Terminal adalah pangkalan kendaran bermotor umum yang digunakan untuk
mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau
barang, serta perpindahan moda angkutan (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
132 Tahun 2015). Pada
dasarnya terminal memiliki peran yang cukup sentral dalam pengelolaan tata
kota, mengingat fasilitas
tersebut berpengaruh pada kelancaran arus lalu lintas serta dapat pula menjadi
suatu pusat aktifitas pada daerah tertentu. Setidaknya
terdapat 3 (tiga) unsur terkait yang membutuhkan keberadaan terminal yaitu :
1. Penumpang
Bagi
penumpang, terminal dapat memberikan kenyamanan dalam menunggu, kenyamanan
dalam perpindahan moda transportas, serta tersedianya fasilitas-fasilitas dan
informasi (pelataran, teluk, ruang tunggu, papan informasi, toilet, kios-kios,
loket, fasilitas parkir kendaraan pribadi dan lain-lain)
2. Pemerintah
Bagi
pemerintah, terminal berfungsi untuk mendukung perencanaan dan manajemen lalu
lintas, menata lalu lintas dan menghindari kemacetan, sebagai pemungutan retribusi
dan sebagai pengendali arus angkutan umum
3. Operator
angkutan umum
Untuk
operator angkutan umum, terminal berfungsi untuk pengaturan pelayanan operasi
angkutan umum, penyediaan fasilitas istirahat dan informasi bagi awak angkutan
umum dan fasilitas pangkalan.
Mengingat fungsi
terminal yang cukup strategis, sesuai peraturan Menteri Perhubungan nomor 132
Tahun 2015,
terminal secara teknis dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) tipe sesuai dengan
kewenangan pengelolaan serta pembuat kebijakan atas trayeknya. Tipe tipe
terminal penumpang dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Terminal
penumpang tipe A
Terminal
yang memiliki peran utama melayani kendaraan umum untuk angkutan lintas batas
negara dan/atau angkutan antarkota antarprovinsi yang dipadukan dengan
pelayanan angkutan antarkota dalam provinsi, angkutan perkotaan, dan/atau
angkutan perdesaan. Trayek, simpul dan lokasinya ditentukan oleh menteri.
2. Terminal
penumpang tipe B
Merupakan
terminal yang peran utamanya melayani kendaraan umum untuk angkutan antarkota
dalam provinsi yang dipadukan dengan pelayanan angkutan perkotaan dan/atau
angkutan perdesaan. Trayek, simpul dan lokasinya ditentukan oleh Gubernur.
3. Terminal
penumpang tipe C
Terminal
yang melayani kendaraan umum untuk angkutan perkotaan atau perdesaan. Trayek,
simpul dan lokasinya ditentukan oleh Walikota / Bupati.
Kemudian dari sisi
properti, berdasarkan tipe-tipe terminal tersebut, kepemilikan terminal dapat dikategorikan sebagai Barang Milik Negara
(BMN) yang dikelola oleh Kementerian Perhubungan untuk terminal tipe A, dan
Barang Milik Daerah (BMD) untuk terminal tipe B dan tipe C yang dikelola oleh
Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten melalui Dinas Perhubungan.
Pada bulan Agustus 2022 KPKNL Cirebon
berkesempatan untuk turut berpartisipasi dalam menunjang pengelolaan BMN dan
BMD berupa terminal penumpang yang berlokasi di Kabupaten Kuningan dan
Kabupaten Majalengka. KPKNL Cirebon memberikan layanan penilaian untuk
pemanfaatan sisi komersial dari terminal yang berupa kios-kios yang merupakan
fasilitas penunjang dari terminal tersebut. Hal ini merupakan salah satu bentuk
usaha dari pengelola guna optimalisasi BMN dan BMD dalam memberikan layanan sekaligus
memberikan kontribusi kepada pemerintah melalui PNBP yang dihasilkan. Jenis
pemanfaatan area komersial berupa kios pada terminal yang kami survey adalah
pemanfaatan dalam bentuk sewa.
Kondisi umum Area
Komersial pada Terminal Angkutan Darat
Berdasarkan
pengamatan kami, area komersial yang berada di lingkungan terminal memang masih
belum dimanfaatkan secara maksimal. Hal tersebut dapat disebabkan karena beberapa faktor. Adapun
beberapa kondisi di lapangan
terkait area komersial di terminal
antara lain sebagai berikut :
a. Kondisi
di dalam terminal sepi
Berdasarkan
pengamatan kami pada terminal baik untuk Tipe A maupun tipe C, kondisinya saat
ini tidak terlalu ramai. Fungsi terminal sebagai pangkalan angkutan kurang
optimal karena tidak sedikit angkutan umum yang “hanya lewat”, tidak menaikkan
atau menurunkan penumpang di dalam terminal. Selain dari sisi angkutan yang
menurunkan atau menaikkan penumpang tidak di terminal, dari sisi penumpang juga
merasa lebih nyaman untuk menunggu atau turun dari angkutan di tengah
perjalanan (tidak di terminal).
Walaupun
demikian terdapat juga terminal yang terlihat masih cukup ramai, akan tetapi
bukan karena aktifitas turun naik penumpang semata, tetapi lebih dikarenakan
posisi terminal tersebut yang bersebelahan dengan pasar tradisional atau pusat
aktifitas ekonomi. Sebagai contoh terminal di Majalengka yang berada persis di
depan pasar tradisional, terlihat cukup ramai oleh aktifitas masyarakat yang
mengunjungi pasar dan sebagian kecil yang menunggu angkutan umum. Dari sisi
transportasi pergantian moda transportasi tidak dilaksanakan di dalam terminal
akan tetapi di jalan-jalan atau di depan terminalnya. Sehingga walau secara
pengamatan cukup ramai, akan tetapi untuk pemanfaatan area komersialnya cukup
terbatas karena potensi pembeli pada area komersial tersebut juga terbatas dan
lebih banyak yang cenderung untuk membeli langsung di pasar tradisional. Bahkan
area parkir kendaraan umum cukup banyak digunakan untuk parkir oleh kendaraan
pribadi yang mengunjungi pasar tradisionalnya.
b. Tingkat
kekosongan kios cukup tinggi.
Sepinya
pengunjung terminal tentu berimbas pada kurangnya potensi pasar pada area
komersial di terminal. Tenant pengisi kios tentu dapat memperhitungkan
sendiri kondisi tersebut dari kondisi pengunjung terminal sehari-harinya.
Tingkat kekosongan yang tinggi ini dapat dilihat misalnya pada Terminal Tipe A
yang dikelola BPTD dari 52 kios yang tersedia, hanya terisi 30% oleh tenant.
Kios yang masih memiliki potensi antara lain adalah kios yang dapat langsung
terlihat dari jalan utama, serta kios yang terdapat pada parkir angkutan umum
yang akan berangkat. Salah satu contoh lain adalah terminal tipe C yang
dikelola oleh pemerintah Kabupaten Majalengka, dari 7 kios yang tersedia, hanya
terisi 2 kios, sementara 5 kios lainnya kosong.
c. Kondisi
bangunan di area komersial kurang terawat.
Selain
menyediakan layanan perhubungan darat, terminal juga merupakan salah satu
sumber pendapatan bagi pengelola, baik berupa retribusi dari masing-masing
pengelola angkutan umum maupun PNBP dari area komersial yang dapat disewakan. Namun
seiring dengan kondisi terminal yang kurang ramai, berimbas pada pendapatan
yang terbatas, maka keputusan investasi untuk perawatan dan/atau pembangunan
ulang Gedung terminal menjadi pilihan yang sulit. Alhasil, kondisi terminal
salah satunya area komersial, kondisinya kurang terawat. Untuk terminal tipe C
yang dikelola oleh Pemkab Majalengka misalnya, rata-rata merupakan bangunan
yang didirikan tahun 1970-an dan hingga saat ini belum pernah direnovasi. Hany ada
perawatan ringan saja. Kondisi bangunan yang kurang terawat tersebut juga tentu
berpengaruh pada tenant yang berniat menyewa kios tersebut.
Opsi Pemanfaatan
Area Komersial pada Terminal Angkutan Darat
Pemanfaatan
area komersial terminal saat ini lebih didominasi dengan sewa. Pada dasarna opsi
pemanfaatan jenis lainnya masih dapat dipertimbangkan untuk dapat dilakukan, misalnya saja melalui
mekanisme KSP, atau BGS. Sesuai PMP Nomor 132 Tahun 2015 pembangunan terminal
penumpang merupakan tanggungjawab Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah,
akan tetapi proses pembangunannya dapat dikerjasamakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang ada. Secara umum dalam mekanisme pengelolaan BMN/D
terdapat paling tidak 3 (tiga) dari 5 (lima) opsi pemanfaatan yang dapat
dilakukan untuk area komersial pada terminal angkutan darat yaitu :
1.
Sewa
Mekanisme ini
adalah mekanisme yang umum dipakai untuk pemanfaatan khususnya pada area
komersial pada terminal yang berupa kios. Dimana pihak ketiga menempati area
komersial kemudian membayar kompensasi berupa uang sewa kepada pengelola terminal.
Mekanisme yang digunakan saat ini oleh pengelola terminal yang kami survey di
Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka juga menggunakan mekanisme ini. Dimana
pihak pengelola terminal, dengan persetujuan pengelola barang menyewakan kios kepada
pihak ketiga. Pihak ketiga tersebut umumnya pedagang maupun agen bus yang
menyewa kios secara satuan per kios. Pihak ketiga disini memiliki posisi langsung
sebagai lease interest/leasehold. Melalui mekanisme ini, pihak pengelola
terminal tentu dihadapkan pada resiko seperti kekosongan kios maupun resiko penyewa
kios yang tidak dapat membayar sewa.
2.
Kerja sama pemanfaatan
Kerjasama pemanfaatan
adalah Pemanfaatan BMN oleh Pihak Lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka
peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya. Melalui
mekanisme ini pihak pengelola terminal dapat bekerjasama dengan pihak lain
untuk menata dan mengelola area komersial. Pihak ketiga menyewa seluruh area
komersial atau yang sudah ditentukan, kemudian melakukan penataan dan
pengelolaan sedemikian rupa agar area komersial tersebut lebih menarik. Selanjutnya
dapat disewakan lagi ke tenant yang hendak mengisi. Sehingga penyewa
kios nantinya berada pada posisi sublease interest/subleasehold. dari
sisi pengelolaan, pendepatan yang dihasilkan dari pemanfaatan area komersial
secara total mungkin tidak sebesar sewa langsung kepada pihak pedagang/tenant
pengisi kios, akan tetapi risiko
kekosongan tenant dan resiko sewa tidak terbayar beralih pada pihak
ketiga pengelola area komersial tersebut. Mekanisme tersebut memang masih
jarang dilakukan pada terminal angkutan darat.
3.
Bangun Guna Serah (BGS) atau Bangun Serah Guna (BSG)
Mekanisme BGS atau
BSG pemerintah dapat menyediakan infrastruktur terminal dengan Kerjasama dengan
pihak ketiga. Walaupun demikian, diperlukan proyeksi yang matang agar Kerjasama
tersebut dapat berjalan sesuai dengan tujuan awal yang diinginkan. Akan tetapi
dari sisi komersial opsi ini dinilai kurang menarik, mengingat sumber
pendapatan yang dapat dikelola hanya terbatas pada area komersial berupa kios
yang pada dasarnya merupakan fasilitas penjunjang dan merupakan sebagian kecil
dari keseluruhan bangunan terminal. Fasilitas lain seperti lalu lintas angkutan
dan retribusi tentunya merupakan kewenangan dari pengelola terminal.
Faktor Kunci Optimalisasi
Area Komersial pada Terminal Angkutan Darat
Dalam
memaksimalkan area komersial pada terminal angkutan darat, tentu tidak lepas
dari bagaimana pengelolaan terminal angkutan darat tersebut dilakukan. Peraturan
terkait petunjuk teknis dan standar minimum pelayanan telah diterbitkan oleh
Kementerian Perhubungan. Namun damikian, guna memaksimalkan potensi area komersial
diperlukan juga optimalisasi dari fungsi terminal itu sendiri agar dapat
mengasilkan trafik pengunjung yang pada akhirnya akan membuat area komersial
menjadi menarik. Beberapa
langkah yang dapat menjadi alternatif antara lain :
Ø Revitalisasi
fungsi terminal
Salah
satu cara untuk memaksimalkan area komersial sekaligus optimalisasi terminal
memang dengan mengembalikan fungsi utama terminal itu sendiri yaitu sebagai
pangkalan angkutan kendaraan, yaitu dengan menegakkan peraturan-peraturan dalam
hubungannya dengan perhubungan darat agar proses naik turun penumpang serta
pemberhentian kendaraan hanya dilakukan di terminal. Disamping menjaga
ketertiban kenyamanan dan keselamatan penumpang, revitalisasi terminal dapat
memberikan tambahan pendapatan pada pengelola melalui retribusi yang di pungut
serta PNBP dari meningkatnya aktifitas ekonomi di area komersial.
