Jl. Lapangan Banteng Timur No.2-4, Jakarta Pusat
 1 50-991    ID | EN      Login Pegawai
 
KPKNL Cirebon > Artikel
Pandangan Fikih Muamalah Dalam Praktek Bai’ Al-Muzayyadah (Lelang)
Rohman Juani
Selasa, 15 November 2022   |   17086 kali

Jual beli merupakan akad terpenting dalam kehidupan manusia, dalam hal ini kita memerlukan jual beli sebagai kebutuhan sandang pangan sehari - hari. Pentingnya suatu akad jual beli, maka terdapat suatu cara tertentu agar di antara orang - orang itu rela memberikan barang yang menjadi kebutuhannya melalui pertukaran harta yang kemudian disebut sebagai jual beli. Kegiatan jual beli sudah ada sejak zaman Rasulullah Muhammad SAW sampai sekarang, jual beli mengalami perkembangan seiring pemikiran dan pemenuhan kebutuhan manusia. Jual beli yang ada di masyarakat diantaranya :

a)     Jual beli barter (tukar menukar barang dengan barang)

b)     Money changer (pertukaran mata uang)

c)     Jual beli kontan (langsung dibayar tunai)

d)     Jual beli dengan cara mengangsur (kredit)

e)     Jual beli dengan cara lelang (ditawarkan kepada masyarakat umum untuk mendapatkan harga tertinggi).

Menurut Muhammad bin Ismail al - Kahlani di dalam kitabnya Subul al - Salam, menjelaskan definisi jual beli sebagai berikut :



Artinya : Sesuatu pemilikan harta dengan harta dan syari-at dengan mensyari-atkan dan saling rela.

Berdasarkan pendapat dari ulama dalam kitabnya yaitu jual beli sebagai proses tukar menukar barang oleh penjual dengan pembeli yang dilakukan dengan cara - cara tertentu seperti menyatakan kepemilikan untuk selamanya dan didasari atas saling merelakan sehingga tidak ada unsur keterpaksaan.

Dasar hukum jual beli terdapat 4 macam, diantaranya yaitu :

1)     Mubah (boleh), merupakan hukum asal jual beli

2)     Wajib, apabila penjual merupakan keharusan (misalnya menjual barang untuk membayar hutang)

3)     Sunah, misalnya menjual barang kepada sahabat atau orang yang sangat memerlukan barang yang dijual

4)     Haram, misalnya menjual barang yang dilarang untuk diperjualbelikan (menjual barang untuk maksiat, jual beli untuk menyakiti seseorang, jual beli untuk merusak harga pasar, dan jual beli dengan tujuan merusak ketentraman masyarakat).

Salah satu kegiatan bermuamalah yaitu jual beli antar sesama manusia dengan beberapa cara melakukan prakteknya salah satunya dalam kitab - kitab fikih atau hadis, jual beli lelang biasanya disebut bai al - muzayadah (adanya penambahan). Syariat islam membolehkan jual beli barang/jasa yang halal dengan cara lelang, kegiatan jual beli ini dilakukan di hadapan umum dengan cara si pembeli bersaing untuk saling menambah harga dari yang sudah ditawarkan oleh penjual sampai tidak ada yang sanggup untuk menambah harga lagi, sehingga barang tersebut diberikan kepada si pembeli yang telah menawar dengan harga yang paling tinggi.

Menurut Jumhur ulama dalam sistem jual beli lelang itu dibolehkan, selama benar - benar seperti yang terjadi dimasa Rasulullah SAW dan tidak menyimpang dari syariat Islam yaitu tidak adanya penipuan, kecurangan maupun dengan trik-trik yang dilarang dalam menjalankan jual beli dengan cara lelang. Hukum jual beli dengan cara lelang menurut al-Kasni dan Ibn Human, seorang ulama dari Mazhab Hanafi mengatakan jual beli lelang (al- muzayadah) tidak dilarang karena Rasulullah SAW secara pribadi mempraktikkan hal tersebut. Kegiatan usaha itu tentu saja diniatkan dalam rangka mencari karunia Allah berupa rezeki yang halal, melalui berbagai bentuk transaksi saling menguntungkan yang berlaku dimasyarakat tanpa melanggar ataupun merampas hak-hak orang lain secara tidak sah.

Menurut Hendi Suhendi, dasar hukum bai muzayyadah dalam Islam diperbolehkan karena dijelaskan dalam satu hadis berikut:



Artinya: Bercerita kepada kita Muhammad bin Ismail al-Saigh, Ruh bin Ubaidah menceritakannya, berkata: bercerita kepada kita al-Ahdar bin Ajlan at-Taimi bahwa sesungguhnya dia mendengar guru dari Bani Hanafiyah yang disebut Abu Bakar meriwayatkan dari Anas bin Malik R.A. Rasulullah SAW berkata: Siapa yang mau membeli kain dan mangkok ini? Maka seorang lelaki menjawab: Wahai Nabi Allah, saya mau mengambilnya senilai satu dirham, maka Nabi Muhammad SAW berkata: siapa yang mau menambah di atas satu dirham, maka orang laki-laki tersebut berkata: Saya mau mengambilnya wahai Nabi Allah senilai dua dirham, Nabi berkata: Ini buat kamu. (HR. Tirmidzi).

Pada hadis tersebut jual beli dengan praktik lelang atau muzayyadah dalam hukum islam adalah boleh (mubah), dan Ibnu Abdi Dar berkata dalam Subulussalam Sesungguhnya tidak haram menjual barang kepada orang dengan adanya penambahan harga (lelang), dengan kesepakatan di antara semua pihak. Jumhur ulama menetapkan empat rukun jual beli, yaitu para pihak yang bertransaksi (penjual dan pembali), sighat (lafal ijab dan kabul), barang yang diperjual belikan, dan nilai tukar barang pengganti barang. Maka dalam transaksi lelang rukun dan syarat - syarat nya dapat diapikasikan dengan panduan dan kriteria umum sebagai pedoman pokok, diantaranya yaitu :

1)     Transaksi dilakukan oleh orang yang cakap hukum atas dasar saling rela (an taradhin)

2)     Objek lelang harus halal dan bermanfaat

3)     Kepemilikan/ kuasa penuh pada barang yang dijual

4)     Kejelasan dan transparansi barang yang dilelang tanpa adanya manipulasi

5)     Kesanggupan penyerahan barang dari penjual

6)     Kejelasan dan kepastian harga yang disepakati tanpa berpotensi menimbulkan perselisihan

7)     Tidak menggunakan cara yang menjurus kepada kolusi dan suap untuk memenangkan tawaran.

Jual beli dengan sistem lelang belakangan ini juga memanfaatkan kemajuan teknologi sebagai sarana untuk melakukan transaksi, lelang yang biasanya dilakukan secara tatap muka dan dalam satu majelis kini dapat dilakukan dengan sistem elektronik seperti e - commerce yang dilakukan secara online. Pesatnya perkembangan teknologi informasi membawa perubahan pada berbagai sisi kehidupan, sudah banyaknya infrastruktur yang mendukung seperti pembayaran online menggunakan credit card, transfer dana yang semakin mudah dan cepat menyebabkan banyak pelaku usaha beralih dari lelang biasa (konvensional) ke lelang dengan menggunakan internet.

Menurut Tim Penyusun Rancangan Undang - Undang Lelang Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, dalam pelaksanaan lelang terdapat pula unsur - unsur lelang diantaranya :

1)     Cara penjualan barang

2)     Terbuka untuk umum

3)     Penawaran dilakukan secara kompetisi

4)     Pengumuman lelang dan atau adanya upaya mengumpulkan peminat

5)     Cara penjualan barang yang memenuhi unsur - unsur tersebut diatas harus dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat lelang.

Pelaksanaan lelang konvensional mempunyai rangkaian dan tahap pelaksanaan, diantaranya pada lelang konvensional peserta lelang harus datang pada saat pelaksanaan lelang karena penawaran harga tanpa kehadiran peserta lelang mengakibatkan tidak diperlukannya lagi tempat yang harus disediakan oleh penyelenggara lelang untuk melakukan penawaran harga. Dalam lelang konvensional dimana para peserta saling bertemu dan saat sedang berlangsung para peserta saling mengajukan penawaran dari penawaran bilangan tertentu sampai penawaran yang lebih tinggi. Sehingga bagi peserta yang menawarkan harga tertinggi dengan tidak adanya penawaran lagi dari peserta lain, maka dapat memenangkan lelang tersebut.

Pelaksanaan lelang secara online dilakukan dengan penawaran secara tertulis tanpa kehadiran peserta lelang melalui email atau internet, lelang dengan sistem online lebih ekonomis dan efisien karena tidak memerlukan tempat dan dapat dilakukan dimana saja dengan jaringan internet. Penjualan dalam sistem online ini dilakukan dengan closed bidding, sehingga antar peserta tidak mengetahui masing - masing penawaran yang dituliskan dan harga tertinggi akan diketahui setelah lelang berakhir.

Harapannya semoga kegiatan jual beli dengan praktik lelang dapat dilakukan sesuai dengan syariat islam yang memenuhi persyaratan - persyaratan, rukun - rukun, tidak adanya penipuan, kecurangan maupun dengan trik-trik yang dilarang dalam menjalankan jual beli dengan cara lelang. (Meris Salviani - IAIN Syekh Nurjati Cirebon).

Referensi :

Pratiwi, E. (2019). Mekanisme Lelang Dan Penetapan Harga Lelang Barang Sitaan Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kejaksaan Negeri Salatiga) (Doctoral Dissertation, Iain Salatiga).

Putra, B. M. F. A., Hidayat, A. R., & Epriyanti, N. (2020). Tinjauan Fikih Muamalah Dalam Praktek Ba’i Al-Muzayyadah (Lelang) Dalam E-Commerce. Prosiding Hukum Ekonomi Syariah6(2), 373-376.

Hesty, Anggina Sari. Injauan Hukum Islam Tentang Lelang Sapi Melalui E Auction (Studi Di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang Metro). Diss. Uin Raden Intan Lampung, 2021.

Masitah, S. Tinjauan Hukum Tentang Pemanfaatan Barang Lelang (Studi Perbandingan Pegadaian Syariah Dan Konvensional). 


Disclaimer
Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.
Foto Terkait Artikel
Peta Situs | Email Kemenkeu | Prasyarat | Wise | LPSE | Hubungi Kami | Oppini