Tujuan Barang Milik Negara (BMN)
dibeli atau diadakan adalah untuk menunjang penyelenggaraan Tugas dan Fungsi suatu
instansi pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, menyebutkan
bahwa Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang berwenang dan bertanggungjawab
menggunakan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya untuk
kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga atau kantor
yang dipimpinnya. Atas dasar tersebut maka sudah selayaknya BMN dioptimalkan penggunaannya jangan sampai menganggur atau idle.
Dari penjabaran di atas
suatu BMN dapat dikatakan idle apabila
BMN tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Kementerian/
Lembaga. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.06/2016 yang mengatur
mengenai BMN idle menegaskan bahwa
secara prinsip Pengguna Barang wajib menyerahkan BMN idle pada Kementerian/ Lembaga unit kerja Pengguna Barang
bersangkutan kepada Pengelola Barang. Namun demikian, dalam PMK tersebut juga
mengatur krieria dan pengecualian suatu BMN dikategorikan sebagai BMN idle atau tidak.
Tulisan kali ini mengambil
contoh kasus aset eks kantor Badan
Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Cirebon yang berada di Jalan Dr.
Wahidin Sudiro Husodo. Reorganisasi
dalam tubuh satuan kerja BPKP pada tahun 2000 menyebabkan banyaknya
penggabungan beberapa kantor perwakilan di Kota ke Kantor Perwakilan BPKP di
ibukota Provinsi salah satunya perwakilan yang berada di Kota Cirebon. Hal ini
mengakibatkan banyaknya aset idle
yang dimiliki oleh BPKP. Salah satu aset
eks milik BPKP perwakilan Cirebon adalah Tanah dan Bangunan Kantor di Jalan Dr.
Wahidin Sudiro Husodo yang saat ini telah beralih status dan dalam penguasaan
Kantor Pajak Pratama Cirebon Satu.
Berdasarkan hasil
pengawasan dan pengendalian atau wasdal yang dilakukan KPKNL Cirebon, aset eks Kantor BPKP di Jalan Dr.
Wahidin Sudiro Husodo tersebut saat ini tidak digunakan untuk penyelenggaraan
Tugas dan Fungsi Kantor Pajak Pratama Cirebon Satu, sehingga dapat dikatakan
sebagai BMN idle. Mengacu pada
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.06/2016, kriteria BMN dikatakan idle yaitu apabila BMN dalam penguasaan
Pengguna Barang tersebut tidak digunakan atau digunakan tetapi tidak sesuai
dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga. Pengecualian BMN tidak termasuk
dalam kriteria BMN idle apabila telah
direncanakan untuk digunakan oleh Kementerian/Lembaga yang bersangkutan sebelum
berakhirnya tahun kedua sejak BMN terindikasi idle atau telah direncanakan untuk dimanfaatkan dalam waktu 1
(satu) tahun sejak BMN terindikasi idle.
Pada tahap pertama setelah
adanya informasi dari hasil wasdal, maka terhadap aset yang terindikasi idle di
KPP Pratama Cirebon Satu tersebut, maka sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor
71/PMK.06/2016, KPKNL Cirebon selaku Pengelola Barang menyampaikan surat
permintaan klarifikasi tertulis kepada Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang.
KPKNL dalam kasus ini mengirimkan surat permintaan klarifikasi kepada KPP
Pratama Cirebon satu selaku Kuasa Pengguna Barang. Sejak terbitnya surat
permintaan klarifikasi tertulis dari KPKNL Cirebon selaku Pengelola Barang
tersebut maka aset Eks Kantor BPKP
Cirebon milik KPP Pratama Cirebon Satu statusnya menjadi BMN terindikasi idle.
Surat permintaan
klarifikasi tertulis dari KPKNL adalah
untuk mengetahui secara mendetail data-data tentang aset yang terindikasi idle antara
lain terkait identitas dan keberadaan BMN terindikasi idle, bagaimana penggunaan selama ini oleh Pengguna Barang, rencana
Penggunaan dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak BMN terindikasi idle, pelaksanaan Pemanfaatan atau rencana
Pemanfaatan dalam waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak BMN terindikasi idle serta informasi lain terkait aset yang terindikasi idle.
Pada dasarnya atas surat
permintaan klarifikasi dari KPKNL Cirebon, KPP Pratama Cirebon satu berwenang
untuk menyampaikan surat jawaban atas
BMN terindikasi idle kepada Pengelola Barang namun dalam hal ini KPP
Pratama Cirebon Satu selaku Kuasa Pengguna Barang lebih dahulu berkonsultasi
dengan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan selaku Pengguna Barang untuk
menyusun jawaban atau meneruskan permintaan surat karifikasi tersebut untuk
ditindaklanjuti oleh Pengguna Barang. Dalam kasus ini kemungkinan besar KPP
Pratama Cirebon Satu memilih opsi meneruskan permintaan surat klarifikasi untuk
ditindaklanjuti oleh Pengguna Barang. Sampai saat ini belum ada jawaban dari
Sekretariat Jenderal Kemenkeu cq.Biro Manajeman BMN dan Pengadaan atas surat
permintaan klarifikasi tersebut. Namun demikian telah ada surat penawaran dari
Biro Manajeman BMN dan Pengadaan kepada satker-satker Kementerian Keuangan di
wilayah Cirebon untuk dapat menggunakan atau memanfaatkan aset dimaksud yang kemungkinan besar sebagai bahan jawaban atas
permintaan klarifikasi dari KPKNL Cirebon.
Dari paparan di atas
sekilas dapat tergambar proses dan mekanisme perlakuan atas BMN idle yang berada di satket
Kementerian/Lembaga. Selanjutnya apabila jawaban dari Pengguna Barang nantinya atas
permintaan klarifikasi dari Pengeloa Barang, status aset memang benar-benar idle
dan tidak ada rencana penggunaan maupun pemanfaatan dari Pengguna Barang, maka
berdasarkan jawaban dari Pengguna Barang, KPKNL Cirebon akan mengadakan
penelitian untuk mengetahui apakah aset
dimaksud memenuhi kriteria sebagai BMN idle.
Apabila kriteria terpenuhi, KPKNL Cirebon berdasarkan hasil penelitian
tersebut akan menetapkan BMN terindikasi idle
sebagai BMN idle dengan menuangkannya
dalam Keputusan Pengelola Barang. Langkah selanjutnya tentu saja kembali kepada
prinsip umum pengelolaan BMN idle yaitu
Pengguna Barang wajib menyerahkan BMN idle
pada Kementerian/ Lembaga unit kerja Pengguna Barang bersangkutan kepada
Pengelola Barang. Dalam Kasus di atas nantinya Kementerian Keuangan dalam hal
ini dilaksanakan oleh Setjend Kementerian Keuangan selaku Pengguna Barang
meminta kepada KPP Pratama Cirebon Satu selaku kuasa Pengguna Barang untuk
menyerahkan aset idle dimaksud kepada KPKNL Cirebon selaku Pengelola Barang.
Setelah adanya penyerahan
BMN idle kepada Pengelola Barang
apakah permasalahan selesai? Tentu tidak, bahkan boleh dikatakan permasalahan
pengelolaan baru dimulai di tingkat pengelola untuk mendayagunakan eks aset idle
tersebut. Pada tahap pertama, tentu saja tanggungjawab pengamanan dan pemeliharaan
beralih ke Pengelola Barang. Pengamanan yang dilakukan meliputi pengamanan
administrasi, fisik dan hukum.
Tindak lanjut pengelolaan
eks BMN idle selanjutnya yang dapat dilakukan
oleh Pengelola Barang yaitu Penetapan Status Penggunaan, Pemanfaatan,
Pemindahtanganan atau Penghapusan. Namun demikian, PMK Nomor 71/PMK.06/2016
mengamanatkan pengelolaan BMN eks BMN idle
diutamakan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga, yaitu dengan
ditetapkan status penggunaannya ke Kementerian/Lembaga yang membutuhkan. Dalam
hal ini tentu saja harus didahului pengajuan
permohonan Penggunaan BMN eks BMN idle
kepada Pengelola Barang melalui RKBMN untuk Pengadaan BMN. Selanjutnya Pengelola
Barang akan melakukan penelitian kelayakan permohonan dengan berpedoman pada
standar barang, standar kebutuhan, dan RKBMN untuk Pengadaan BMN dari
Kementerian/ Lembaga bersangkutan.