Ø Mengintegrasikan
terminal dengan pusat bisnis atau pusat layanan pemerintahan
Salah
satu alternatif untuk dapat meningkatkan potensi pasar untuk area komersial di
terminal, adalah dengan meingkatkan traffic pada terminal tersebut.
Menggabungkan terminal dengan pusat layanan bisnis atau pemerintahan juga
diharapkan dapat menarik minat masyarakat untuk menggunakan terminal sebagai
tempat pemberhentian alih-alih berhenti dijalan. Masyarakat dapat dengan mudah
mengakses pusat layanan tersebut sekaligus memanfaatkan fasilitas perhubungan
darat berupa terminal. Pusat layanan yang dimaksud dapat berupa pusat layanan pemerintahan
misalnya mall pelayanan publik yang terintegrasi dengan SAMSAT maupun
pusat-pusat pelayanan publik lainnya. Selain pusat layanan pemerintahan, pusat
layanan bisnis juga bisa menjadi alternatif, misalnya co-working space atau pusat
grosir. Pusat layanan pemerintahan maupun bisnis merupakan semacam anchor
tenant bagi terminal itu sendiri dan tentunya berimbas pada area komersial.
Namun demikian perlu dipertimbangkan matang-matang pengaturan arus lalu lintas
dan ketersediaan lahan parkir serta fasilitas pendukung agar pusat keramaian
tersebut tidak menyebabkan gangguan pada layanan utama terminal sebagai
pangkalan angkutan umum.
Ø Rebranding
image terminal
Image
terminal yang kurang terawat dan penuh sesak dengan penumpang, serta cukup
rawan atas terjadinya aksi kejahatan seperti pencopetan atau pemalakan masih
menjadi salah satu faktor utama kenapa masyarakat enggan untuk memasuki area dalam terminal.
Masyarakat memilih turun di depan atau di jalan, selain lebih dekat dari rumah,
mereka merasa lebih aman dari potensi kejahatan.
Revitalisasi
terminal perlu diimbangi dengan kapasitas
penanganan yang sesuai agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti di
atas. Hal ini juga perlu dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat pengguna
maupun calon pengguna bahwa kondisi terminal yang akan direvitalisasi nantinya
sudah jauh berbeda dan sudah memperhatikan dengan baik aspek-aspek keamanan dan
kenyamanan bagi penumpang.
Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa optimalisasi aset komersial pada
terminal angkutan darat pada dasarnya sangat bergantung pada bagaimana
pengelolaan fasilitas terminal tersebut. Lebih lanjut pengelolaan fasilitas terminal
tersebut juga tidak lepas dari peran serta berbagai pihak baik dari sisi
pengambil kebijakan guna menertibkan alur perhubungan darat dan maksimalisasi fungsi
terminal, serta tidak lepas dari peran serta masyarakat pengguna terminal agar
dapat memanfaatkan fasilitas yang telah tersedia.
Guna memperoleh
kesimpulan yang memadai tentu diperlukan analisis yang lebih komprehensif. Tulisan
ini kami maksudkan untuk salah satunya membuka diskusi terkait bagaimana optimalisasi
area komersial pada terminal angkutan darat dapat dilakukan, serta sebagai
dukungan untuk optimalisasi terminal angkutan darat mengingat pentingnya
fasilitas tersebut. Lebih lanjut fasilitas terminal angkutan angkutan darat
adalah juga BMN atau BMD milik masyarakat yang perlu kita jaga dan maksimalkan
manfaatnya bagi kepentingan bersama.