Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 137/PMK.06/2022
mengatur soal penghapusan piutang daerah yang tidak dapat diserahkan
kepengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan
daerah, seringkali Pemerintah Daerah melakukan tindakan atau proses bisnis yang
dapat menimbulkan hak Pemerintah Daerah dalam bentuk piutang daerah. Piutang
daerah merupakan jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Daerah dan/atau
hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian
atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau
akibat lainnya yang sah. Menurut Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam
melaksanakan tugas pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
seringkali menjumpai kasus-kasus piutang daerah yang statusnya telah macet
namun tidak ditindaklanjuti secara benar.
Penulis mencoba menjelaskan bagaimana mekanisme tindak lanjut temuan BPK
atas piutang daerah dengan PMK Nomor 137/PMK.06/2022, dan apa perlunya bagi Pemerintah Daerah
mengingat piutang dimaksud pada dasarnya hanya membebani pencatatan Neraca
dalam LKPD, kemudian bagaimana tata penagihan dan cara penghapusannya.
A.
Mekanisme Tindaklanjut Temuan BPK atas Piutang Daerah dengan PMK Nomor 137/PMK.06/2022.
Berdasarkan laporan hasil
pemeriksaan dan tindak lanjut hasil setiap pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) disusun dan disajikan dalam laporan hasil pemeriksaan
(LHP) segera setelah kegiatan pemeriksaan selesai. Pemeriksaan keuangan akan
menghasilkan opini. Sedangkan pemeriksaan kinerja akan menghasilkan temuan,
kesimpulan, dan rekomendasi, sedangkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu akan
menghasilkan kesimpulan. Setiap laporan hasil pemeriksaan BPK disampaikan
kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya ditindaklanjuti, antara lain
dengan membahasnya bersama pihak terkait.
Opini adalah pernyataan
profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi
yang disajikan dalam laporan keuangan. Rekomendasi adalah saran dari pemeriksa
berdasarkan hasil pemeriksaannya, yang ditujukan kepada orang dan/atau badan
yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/atau perbaikan. Salah satu permasalahan
di Pemerintahan Daerah adalah piutang daerah macet dan bagaimana perlakuannya
kalau tidak tertagih.
1. Kasus-kasus
Piutang Daerah yang dihadapi
Permasalahan Piutang
Daerah, sesuai laporan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam melaksanakan tugas pemeriksaan atas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) seringkali menjumpai kasus-kasus piutang
daerah yang statusnya telah macet namun tidak ditindaklanjuti. Sebagai contoh
adalah, piutang atas tagihan penjualan angsuran aset milik daerah, piutang atas
Tuntutan Ganti Rugi (TGR) maupun Tuntutan Perbendaharaan (TP) juga piutang
anggota dewan. Untuk mekanisme penyelesaiannya dapat menggunakan PMK No.137/PMK.06/2022
bila piutang sampai Rp8 juta dan diselesaikan sendiri oleh Pemerintah Daerah
sedangkan untuk piutang yang diatas Rp8 juta menggunakan PMK Nomor
240/PMK.06/2016 piutang tersebut terlebih dahulu harus diserahkan ke Panitia
Urusan Piutang Negara (PUPN) namun demikian dalam PMK ini tidak mengakomodir penyelesaian piutang atas
tagihan Pajak yang mana harus diselesaikan sesuai undang-undang perpajakan atau
peraturan tersendiri.
