3) Hasil dari proses marketing yang dilakukan oleh Pejabat Lelang harus dapat diukur dengan parameter tertentu seperti berapa frekuensi lelang yang laku terjual? Berapa nominal bea lelangnya yang berhasil dipungut?; 4) Pejabat Lelang harus dapat menjaga hubungan baik (proporsional) dengan stakeholders yaitu Penjual/Pembeli bahkan dengan pihak tereksekusi jika jenis lelangnya adalah eksekusi; 5) Pejabat Lelang harus dapat melakukan tindakan lain dengan cepat dan tepat (agile) misalnya dapat memberikan informasi / memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh stakeholders kapan saja dan dimana saja tidak terbatas hari dan jam kerja.



(Penulis: Risman, S.H., M.Ak., KPKNL Jakarta III)


Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini