Menurut Simpson,
tanah tidak bergerak sehingga secara fisik tidak dapat diserahkan /
dipindahkan. Selain itu, tanah juga bersifat abadi. Tanah tidak dapat diubah
dalam tingkatnya sebagai bagian dari bumi itu sendiri, juga tidak dapat
ditambah atau dikurangi atau dirusakkan sebagaimana halnya dengan bentuk -
bentuk kekayaan yang lain.
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia definisi tanah adalah Permukaan bumi atau lapisan bumi
atas sekali; keadaan bumi disuatu tempat; permukaan bumi yang diberi batas;
bahan - bahan dari bumi; bumi sebagai bahan sesuatu (pasir, batu, napal dan
sebagainya). Dalam hukum disebutkan juga kata tanah, tanah dalam arti yuridis
adalah sebagai suatu pengertian yang telah diberikan batasan resmi oleh
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dengan demikian, pengertian tanah dalam arti
yuridis adalah “ Permukaan bumi”.
Menurut
Soeryanegara, Tanah adalah Sumber daya alam yang mempunyai peranan dalam
berbagai segi kehidupan manusia, yaitu sebagai tempat dan ruang untuk hidup dan
berusaha, untuk mendukung vegetasi alam yang manfaatnya sangat diperlukan oleh
manusia dan sebagai wadah bahan mineral, logam, bahan bakar, fosil dan
sebagainya untuk keperluan manusia (Soemadi 1994).
Konsepsi tanah
menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pasal 4 adalah permukaan bumi yang
kewenangan penggunaannya meliputi tubuh bumi, air dan ruang yang ada diatasnya.
Dalam pengertian ini tanah meliputi tanah yang sudah ada sesuatu hak yang ada
diatasnya maupun yang dilekati sesuatu hak menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku (Petunjuk Teknis Direktorat Survei dan Potensi Tanah, Deputi
Survei, Pengukuran dan pemetaan BPN RI, 2007 : 6).
Dalam kegiatan
penilaian khususnya penilaian properti berupa tanah, seorang penilai perlu
memahami kondisi atau faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai tanah yang
akan dinilai. Secara umum faktor-faktor tersebut didapat dari proses pendidikan
dan pelatihan yang diikuti penilai, referensi penilaian properti serta petunjuk
teknis yang telah ditetapkan oleh instansi pembina. Dalam praktiknya kondisi
pasar properti pada masing-masing wilayah atau jenis properti dapat berbeda.
Hal itu berimplikasi pada proses penilaian terutama terkait faktor-faktor yang
disesuaikan antara pembanding dengan properti yang dinilai.
Untuk memberikan solusi atas kondisi tersebut, dianalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga tanah dan mencari model persamaan yang dapat menggambarkan signifikansi faktor-faktor yang mempengaruhi harga tanah khususnya di wilayah Cirebon. Dalam hal ini, digunakan model regressi dummy untuk memahami hal tersebut. Data yang digunakan adalah data sekunder yang didapat dari laporan penilaian tanah KPKNL Cirebon yang berlokasi di wilayah Kabupaten Cirebon.
Nilai tanah adalah
suatu pengukuran yang didasarkan kepada kemampuan tanah secara ekonomis dalam
hubungannya dengan produktifitas dan strategi ekonomisnya. Di dalam realitanya,
nilai tanah di bagi menjadi dua, yaitu nilai tanah langsung dan nilai tanah
tidak langsung (Supriyanto (1999), dalam Presylia (2002)).
Nilai tanah
langsung adalah suatu ukuran nilai kemampuan tanah yang secara langsung
memberikan nilai produktivitas dan kemampuan ekonomisnya, seperti misalnya
lahan atau tanah yang secara langsung dapat berproduksi, contohnya tanah
pertanian. Nilai tanah tidak langsung adalah suatu ukuran nilai kemampuan tanah
dilihat dari segi letak strategis sehingga dapat memberikan nilai produktivitas
dan kemampuan ekonomis, seperti misalnya tanah yang letaknya berada di pusat
perdagangan, industri, perkantoran dan tempat rekreasi.
Berdasarkan
pengertian tersebut maka dapat dikatakan bahwa suatu tanah mungkin saja
nilainya secara langsung rendah karena tingkat kesuburannya rendah, tetapi
berdasarkan letak strategisnya sangat ekonomis. Sehingga dapat di simpulkan
bahwa nilai adalah suatu kesatuan moneter yang melekat pada suatu properti yang
dipengaruhi oleh faktor fisik yang dinyatakan dalam harga dimana harga ini
mencerminkan nilai dari properti tersebut ( Presylia, 2002).
Harga tanah
merupakan penilaian atas tanah yang diukur berdasarkan harga nominal dalam
satuan uang untuk satuan luas tertentu melalui mekanisme pasar tanah (Darmawan,
2005:6). Nilai dan Harga tanah mempunyai hubungan yang fungsional, dimana harga
tanah ditentukan oleh nilai tanah atau harga tanah mencerminkan tinggi
rendahnya nilai tanah.
Menurut Brian
Berry (1984), dalam Luky (1997), harga tanah merupakan refleksi dari nilai
tanah artinya harga merupakan cerminan dari nilai tanah tersebut. Dapat disimpulkan dari pengertian di atas
bahwa nilai dan harga tanah adalah nilai tanah (Land Value) adalah
perwujudan dari kemampuan sehubungan dengan pemanfaatan dan penggunaan tanah.
Harga tanah (Land price) adalah salah satu refleksi dari nilai tanah dan
seiring digunakan sebagai indeks bagi nilai tanah.
Menurut Dale dan
Mc Laughlin (1988), faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tanah terbagi atas 2
(dua) yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain
meliputi topografi dari tanah, sifat dasar dari tanah, serta desain dan kondisi
dari bangunan. Adapun faktor-faktor yang disebabkan oleh pengaruh luar meliputi
lingkungan dimana barang milik ditempatkan, tersedianya sarana transportasi
serta berdirinya pusat – pusat kegiatan masyarakat yang baru seperti berdirinya
pabrik, pusat-pusat perbelanjaan, terminal dan lain-lain.
Menurut
Kurdinanto, (Cholis 1995, dalam Luky 1997) nilai tanah terbentuk oleh
faktor-faktor yang mempunyai hubungan, pengaruh serta daya tarik yang kuat
terhadapnya yang diklasifikasikan menjadi dua faktor, yaitu :
1. faktor-faktor
terukur (tangible factors), faktor terukur adalah faktor pembentuk harga
tanah yang bisa diolah secara ilmiah menggunakan logika-logika akademik. Faktor
ini kemunculannya terencana dan bentuk fisiknya ada di lapangan, misalnya
aksesibilitas (jarak dan transportasi) dan jaringan infrrastruktur (sarana dan
prasarana kota seperti jalan, listrik, perkantoran dan perumahan).
2. Faktor-faktor
tak terukur (intangible factors), faktor tak terukur adalah faktor
pembentuk harga tanah yang muncul tiba-tiba (dengan sendirinya) dan tidak bisa
dikendalikan di lapangan. Oleh Wilcox (1983), dalam Luky (1997), faktor tak
terukur ini dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Faktor
adat kebiasaan (custom) dan pengaruh kelembagaan (institutional
factors).
b. Faktor
estetika, kenikmatan dan kesenangan (esthetic amenity factors) seperti
tipe tetangga dan kesenangan.
c. Faktor
spekulasi (speculation motives), seperti antisipasi perubahan penggunaan
lahan, pertimbangan pada perubahan moneter
Selain itu dengan menyadari bahwa harga tanah menyebar mengikuti pola keruangan tertentu, maka penataan ruang memberikan kontribusi yang cukup berarti dalam membentuk harga tanah. Penataan ruang yang tercermin dalam pola penggunaan tanahnya akan memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembentukan nilai tanah. Jika dicermati lebih jauh maka dapat diketahui bahwa pola harga tanah cenderung mengikuti pola keruangan penggunaan tanahnya. Fakta tersebut masih relevan dengan teori yang dikemukakan Von Thunen yang membuat model tentang sewa tanah dan jarak. Makin dekat jarak dari pusat kota, makin tinggi harga sewa tanah. Demikian pula sebaliknya, makin jauh jarak dari pusat kota, maka makin rendah harga sewa tanah.
Teori yang berhubungan dengan harga tanah baik secara langsung ataupun tidak langsung selalu berdasarkan pada “ruang”. Teori lokasi yang dikemukakan oleh model Von Thunen maupun model Christaller, keduanya melandasinya pada substansi “ruang”. Jadi karena harga atau nilai tanah merupakan suatu gejala ruang, maka faktor-faktor yang mempengaruhinya juga akan lebih banyak berkaitan dengan gejala ruang.
Dari teori lokasi
yang dikemukakan oleh model Von Thunen maupun model Christaller dikemukakan
juga ada 4 faktor yang mempengaruhi nilai tanah, yaitu :
1.
Faktor
ekonomi. Faktor ekonomi berkaitan dengan keadaan ekonomi global/internasional,
nasional, regional maupun lokal. Variabel-variabel permintaan (demand)
yang mempengaruhi nilai tanah termasuk di dalamnya ialah jumlah tenaga kerja,
tingkat upah, tingkat pendapatan dan daya beli, tersedianya keuangan, tingkat
suku bunga dan biaya transaksi.
2.
Faktor
sosial. Faktor sosial membentuk pola penggunaan tanah pada suatu wilayah.
Kepadatan penduduk, tingkat pendidikan, tingkat kejahatan dan kebanggaan
memiliki (daerah bergengsi) adalah faktor-faktor sosial yang mempengaruhi nilai
tanah.
3.
Faktor
politik dan kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah di bidang hukum dan
politik mempengaruhi nilai tanah. Beberapa contoh kebijakan yang dapat
mempengaruhi biaya dan alokasi penggunaan tanah yang pada gilirannya akan
meningkatkan harga tanah, antara lain: kebijakan pemilikan sertifikat tanah,
peraturan penataan ruang dengan penentuan mintakat atau zoning, peraturan
perpajakan, peraturan perijinan (SIPPT, IMB dan lain-lain) ataupun penentuan
tempat pelayanan umum (sekolah, pasar, rumah sakit, dan lain-lain).
4.
Faktor
fisik dan lingkungan. Ada dua konsep yang harus dipahami dalam faktor fisik dan
lingkungan, yaitu site dan situasi (situation). Pengertian tentang site
adalah semua sifat atau karakter internal dari suatu persil atau daerah tertentu,
termasuk di dalamnya adalah ukuran (size), bentuk, topografi dan semua
keadaan fisik pada persil tanah. Sedangkan yang dimaksud dengan situasi (situation)
ialah yang berkenaan dengan sifat-sifat eksternalnya. Situasi suatu tempat
berkaitan erat dengan relasi tempat itu dengan tempat-tempat disekitarnya pada
suatu ruang geografi yang sama. Termasuk dalam pengertian situasi adalah
aksesibilitas (jarak ke pusat pertokoan (CBD), jarak ke sekolah, jarak ke rumah
sakit, dan lain-lain), tersedianya sarana dan prasarana (utilitas kota) seperti
jaringan transportasi, sambungan telepon, listrik, air minum dan sebagainya.
Menurut Rahman
(1992), karena nilai suatu tanah tersebut merupakan fungsi permintaan dan
penawaran, maka faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan yang akan mempengaruhi
penawaran dan permintaan tanah tersebut, di antaranya adalah sebagai berikut:
1.
Pertambahan
atau pengurangan jumlah penduduk
2.
Perubahan
komposisi umur penduduk
3.
Perubahan
dalam kecenderungan dan cita rasa
4.
Perubahan
dalam jenis masyarakat
5.
Perubahan
teknologi
6.
Kemampuan
pembeli di pasaran
7.
Perubahan
teknik pembangunan
8.
Aksesbilitas
terhadap berbagai fasilitas
9.
Peruntukan
tanah
10. Elevasi tanah
11. Bentuk tanah
12. Kontur tanah
13. Dokumen Kepemilikan tanah
Dalam permasalahan yang
akan diteliti, difokuskan pada beberapa faktor yang umum digunakan dalam proses
penilaian tanah, yaitu elevasi tanah, bentuk tanah, aksesbilitas,
kontur, dan dokumen kepemilikan.
a. Elevasi Tanah
Elevasi tanah adalah variabel yang terkait dengan posisi vertikal atau ketinggian tanah dari jalanan sekitarnya. Terdapat tiga jenis elevasi tanah, yaitu tanah yang berada di bawah jalanan, tanah yang berada rata dengan jalanan, dan tanah yang berada di atas jalanan. Pada umunya, tanah yang berada di bawah jalanan sekitarnya akan memiliki harga jual yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang berada rata dan yang berada di atas jalanan.
b. Bentuk Tanah
Bentuk tanah adalah variabel yang terkait dengan bentuk garis yang membingkai tanah tersebut. Terdapat tiga jenis bentuk tanah, yaitu tanah yang memiliki bentuk tidak beraturan, persegi panjang, dan persegi. Pada umunya, tanah dengan bentuk tidak beraturan akan memiliki harga jual yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang memiliki bentuk persegi panjang dan persegi.
c. Aksesbilitas atau Tingkat Kemudahan Tanah untuk Dicapai
Tingkat kemudahan tanah untuk dicapai adalah variabel yang terkait dengan lokasi dan akses menuju ke lokasi tanah tersebut berada. Pada umunya, tanah yang terletak di lokasi terpencil dan akses jalan yang tidak memadai akan memiliki harga jual yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang terletak di lokasi strategis dan akses jalan memadai.
d. Kontur Tanah
Kontur tanah adalah variabel yang terkait dengan kondisi permukaan tanah. Jenis kontur tanah terbagi menjadi dua, yaitu tanah dengan permukaan bergelombang dan tanah dengan permukaan rata. Pada umunya, permukaan tanah yang bergelombang akan menurunkan harga jual tanah tersebut.
e. Dokumen Kepemilikan
Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah jenis sertifikat dengan kepemilikan hak penuh atas lahan atau tanah oleh pemegang sertifikat tersebut. SHM juga menjadi bukti kepemilikan paling kuat atas lahan atau tanah yang bersangkutan karena tidak ada lagi campur tangan atau pun kemungkinan kepemilikan oleh pihak lain. Hak Milik itu sendiri adalah hak yang bersifat turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dimiliki orang atas tanah di mana tanah tersebut masih memiliki fungsi sosial. Hak milik dapat diperjualbelikan atau pun dijadikan jaminan atau agunan atas utang dan apabila sudah diadministrasikan dengan baik, maka sebagai pemilik tanah mendapatkan bukti kepemilikannya yang berupa SHM. Status Hak Milik juga tidak terbatas waktunya seperti jika hanya memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang akan dibahas selanjutnya. Melalui SHM, pemilik dapat menggunakannya sebagai bukti kuat dan sah atas kepemilikan tanah. Jadi apabila terjadi masalah, maka nama yang tercantum dalam SHM adalah pemilik sah berdasarkan hukum. SHM juga dapat menjadi alat yang kuat untuk transaksi jual-beli maupun penjaminan kredit atau pembiayaan perbankan. SHM hanya diperuntukkan bagi Warga Negara Indonesia (WNI). Hak Milik atas lahan dan bangunan yang dibuktikan oleh SHM masih dapat hilang atau dicabut karena tanahnya dimaksudkan untuk kepentingan negara, penyerahan sukarela pemiliknya ke negara, ditelantarkan, atau karena tanah tersebut bukan dimiliki oleh WNI.
Sertifikat
Hak Guna Bangunan (SHGB) adalah jenis sertifikat di mana pemegang sertifikat
tersebut hanya dapat memanfaatkan lahan tersebut untuk mendirikan bangunan atau
keperluan lain dalam kurun waktu tertentu, sementara kepemilikan lahannya
dipegang oleh negara. Sertifikat
Hak Guna Bangunan (SHGB) memiliki batas waktu tertentu, biasanya 20 sampai 30
tahun, dan dapat diperpanjang. Setelah melewati batas waktunya, Anda sebagai
pemegang sertifikat harus mengurus perpanjangan SHGB tersebut. Hak Guna dapat diartikan
sebagai hak atas pemanfaatan atas tanah atau bangunan misalnya mendirikan dan
mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri dalam jangka waktu
tertentu. Hak Guna ini yang dapat diperpanjang jangka waktunya, dan dapat pula
digunakan sebagai tanggungan serta dapat dialihkan. Pemegang Hak Guna harus memberikan
pemasukan ke kas negara berkaitan dengan Hak Guna yang dimilikinya. Apabila Hak
Guna sudah diadministrasikan dengan baik maka pemegang hak mendapatkan bukti
kepemilikan berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Lahan dengan status Hak Guna Bangunan
(HGB) diperbolehkan untuk dimiliki orang asing atau non Warga Negara Indonesia.
Lahan dengan status HGB ini biasanya berupa lahan yang dikelola oleh pihak
pengembang (developer) seperti perumahan atau apartemen, dan kadang juga
untuk gedung perkantoran.
Girik sebenarnya bukan
merupakan sertifikat kepemilikan atas tanah melainkan jenis administrasi desa
untuk pertanahan yang menunjukkan penguasaan atas lahan untuk keperluan
perpajakan. Di dalam girik tertera nomor, luas tanah, dan pemilik hak karena
jual-beli maupun waris. Girik harus ditunjang
dengan bukti lain misalnya Akta Jual Beli atau Surat Waris.
Akta
Jual Beli (AJB) sebenarnya juga bukan
sertifikat melainkan perjanjian jual-beli dan merupakan salah satu bukti
pengalihan hak atas tanah sebagai akibat dari jual-beli. AJB dapat terjadi
dalam berbagai bentuk kepemilikan tanah, baik Hak Milik, Hak Guna Bangunan, maupun Girik.
Bukti kepemilikan berupa AJB biasanya sangat rentan terjadinya penipuan AJB
ganda, jadi sebaiknya segera dikonversi menjadi Sertifikat Hak Milik.
Analisis Regresi Linear Berganda
Menurut
Kutner, dkk (2004), analisis regresi linier berganda adalah sebuah metode untuk
mengkaji hubungan linier antar variabel tidak bebas dengan lebih dari satu
variabel bebas. Secara umum, model regresi linier berganda dapat dituliskan
seperti pada persamaan:
Y= a + b1X1 + b2X2 + ... + bnXn+ e
Keterangan:
Y :
Variabel terikat atau variabel tidak bebas
a :
Konstanta/Intercep
b1 : Koefisien regresi/Slope untuk X1
X1 : Variabel bebas
ke-1
X2 : Variabel bebas
ke-2
b2 : Koefisien regresi/Slope untuk X2
bn : Koefisien regresi/Slope untuk Xn
Xn : Variabel bebas
ke-n
e : Nilai residu
Data yang digunakan adalah data laporan penilaian KPKNL Cirebon tahun 2019 dan berlokasi di wilayah Kabupaten Cirebon. Data tersebut merupakan data sampel karena hanya diambil dari laporan penilaian KPKNL Cirebon tahun 2019 yang telah diinput kedalam database Seksi Pelayanan Penilaian dengan jumlah sebanyak 55 data.
Variabel
Penelitian
Variabel
yang digunakan dalam peneilitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel
Y = Harga jual tanah/m2 (Rupiah)
2. Variabel
X1 = Luas Tanah (m2)
3. Variabel
X2 = Kondisi Letak Tanah
4. Variabel
X3 = Jenis Elevasi Tanah
5. Variabel
X4 = Bentuk Tanah
6. Variabel
X5 = Tingkat kemudahan tanah untuk dicapai
7. Variabel
X6 = Jenis Kontur Tanah
8. Variabel
X7 = Jenis dokumen kepemilikan tanah
Uji Asumsi Klasik adalah
syarat statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi linear berganda yang
berbasis OLS. Uji ini akan dilakukan setelah memperoleh sebuah model. Pada
penelitian ini akan dilakukan tiga pengujian asumsi klasik regresi, yaitu uji
normalitas, uji homokedastisitas, dan uji multikolinearitas. Uji autokorelasi
tidak dilakukan pada penelitian ini karena data yang digunakan dalam penelitian
ini merupakan data cross-section.
1. Uji
Normalitas
Uji
asumsi normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah galat yang terbentuk pada
model regresi menyebar normal atau tidak. Hipotesis yang digunakan adalah
sebagai berikut:
H0
∶ Galat menyebar
normal
H1
∶ Galat tidak menyebar
normal
Hasil
pengujian asumsi normalitas pada model regresi dummy tersaji pada tabel berikut
Jenis |
Nilai |
Statistik Uji |
0,590
|
p-value |
0,74440 |
Berdasarkan
Tabel diatas diketahui bahwa p-value
hasil uji normalitas adalah sebesar 0,74440. Maka p-value = 0,74440 >
α = 0,05 , karena itu H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa galat
menyebar normal atau asumsi normalitas terpenuhi. Selain itu, terpenuhinya
asumsi normalitas juga dapat dilihat dari histogram pada lampiran 4 yang
membentuk pola simetris.
2. Uji
Homokedastisitas
Uji
homokedastisitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah galat setiap
pengamatan memiliki varian yang sama atau tidak. Hipotesis yang digunakan
adalah sebagai berikut:
H0
∶ Ragam galat homogen
H1
∶ Ragam galat
heterogen
Pengujian asumsi homokedastisitas pada model regresi dummy dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Pagan LM dan hasil pengujian tersaji pada tabel
Jenis |
Nilai |
Statistik Uji |
19,979868 |
p-value |
0,130777 |
Berdasarkan
tabel diketahui bahwa p-value dari hasil uji homokedastisitas adalah
sebesar 0,130777. Maka p-value = 0,130777 > α = 0,05, karena itu H0
diterima dan dapat disimpulkan bahwa ragam galat bersifat homogen atau dalam
kata lain asumsi homokedastisitas terpenuhi.
3. Uji
Multikolinearitas
Uji
multikolinieritas dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan linier di
antara variabel bebas dalam suatu model regresi. Hasil pengujian asumsi
multikolinieritas pada model regresi dummy tersaji pada tabel berikut
Variabel |
Kategori |
Dummy |
VIF |
Luas Tanah |
- |
- |
2,329 |
Letak |
1 |
D21 |
17,618 |
2 |
D22 |
7,551 | |
Elevasi |
1 |
D31 |
4,605 |
2 |
D32 |
6,271 | |
Bentuk |
1 |
D41 |
10,32 |
2 |
D42 |
10,729 | |
Kemudahan dicapai |
1 |
D51 |
5,502 |
2 |
D52 |
13,297 | |
3 |
D53 |
12,297 | |
Kontur |
1 |
D61 |
2,137 |
Dokumen Kepemilikan |
1 |
D71 |
6,825 |
2 |
D72 |
6,041 | |
3 |
D73 |
6,928 |
Diketahui bahwa nilai VIF < 10 untuk hampir seluruh variabel
bebas yang signifikans. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan linier di antara variabel bebas dalam model regresi atau dalam kata
lain asumsi non-multikolinearitas terpenuhi.
Data penelitian dianalisis menggunakan analisis regresi dummy untuk mendapatkan model dengan variabel bebas dan variabel tidak bebas yang telah ditentukan. Dengan bantuan software gretl, diperoleh nilai penduga paramater untuk setiap variabel bebasnya. Hasil analisis terdapat pada tabel
Variabel |
Kategori |
Dummy |
Nilai Koefisien |
Konstanta |
- |
- |
171157 |
Luas Tanah |
- |
- |
10,432 |
Letak |
1 |
D21 |
−49677,2 |
|
2 |
D22 |
18299,8 |
Elevasi |
1 |
D31 |
62324,7 |
|
2 |
D32 |
44948,3 |
Bentuk |
1 |
D41 |
106764 |
|
2 |
D42 |
19657,2 |
Kemudahan dicapai |
1 |
D51 |
−71626,5 |
|
2 |
D52 |
−126417 |
|
3 |
D53 |
−100364 |
Kontur |
1 |
D61 |
48492,8 |
Dokumen Kepemilikian |
1 |
D71 |
−111670 |
|
2 |
D72 |
−85127,1 |
|
3 |
D73 |
−58606,6 |
Berdasarkan hasil yang terdapat pada tabel
2.4, maka model regresi dummy yang terbentuk adalah sebagai berikut:
Y =
171157 + 10,432 X1 − 49677,2 D21 + 18299,8 D22 +
62324,7 D31 + 44948,3 D32 + 106764 D41 +
19657,2 D42 − 71626,5 D51 – 126417 D52 –
100364 D53 + 48492,8 D61
− 111670 D71 − 85127,1
D72 − 58606,6 D73
Pengujian parameter regresi
bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap
variabel tidak bebas, baik secara bersamaan maupun secara parsial.
1. Uji
Simultan atau Uji F
Uji
simultan dilakukan untuk mengetahui apakah seluruh variabel bebas secara
bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas atau tidak.
Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:
H0
∶ β1 = β2 = ⋯ = βk = 0 untuk k =
1, 2, … , p − 1
H1
∶ Setidaknya terdapat
satu βk ≠ 0 untuk k = 1, 2, … , p − 1
Pengujian parameter regresi secara simultan pada model regresi dummy dilakukan dengan menggunakan uji F dan hasil pengujian
Jenis |
Nilai |
Statistik Uji |
6,538099 |
p-value |
0,00000136 |
Diketahui bahwa p-value dari hasil uji simultan adalah sebesar
0,00000136. Maka p-value = 0,00000136 < α = 0,05, oleh karena itu H0
ditolak dan dapat disimpulkan bahwa luas tanah, letak, elevasi, bentuk,
kemudahan dicapai, kontur, dan dokumen kepemilikan secara bersama-sama
berpengaruh nyata atau signifikan terhadap harga jual tanah/m2.
2. Uji
Parsial atau Uji t
Uji
parsial dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebas
berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas atau tidak. Hipotesis yang
digunakan adalah sebagai berikut:
H0
∶ βk = 0 untuk k = 1,
2, … , p − 1
H1
∶ βk ≠ 0 untuk k = 1,
2, … , p – 1
Pengujian parameter regresi secara parsial pada model regresi dummy dilakukan dengan menggunakan uji t dan hasil pengujian
Variabel |
Kategori |
Dummy |
Nilai | |
Statistik Uji |
p-value | |||
Luas Tanah |
- |
- |
2,493 |
0,0169 |
Letak |
1 |
D21 |
−0,8172 |
0,4186 |
2 |
D22 |
0,4485 |
0,6562 | |
Elevasi |
1 |
D31 |
1,771 |
0,0842 |
2 |
D32 |
1,005 |
0,3209 | |
Bentuk |
1 |
D41 |
2,113 |
0,0409 |
2 |
D42 |
0,3995 |
0,6917 | |
Kemudahan dicapai |
1 |
D51 |
−1,110 |
0,2736 |
2 |
D52 |
−2,417 |
0,0203 | |
3 |
D53 |
−1,976 |
0,055 | |
Kontur |
1 |
D61 |
1,448 |
0,1555 |
Dokumen Kepemilikan |
1 |
D71 |
−2,110 |
0,0412 |
2 |
D72 |
−2,003 |
0,052 | |
3 |
D73 |
−1,538 |
0,132 |
Diketahui bahwa dari hasil uji parsial atau uji t hanya variabel
luas tanah, variabel bentuk dengan kategori 1, variabel kemudahan dicapai
dengan kategori 2 dan 3, serta dokumen kepemilikan dengan kategori 1 dan 2 yang
memiliki p-value < α = 0,05, sehingga H0 ditolak untuk
hasil uji parsial variabel-variabel yang signifikan tersebut. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa variabel luas tanah, variabel bentuk dengan kategori 1,
variabel kemudahan dicapai dengan kategori 2 dan 3, serta dokumen kepemilikan
dengan kategori 1 dan 2 berpengaruh nyata secara individu terhadap harga jual
tanah/m2, sedangkan untuk variabel bebas lainnya tidak berpengaruh
nyata secara individu terhadap harga jual tanah/m2.
Koefisien determinasi (R2)
menunjukkan seberapa besar variabel bebas dapat menjelaskan variabel tidak
bebas. Berdasarkan nilai R2 yang terdapat pada lampiran 7, dapat
disimpulkan bahwa luas tanah, letak, elevasi, bentuk, kemudahan dicapai,
kontur, dan dokumen kepemilikan mampu menjelaskan harga jual tanah/m2
sebesar 69,59% dan sebesar 30,41% dari faktor lain yang tidak diketahui.
Berdasarkan hasil analisis
regresi dummy yang telah dipaparkan di atas, model yang terbentuk telah
memenuhi seluruh asumsi klasik regresi klasik. Oleh karena itu, model regresi
pada persamaan 2.1 dapat dikatakan sudah memenuhi sifat BLUE (Best Linear
Unbiased Estimator).
Dari hasil pengujian
parameter regresi menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas secara bersama-sama
berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas, yaitu harga tanah/m2
. Akan tetapi, hasil pengujian parameter regresi secara parsial menunjukan
bahwa hanya variabel luas tanah, variabel bentuk dengan kategori 1, variabel
kemudahan dicapai dengan kategori 2 dan 3, serta dokumen kepemilikan dengan
kategori 1 dan 2 yang berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas, yaitu
harga tanah/m2. Hasil analisis juga memberikan output berupa nilai R2
yaitu sebesar 0,695895. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan
bahwa luas tanah, letak, elevasi, bentuk, kemudahan dicapai, kontur, dan
dokumen kepemilikan mampu menjelaskan harga jual tanah/m2 sebesar
69,59% dan sebesar 30,41% dari faktor lain yang belum diketahui.
Berdasarkan
hasil penelitian di atas menggunakan metode regresi dummy pada data
harga tanah/m2 di wilayah Kabupaten Cirebon yang dinilai oleh KPKNL
Cirebon dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Model
regresi dummy untuk harga tanah di wilayah Kabupaten Cirebon yang
dinilai oleh KPKNL Cirebon adalah sebagai berikut:
Y =
171157 + 10,432 X1 − 49677,2 D21 + 18299,8 D22 +
62324,7 D31 + 44948,3 D32 + 106764 D41 +
19657,2 D42 − 71626,5 D51 – 126417 D52 –
100364 D53 + 48492,8 D61
− 111670 D71 − 85127,1
D72 − 58606,6 D73
2. Faktor-faktor
yang berpengaruh signifikan terhadap harga tanah/m2 di wilayah
Kabupaten Cirebon adalah luas tanah, bentuk dengan kategori 1 (persegi),
kemudahan dicapai dengan kategori 2 (sedang) dan 3 (baik), serta dokumen
kepemilikan dengan kategori 1 (SHM) dan 2 (AJB).
Implikasinya adalah dalam
melakukan penilaian, penilai perlu memberikan perhatian khusus pada
faktor-faktor yang memiliki pengaruh yang signifikan yaitu luas tanah, bentuk
tanah, aksesibilitas dan dokumen kepemilikan tanah.
Berdasarkan hasil penelitian di atas menggunakan metode regresi dummy pada data harga tanah/m2 di wilayah Kabupaten Cirebon yang dinilai oleh KPKNL Cirebon, maka kedepan perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai unsur-unsur pembentuk harga tanah khususnya di wilayah KPKNL Cirebon. Hal ini berguna bagi penilai agar penilai dapat mengemukakan opini nilai yang lebih presisi dan berkualitas terkait penilaian tanah.
(Penulis: Seksi Pelayanan Penilaian KPKNL Cirebon)