Piutang Daerah status macet tersebut antara lain karena penanggung
utang dan/atau pihak yang memiliki kewajiban menyelesaikan piutang daerah tidak
kooperatif, telah meninggal, dan/atau tidak diketahui keberadaannya. Piutang
daerah yang statusnya macet serta kemungkinan besar akan tidak diterima oleh
Pemerintah Daerah tersebut pada dasarnya hanya membebani pencatatan Neraca
dalam LKPD. Nilai aktiva/harta Pemerintah Daerah dalam Neraca (berupa piutang
daerah) seolah-olah besar, walaupun dalam prakteknya belum pasti piutang
tersebut dapat tertagih, penulis mencoba membahas penyelesaian piutang daerah
dengan menggunakan PMK Nomor
137/PMK.06/2022
2. Kontribusi Kementerian Keuangan Khususnya
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)
Dengan telah
ditetapkannya PMK Nomor 137/PMK.06/2022 tentang Penghapusan Piutang Daerah Yang
Tidak Dapat Diserahkan Pengurusannya Kepada Panitia Urusan Piutang Negara
tanggal 13 September 2022 dimana Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Bidang
Piutang Negara kanwil dan instansi
vertikalnya Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) seluruh
Indonesia telah mensosialisasikan PMK
dimaksud kepada Pejabat Pemerintah Daerah terkait kepada Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah dan Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah.
Sosialisasi tersebut adalah tindak lanjut dari arahan Direktur Perumusan
Kebijakan Kekayaan Negara (PKKN) melalui Nota Dinas Nomor ND-1126/KN.2/2022
tanggal 05 Oktober 2022 hal Permintaan agar Melakukan Sosialisasi PMK
137/PMK.06/2022 tentang Penghapusan Piutang Daerah yang Tidak Dapat Diserahkan
Pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara. Maksud pelaksanaan
sosialisasi ini sebagaimana dijelaskan dalam Nota Dinas Direktur PKKN adalah
memberikan pemahaman mengenai tata cara/mekanisme penghapusan Piutang Daerah
yang pengurusannya tidak dapat diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara
(PUPN) atau yang dikelola oleh Pemerintah Daerah (Pemda).
Maka dengan terbitnya PMK
No.137/PMK.06/2022 ini, untuk melaksanakan amanat pasal 3A Peraturan
Pemerintah Nomor 35 Tahun 2017 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang
Negara/daerah, yang berbunyi:
1) Penghapusan
Piutang Negara/Daerah dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3, dalam hal: a. Piutang Negara/Daerah yang pengurusannya diatur dalam
Undang-Undang tersendiri; atau b. Piutang Negara/Daerah tidak memenuhi syarat
untuk diserahkan pengurusannya kepada PUPN sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan di bidang piutang negara.
2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara penghapusan Piutang Negara yang tidak dapat
diserahkan pengurusannya kepada PUPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
diatur oleh Menteri Keuangan.
3)
Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara penghapusan Piutang Daerah yang tidak dapat diserahkan
pengurusannya kepada PUPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur
oleh Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri.
3. Ruang Lingkup dan Dasar Hukum
Ruang
lingkup Piutang Daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi:
Piutang Daerah pada Pemerintah Daerah, bendahara umum daerah, badan layanan
umum daerah; dan piutang retribusi daerah, dengan kategori macet yang tidak
dapat diserahkan pengurusannya kepada PUPN,
yang mengacu atau pedoman dasar hukum antara lain:
1.
Undang-Undang Nomor 49 Prp.
Tahun 1960 tentang Panitya Urusan Piutang Negara;
2.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara;
3.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara;
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 35
Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun
2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah;
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
6.
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
4. Tugas
Dan Wewenang Kepala Daerah
Berdasarkan wewenang
Kepala Daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dapat menetapkan
kebijakan pengelolaan Piutang Daerah; dan
menugaskan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, untuk melaksanakan proses
penghapusan Piutang Daerah yang tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada
PUPN,
Kemudian Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah dalam menyelesaikan Piutang Daerah yang tidak dapat
diserahkan pengurusannya kepada PUPN mempunyai tugas:
a. melakukan pengelolaan Piutang Daerah secara efektif,
efisien, transparan, dan akuntabel; b. melakukan proses penghapusan Piutang
Daerah
dan mempunyai kewenangan:
a. menerbitkan surat PPDTO;
b. mengajukan usulan penghapusan Piutang Daerah yang telah
ditetapkan PPDTO kepada Gubernur /Bupati/Wali Kata melalui Sekretaris Daerah;
dan
c. kewenangan lain dalam menyelesaikan Piutang Daerah
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan atau Keputusan Kepala Daerah.
