Viral. Satu kata yang mungkin saat ini seringkali kita dengar di berbagai media sosial. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), viral memiliki arti yang berkaitan dengan virus, atau menyebar luas dan cepat seperti virus. Istilah ini awalnya merupakan istilah dalam Bahasa Inggris yang kemudian diserap ke dalam Bahasa Indonesia. Kata “viral” menggambarkan suatu peristiwa yang diunggah ke media sosial dan memiliki daya tarik tertentu, sehingga memicu pengguna media sosial untuk membagikan kembali unggahan tersebut ke khalayak luas. Publik seakan berlomba-lomba untuk menjadi sesuatu yang “viral” karena popularitas untuk mendulang perhatian bahkan dapat mendulang pada nilai nominal. Hal yang nampak biasa saja, kini bisa dengan mudah menjadi sesuatu yang viral di media sosial.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tidak dapat dipungkiri telah menjadikan media sosial sebagai salah satu wadah untuk bertukar pesan dan informasi. Hingga tahun 2022 riset dari Data Reportal menunjukkan bahwa jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapai 191,4 juta pada Januari 2022. Angka ini meningkat 21 juta atau 12,6 persen dari tahun 2021. Jangkauan dan keterbukaan publik terhadap media sosial memudahkan konektivitas antar penggunanya untuk saling membagikan informasi yang silih berganti di media sosial. Maka dari itu, tidak sedikit brand yang menggunakan media sosial sebagai alat promosi mereka dalam menjangkau audiens yang luas.
Namun, bagaimana kemudian bagi suatu brand untuk dapat mencapai brand awareness dan reputasi yang baik melalui media sosial? apakah dengan viralitas suatu brand dapat mencapai hal tersebut? Apakah viralitas suatu brand dibentuk dengan menyusun strateginya dengan sedemikian rupa di balik layar atau hanya mengandalkan suatu peruntungan?
Pada beberapa waktu lalu, sempat viral siaran langsung pada salah satu media sosial populer yang menayangkan penjual brand pakaian hewan yang menjadikan hewan peliharaannya yang lucu sebagai model untuk pakaian hewan. Pengguna media sosial pun tertarik dan mulai membagikan ulang video tersebut ke media sosial mereka, bahkan pada sampai akhirnya menjadi topik pemberitaan di media massa. Dampak yang dihasilkan dari viralitas brand tersebut berhasil memperkenalkan brand tersebut ke audiens yang luas bahkan bisa sampai mancanegara.
Selain itu, fenomena viral lain dapat dilihat dari salah satu penjual risol yang membagikan kisahnya sehari-hari berjualan risol dengan keterbatasannya yang mengalami penyakit serius. Pengguna media sosial lain pun tertarik dengan kisah tersebut dan mulai membagikan pendapat mereka terkait fenomena tersebut. Dampak yang dihasilkan dari fenomena viral ini adalah risol yang dijual menjadi laku, bahkan mendapat ulasan baik secara cuma-cuma dari influencer yang menyatakan bahwa rasanya tersebut enak. Dapat dilihat bahwa viralitas yang dialami oleh penjual risol tersebut berhasil membawa produk jualannya jadi naik daun dan dikenal oleh banyak orang.
Dalam hal ini, viralitas dari suatu brand di media sosial, baik yang direncanakan maupun tidak direncanakan dapat membentuk brand awareness bagi brand tersebut. Pengguna media sosial dapat saling berinteraksi membagikan pendapat mereka yang dapat mengarah kepada citra brand yang baik atau buruk, tergantung pandangan masing-masing para pengguna media sosial. Maka dari itu, pengemasan informasi ini lah yang harus diperhatikan agar informasi yang disampaikan dapat mudah dipahami oleh pengguna media sosial.
Selain itu, Viralitas sebuah brand yang maksimal dapat sekaligus menerapkan teknik promosi melalui soft selling, dimana pengguna media sosial akan dibuat penasaran kemudian mencari tahu lebih mengenai brand tersebut, dan pada akhirnya tergerak untuk membelinya. Sehingga dapat menekan biaya promosi yang biasanya memakan biaya paling banyak. Hal ini lah yang dapat menjadi peluang bagi brand agar menciptakan strategi kelanjutan atas viralitas yang terjadi dan mengarah pada peningkatan penjualan.
Pada akhirnya, Viralitas
bagaikan dua belah mata pisau,di satu sisi dapat membawa citra brand perusahaan menjadi lebih baik,
atau malah menjadikan citra brand
perusahaan menjadi buruk di mata publik. Maka dari itu, dengan keterbatasan
durasi waktu viralitas karena pada saat yang bersamaan dapat muncul bentuk
viralitas yang baru di media sosial, brand
dapat mempersiapkan strategi dalam
memaksimalkan momentum tersebut sehingga dapat mencapai profit dari
fenomena viralitas yang telah terjadi, tentunya dengan menciptakan viralitas
yang menjadi pretasi bukan hanya sekedar sensasi.
Penulis : Jihan Afizha