Persetujuan atau penolakan
permohonan Penggunaan BMN eks yang dikeluarkan Pengelola Barang didasarkan pada
hasil penelaahan RKBMN. Apabila permohonan Kementerian/Lembaga disetujui,
Pengelola Barang menerbitkan Keputusan Penetapan Status Penggunaan BMN
berdasarkan Hasil Penelaahan RKBMN untuk selanjutnya dilakukan serah terima BMN
dari Pengelola kepada Pengguna Barang.
Tindak lanjut pengelolaan
terhadap BMN eks BMN idle selain Penetapan Status Penggunaan kepada
Kementerian/Lembaga, Pengelola dapat melakukan pemanfaatan dengan berpedoman
aturan yang mengatur mengenai Pemanfaatan BMN. Tujuan dari Pemanfaatan BMN
yaitu untuk optimalisasi BMN dan mendapatkan peneriman Negara dari PNBP. Dengan
adanya pemanfaatan BMN eks BMN idle
maka akan menjadi berdaya guna yaitu aset
tidak lagi menganggur atau mangkrak bahkan dapat berkontribusi dalam pemasukan
Penerimaan Negara. Demikian juga tidak lanjut berupa pemindahtanganan dan
penghapusan dapat dilakukan oleh Pengelola Barang bila dari hasil penelitian
dan kajian BMN eks BMN idle tersebut
lebih menguntungkan untuk dijual atau dihapuskan.
Pemanfaatan BMN eks BMN idle yang berada pada Pengelola Barang
merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh DJKN dalam hal ini KPKNL karena
sebagai Pengelola Barang harus siap menjadi role
model dalam pendayagunaan BMN apalagi BMN tersebut hasil dari penyerahan
Pengguna Barang yang sebelumnya menganggur atau Pengguna Barang tidak mempunyai
kapasitas handal untuk memanfaatkan BMN dimaksud. Sebagai Pengelola Barang yang
seharusnya lebih menguasai peraturan dan mekanisme pengelolaan BMN KPKNL
dituntut supaya lebih baik dalam pengelolaan BMN eks BMN idle.
Tantangan yang besar dalam
pemanfaatan BMN eks BMN idle terkait
dengan banyak hal. Yang pertama, meskipun sebagai Pengelola Barang namun
Pemanfaatan BMN merupakan hal yang jarang dilakukan selama ini, mengingat
sangat jarang KPKNL menerima pelimpahan BMN eks BMN idle, kalaupun ada lebih banyak tindak lanjutnya ditetapkan
statusnya pada satker Kementerian/lembaga, sehingga pengalaman dalam Pemanfatan BMN sendiri secara langsung masih
minim. Kedua, proses Pemanfaatan memerlukan biaya yang sering kali tidak
tercover dalam DIPA. Biaya-biaya tersebut antara lain dipergunakan untuk
memoles atau mempercantik aset supaya memiliki nilai sewa yang tinggi bila akan
disewakan. Selain itu biaya lainnya misalnya untuk publikasi dan promosi serta
biaya persiapan lainnya. Tantangan ketiga, terkait dengan Pemasaran aset BMN
yang sangat mungkin kurang diminati karena banyak persyaratan yang harus
dipenuhi dan peraturan yang wajib dipatuhi, karena bagaimanapun pasar akan
berpikir karena peraturan biasanya sifatnya mengikat dan tidak fleksibel.
Namun demikian, adanya
tantangan-tantangan di atas seharusnya menjadi pelecut semangat sekaligus
sebagai pembuktian bahwa DJKN dalam hal ini KPKNL sebagai Pengelola Barang
mampu berperan sebagai contoh atau role
model dalam pengelolaan khususnya Pemanfatan BMN eks BMN idle.
Penulis: Seksi Pengelolaan Kekayaan
Negara, KPKNL Cirebon
Sumber referensi :
·
Pemerintah Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Jakarta
: Sekretariat Negara.
·
Kementerian Keuangan RI. 2016. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
7/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Tidak
Digunakan Untuk Menyelenggarakan Tugas Dan Fungsi Kementerian Negara/Lembaga. Jakarta
: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan RI.