B. Bagaimana Tata Penagihan dan Cara Penghapusannya
1. Penghapusan
Piutang Daerah Yang Tidak Dapat Diserahkan Pengurusannya Kepada PUPN
Penghapusan Piutang
Daerah yang tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada PUPN, meliputi:
Penghapusan Secara Bersyarat dan Penghapusan Secara Mutlak. Kemudian penghapusan secara bersyarat/mutlak tersebut
dilakukan setelah PPDTO terbit dengan didahului dengan:
1) Harus
dilakukan upaya penagihan sebelum penerbitan PPDTO
2) Upaya
penagihan dilakukan dengan penagihan tertulis dengan Surat Tagihan; dan/atau
penagihan dengan kegiatan optimalisasi
3) Penagihan
tertulis dengan Surat Tagihan wajib dilakukan
4) Penagihan
dengan kegiatan optimalisasi dilakukan dengan pertimbangan efisiensi dan
efektivitas. Penagihan tertulis dengan Surat Tagihan dilaksanakan sesuai
ketentuan perundang-undangan terkait pengelolaan keuangan daerah.
2. Peraturan
Menteri Keuangan ini Mempunyai Maksud dan Tujuan
PMK ini mendorong Pemerintah
Daerah secara bertahap dapat memperbaiki kualitas piutang daerah pada Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang bersangkutan dan mendorong Pemda untuk
lebih bertanggungjawab menyelesaikan piutang daerahnya dengan benar juga terciptanya
mekanisme penghapusan Piutang Daerah yang pruden dan akuntabel. Dengan
terbitnya PMK No.137/PMK.06/2022 dapat memberikan kepastian hukum bagi
penyelesaian piutang di luar jalur PUPN untuk melaksanakan amanat pasal 3A Peraturan
Pemerintah Nomor 35 Tahun 2017 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang
Negara/daerah serta mengatur kembali level of playing field
antara PUPN dan Pemda dalam menyelesaikan piutangnya (piutang daerah s.d Rp8
juta akan diselesaikan sendiri oleh Pemerintah Daerah).
3. Bagaimana Mekanisme Proses Pengurusan Piutang Daerah
Mekanisme penyelesaian
ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara berdasarkan Peraturan Badan PemeriksaKeuangan
Nomor 3 Tahun 2007 apabila dari hasil pemeriksaan terbukti ada perbuatan melawan
hukum, Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan surat kepada pimpinan instansi
untuk memproses penyelesaian kerugian negara melalui Surat Keterangan Tanggung
Jawab Mutlak (SKTJM). Begitu juga mekanisme penyelesaian ganti kerugian
negara/daerahterhadap pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat
lainnyaberdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2016 sesuai dengan
ketentuan Pasal 13 ayat (3) juga melalui SKTJM.
Surat Keterangan
Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disebut SKTJM adalah surat keterangan
yang menyatakan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa yang bersangkutan
bertanggung jawab atas kerugian negara yang terjadi dan bersedia mengganti
kerugian negara dimaksud. Sedangkan Surat Keputusan Pembebanan Sementara adalah
surat keputusan yang dikeluarkan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala
badan-badan lain/gubernur/bupati/ walikota tentang pembebanan penggantian
sementara atas kerugian negara sebagai dasar untuk melaksanakan sita jaminan.
Selain dengan menggunakan SKTJM dalam
penyelesaian ganti kerugian negara/daerah, dapat pula menggunakan Surat
Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian Sementara (SKP2KS). SKP2KS digunakan
bila tidak didapatkan SKTJM. SKP2KS adalah surat keputusan yang ditetapkan oleh
Presiden/Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur, Bupati atau Walikota yang mempunyai
kekuatan hukum tetap tentang pembebanan penggantian Kerugian Negara/Daerah
terhadap Pegawai Negeri Bukan Bendahara atau Pejabat Lain.
Dalam
pengurusan piutang daerah dapat menggunakan mekanisme Peraturan Menteri
Keuangan sebagai berikut:
3.a. Jalur pertama dengan PMK No.240/PMK.06/2016
Piutang macet
Pemerintah Daerah, ada dan besarnya pasti menurut hukum dengan nilai kewajiban
yang diatas Rp8.000.000,00 wajib diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dengan
menggunakan peraturan Menteri keuangan Nomor 240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang Negara, menghasilkan
produk Piutang Sementara Belum Dapat Tertagih (PSBDT) dibuat oleh PUPN dan
ditujukan kepada penyerah piutang, kemudian dilanjutkan proses penghapusan
piutang daerah oleh Gubernur/Bupati/Walikota dengan menggunakan PMK 82/PMK.06/2019
dan usulan penghapusan Piutang TGR/TP setelah ada rekomendasi dari BPK RI
dengan melibatkan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)
setempat.
3.b. Jalur kedua dengan PMK No.137/PMK.06/2022
Piutang
macet Pemerintah Daerah, ada dan besarnya tidak pasti menurut hukum dengan
nilai kewajiban sampai dengan Rp8.000.000,00 diselesaikan sendiri oleh
Pemerintah Daerah atau tidak diserahkan kepada PUPN dengan menggunakan
peraturan Menteri keuangan Nomor 137/PMK.06/2022, produk Pernyataan Piutang Daerah
Telah Optimal (PPDTO) dibuat oleh Pengelola Keuangan Daerah ditujukan kepada
Sekretaris Daerah dan usulan penghapusan diajukan oleh Sekretaris Daerah kepada
Gubernur/Bupati/Walikota dengan menggunakan PMK 137/PMK.06/2022 tidak
melibatkan atau tidak minta persetujuan dari Kanwil DJKN setempat.
4. Subtansi
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) ini, Memberikan Penjelasan
Dalam PMK ini menjelaskan antara lain: Perincian
Piutang Daerah Yang Tidak Dapat Diserahkan Pengurusanya Kepada PUPN, Ketentuan
Penagihan sebelum penerbitan PPDTO, Tata Cara dan Persyaratan Penerbitan PPDTO,
Proses dan syarat Penghapusbukuan setelah terbit PPDTO Proses dan syarat
Penghapustagihan setelah hapus buku, Dalam PMK ini juga dilengkapi: (contoh
Surat PPDTO, contoh SK Penghapusan Bersyarat/ Mutlak)
4.1 Perincian
Piutang Daerah Yang Tidak Dapat Diserahkan Pengurusannya Kepada PUPN
Perincian Piutang Daerah yang tidak dapat
diserahkan pengurusannya, bila: Jumlah sisa kewajiban paling banyak Rp8 juta
per Penanggung Utang (PU) dan tidak ada Barjamyang diserahkan atau barjamtidak
mempunyai nilai ekonomis, Tidak didukung dokumen sumber yang memadai sehingga
tidak dapat dibuktikan siapa subjek hukum yang harus bertanggung jawab terhadap
penyelesaiannya, Tidak dapat dipastikan jumlah/besarannya karena tidak ada atau
tidakjelas dokumen sumber atau bukti-bukti pendukungnya, Piutang Daerah yang
masih menjadi objek sengketa di lembaga peradilan, Piutang Daerah yang telah
diserahkan ke PUPN namun dikembalikan atau ditolak oleh PUPN berdasarkan
peraturan perundangundangan.
4.2. Tata
Cara dan Syarat Penerbitan PPDTO di Lingkungan Pengelola Piutang Daerah
Apabila Penanggung
Utang (PU) tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan utang yang dibuktikan
dengan salah satu atau lebih dokumen pendukung penerbitan PPDTO berupa: a. kartu
keluarga miskin; b. putusan pailit; c. surat keterangan dari kelurahan/kantor
kepala desa/kantor kepala lingkungan/ kantor instansi yang berwenang/Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah yang menyatakan Penanggung Utang tidak mempunyai
kemampuan untuk menyelesaikan utang atau tidak diketahui tempat tinggalnya; d.
bukti penerimaan asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin; dan/atau e. bukti
kunjungan penagihan oleh petugas di lingkungan Pengelola Piutang Daerah dalam
bentuk surat kunjungan atau berita acara atau bukti lain yang menyimpulkan bahwa
Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan Utang atau sudah
tidak diketemukan. Produk PPDTO ini sebagai Langkah awal untuk mengajukan
penghapusan bersyarat sebelum menuju penghapusan mutlak dengan ketententuan
setelah menunggu selama 2 tahun dapat mengajukan penghapusan mutlak.
4.3.
Tata Cara Pengajuan
Usulan, Penelitian Dan Penetapan Penghapusan Piutang Daerah
Pernyataan Piutang
Daerah Telah Optimal (PPDTO) ini diajukan oleh Sekda kepada
Gubernur/Bupati/Walikota (dengan melampirkan daftar nominatif Penanggung Hutang
dan PPDTO). Pengajuan usulan ini diajukan setelah terbit PPDTO tidak perlu ada
rekomendasi dari Kanwil DJKN. Penghapusan mutlak/hapus tagih dilakukan setelah
2 tahun hapus buku. Khusus untuk piutang TGR, usulan penghapusbukuan
ditambahkan syarat berupa rekomendasi dari BPK-RI. Bagi petugas di lingkungan
Pemerintah Daerah dalam PMK ini juga dilengkapi: (contoh Surat PPDTO, contoh SK
Penghapusan Bersyarat/ Mutlak).
Penulis memberikan kesimpulan
PMK No.137/PMK.06/2022 ini diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3A ayat (3)
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang
Negara/Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penghapusan
Piutang Daerah yang Tidak Dapat DiserahkanPengurusannya kepada Panitia Urusan
Piutang Negara. Penerbitan
PPDTO (Pernyataan Piutang Daerah Telah Optimal) oleh Pejabat Pengelola Keuangan
Daerah harus terlebih dahulu dilakukan upaya penagihan. Upaya penagihan
tersebut terdapat 2 tipe yaitu penagihan dengan kegiatan optimalisasi dan
penagihan secara tertulis dengan surat tagihan. Piutang daerah dengan kategori
macet yang tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada PUPN hanya diusulkan
penghapusan setelah diterbitkan PPDTO oleh Pejabat Pengelola Keuangan
Daerah. Pasal 3 PMK 137/2022 menyebut piutang daerah
dengan kategori macet yang tidak dapat diserahkan pengurusannya kepada PUPN
terdiri atas piutang daerah dengan jumlah sisa kewajiban paling banyak Rp 8
juta per penanggung utang.
Pemahaman Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di
lingkungan Pengelola Keuangan Daerah sangatlah penting. Hal ini merupakan
tanggung jawab yang melekat pada Kepala Perangkat Daerah. Setiap kegiatan yang
dilakukan oleh Perangkat Daerah harus didukung dengan Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah (SPIP) agar penyelenggaraan kegiatan, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban dapat dilakukan
dengan tertib, terkendali, efisien dan efektif sehingga dapat memberikan
keyakinan yang memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan dapat mencapai tujuannya
secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan secara handal,
mengamankan aset, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Penulis : Abd. Choliq (Kepala Seksi Kepatuhan Internal
Kanwil DJKN RSK)
Referensi :
1. https://sulteng.bpk.go.id/wp-content/uploads/2020/02/Tulisan-Hukum-Tata-Cara-Penghapusan-Piutang-Daerah.pdf
[Diakses pada tanggal 31/01/2023].
2. https://bali.bpk.go.id/wp-content/uploads/2017/04/Tulisan-Hukum-tata-cara-penyelesaian-keruneg-bukan-bendahara.pdf
[Diakses pada tanggal 31/01/2023].
3. PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 137/PMK.06/2022 TENTANG PENGHAPUSAN PIUTANG DAERAH YANG TIDAK DAPAT DISERAHKAN PENGURUSANNYA KEPADA PUPN
4. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA